Minggu, 28 Desember 2014

KEPALA BABI DIGANTUNG DI MASJID WINA

Wina, 5 Rabi’ul Awwal 1436/27 Desember 2014 (MINA) – Ketenangan umat Islam di Wina, Austria, terusik ketika sebuah kepala babi digantung di pintu masjid di distrik ke-21 pada Kamis (25/12), bertepatan dengan perayaan Natal bagi umat Kristen.
Imam masjid Kocatepe berbicara kepada Anadolu Agency tentang kejadian itu, dan dia mengutuk tindakan vandalisme tersebut.
“Ini bukan serangan terhadap Muslim, tetapi seluruh umat manusia. Kami sebagai umat Islam, akan mempertahankan sikap tenang dan kebersamaan kami,” kata Ketua Persatuan Islam Turki (ATIB) di Wina, Fatih Karadaş, Daily Sabah yang dikutip Mi’raj Islamic News Agency (MINA).
Sebelumnya ada beberapa insiden di mana wanita muslim mengenakan jilbab telah dihina dan diserang di Austria selama lima bulan terakhir.
Rasa takut yang ditimbulkan oleh adanya pemuda-pemuda dari berbagai negara Eropa bepergian ke Suriah untuk berjuang bersama Negara Islam (ISIS), telah menyebabkan serangan terhadap komunitas Muslim kian meningkat.
Masjid-masjid diAustria telah menjadi target sentimen anti-Muslim. Sekolah Imam Hatip, yang bernama Eyüp Sultan di Wina, yang berkonsentrasi pada pendidikan agama Islam, dirusak juga.
Sebelum ini sebuah kepala babi juga pernah dilempar ke depan pintu sekolah Muslim dalam bulan suci Ramadhan lalu. Dan Masjid lain yang bernama Eyüp Sultan di kota Telfs, lagi-lagi dirusak dengan grafiti. (T/P001/P2)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)


SIAPA YANG TERORIS?
Ulama muda Jerman, Pierre Vogel, punya cara tersendiri bagaimana membantah tuduhan terhadap Muslim sebagai Terroris.
Ulama mu'alaf yang bersyahadat tahun 2001 itu, dengan cara tercepat dan terbaik yang amat mengena bantahan dan menangkal dakwaan Muslim dengan terorisme.
Dalam sebuah ceramahnya, ia menyampaikan bagaimana cara ia menyangkal tuduhan itu :
Siapakah yang menyulut perang dunia pertama? Apakah orang Islam?
Siapakah yang menyulut perang dunia kedua? Apakah orang Muslim?
Siapakah yang menjatuhkan bom atom atas Hiroshima? Apakah orang Islam?
Siapakah yang membantai 20 juta suku Aborigin di Australia? Apakah orang Muslim?
Siapakah yang membantai lebih dari 100 juta suku indian merah di Benua Utara Amerika? Apakah mereka orang Islam?
Dan siapakah yang membantai lebih dari lebih dari 50 juta Indian merah di benua Selatan Amerika? Apakah mereka orang orang Muslim?
Siapakah yang menjadikan lebih dari 150
juta manusia dari Afrika sebagai budak (apartheid), Diantara 77 % dari mereka mati di perjalanan dan dikubur di lautan Atlantik? Apakah orang Islam?
Siapa yg membunuh jutaan org Indonesia yg dijajah 350 th.? Apakah itu org Islam.?
Siapa yg membunuh ratusan ribu rakyat Afghanistan ? Apakah itu org Islam ?
Siapa yg membunuh ratusan ribu rakyat Irak.? Apakah itu org Islam?
Siapa yg membunuh ratusan ribu org Palestina & diusir dr tanah kelahirannya.?
Apakah itu org Islam..?
Bukan, bukan orang Islam.
(Lalu siapa Terorisnya?)

Sabtu, 27 Desember 2014

Sungai Aijkwa Tercemar Taling Freeport Diminta Buka Mata

Gambar
Thomas Too, SIP dengan berlatar belakang Phon-Pohon kering yang diduga kuat rusak akibat limbah tailing milik PT Freeport Indonesia/ foto :ist
Timika, HP
Sungai Aijkwa yang dulu penuh dengan limpahan ikan kini tinggal kenangan. Kini yang nampak hanya batang pohon dan ranting yang mengering, tercekik di bentangan genangan pasir tailing beracun. “Kira-kira begitulah gambaran kondisi Sungai Aijkwa akibat pencemaran limbah tailing dari PT Freeport Indonesia,” kata Anggota Dewan Pimipinan Adat (DPA) Mimika Timur Lemasko, Thomas Too, SIP saat ditemui di halaman kantor Lemasko, Jl Poros Mapurujaya, Selasa (6/5).
Tokoh Pemuda lima kampung Daskam (Nayaro, Koperapoka, Nawaripi, Tipuka, dan Ayuka) itu meminta PT Freeport membuka mata atas derita dan kerugian yang ditanggung oleh masyarakat Kamoro. Dan jangan pernah coba-coba membantah adanya pencemaran dan kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh limbah tailing.“PT Freeport harus berani bertatap muka dengan orang-orang Kamoro, mengakui segala yang telah dilakukannya, dan jangan harap kami yang akan datang ke mereka. Merekalah yang harus datang kesini, ini tanah kami, orang Kamoro,” tandasnya.
Menurut Thomas, sesuai cerita orangtua masyarakat Suku Kamoro, sebelum Freeport beroperasi dan membuang tailingnya ke sungai, Sungai Aijkwa merupakan salah satu sumber kehidupan bagi masyarakat Kamoro karena terdapat banyak ikan dan biota sungai lainnya.“Disana ikan begitu melimpah, bahkan konon ada ikan yang mampu menelan perahu, itu cerita orang tua kami. Digenerasi kami yang sekarang, yang kami dapatkan hanya pasir hitam dengan bau yang tidak sedap,” ujarnya.
Thomas menjelaskan, tak hanya ikan, semua biota dan organisme lain yang berada di sekitar Sungai Aijkwa juga kini telah punah. Nyaris tak ada yang tersisa, kecuali hamparan batang-batang kering yang tak sanggup lagi hidup akibat pencemaran limbah tailing.
“Pohon disekitar sungai Aijkwa pada umumnya telah mengering akibat limbah tailing Freeport. Lingkungan hidup tidak lagi mampu menahan beratnya pencemaran dari limbah tailing,” kata Thomas.
Kondisi tersebut akhirnya berakibat pada hilangnya mata pencaharian masyarakat Kamoro yang menggunakan sungai sebagai tempat mencari nafkah.“Berapa kerugian yang ditanggung oleh masyarakat Kamoro tak pernah dihitung. Padahal yang paling banyak menanggung kerugian dari pencemaran limbah tailing Freeport adalah masyarakat Kamoro,” kata Thomas. (bur)

Kamis, 25 Desember 2014



Sejarah Tahun Masehi
Sejak Abad ke-7 SM bangsa Romawi kuno telah memiliki kalender tradisional. Namun kalender ini sangat kacau dan mengalami beberapa kali perubahan. Sistem kalendar ini dibuat berdasarkan pengamatan terhadap munculnya bulan dan matahari, dan menempatkan bulan Martius (Maret) sebagai awal tahunnya.
Pada tahun 45 SM Kaisar Julius Caesar mengganti kalender tradisional ini dengan Kalender Julian. Urutan bulan menjadi: 1) Januarius, 2) Februarius, 3) Martius, 4) Aprilis, 5) Maius, 6) Iunius, 7) Quintilis, 8) Sextilis, 9) September, 10) October, 11) November, 12) December. Di tahun 44 SM, Julius Caesar mengubah nama bulan “Quintilis” dengan namanya, yaitu “Julius” (Juli).
Sementara pengganti Julius Caesar, yaitu Kaisar Augustus, mengganti nama bulan “Sextilis” dengan nama bulan “Agustus”. Sehingga setelah Junius, masuk Julius, kemudian Agustus. Kalender Julian ini kemudian digunakan secara resmi di seluruh Eropa hingga tahun 1582 M ketika muncul Kalender Gregorian.
Januarius (Januari) dipilih sebagai bulan pertama, karena dua alasan. Pertama, diambil dari nama dewa Romawi “Janus” yaitu dewa bermuka dua ini, satu muka menghadap ke depan dan yang satu lagi menghadap ke belakang. Dewa Janus adalah dewa penjaga gerbang Olympus. Sehingga diartikan sebagai gerbang menuju tahun yang baru.
Kedua, karena 1 Januari jatuh pada puncak musim dingin. Di saat itu biasanya pemilihan konsul diadakan, karena semua aktivitas umumnya libur. Di bulan Februari konsul yang terpilih dapat diberkati dalam upacara menyambut musim semi yang artinya menyambut hal yang baru. Sejak saat itu Tahun Baru orang Romawi tidak lagi dirayakan pada 1 Maret, tapi pada 1 Januari. Tahun Baru 1 Januari pertama kali dirayakan pada tanggal 1 Januari 45 SM.
Orang Romawi merayakan Tahun Baru dengan cara saling memberikan hadiah potongan dahan pohon suci. Belakangan, mereka saling memberikan kacang atau koin lapis emas dengan gambar Dewa Janus. Mereka juga mempersembahkan hadiah kepada kaisar.
Perayaan Tahun Baru
Saat ini, tahun baru 1 Januari telah dijadikan sebagai salah satu hari suci umat Kristen. Namun kenyataannya, tahun baru sudah lama menjadi tradisi sekuler yang menjadikannya sebagai hari libur umum nasional untuk semua warga Dunia.
Pada mulanya perayaan ini dirayakan baik oleh orang Yahudi yang dihitung sejak bulan baru pada akhir September. Selanjutnya menurut kalender Julianus, tahun Romawi dimulai pada tanggal 1 Januari. Paus Gregorius XIII mengubahnya menjadi 1 Januari pada tahun 1582 dan hingga kini seluruh dunia merayakannya pada tanggal tersebut.
Bagi orang kristen yang mayoritas menghuni belahan benua Eropa, tahun baru masehi dikaitkan dengan kelahiran Yesus Kristus atau Isa al-Masih, sehingga agama Kristen sering disebut agama Masehi. Masa sebelum Yesus lahir pun disebut tahun Sebelum Masehi (SM) dan sesudah Yesus lahir disebut tahun Masehi.
Pandangan Islam
Firman Allah SWT dalam surah al-Furqan ayat 72, yang artinya:
“Dan orang-orang yang tidak memberikan persaksian palsu, dan apabila mereka bertemu dengan (orang-orang) yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak berfaedah, mereka lalui (saja) dengan menjaga kehormatan dirinya.”
Dalam ayat tersebut terdapat kata “al-Zur” (perbuatan-perbuatan yang tidak berfaidah). Menurut Ulama Tafsir, maksud al-Zur adalah perayaan-perayaan orang kafir (Ibn Kasir, 6/130). Jelas dari pada ayat ini Allah melarang kaum muslimin menghadiri perayaan kaum musyrikin.
Hadis Sahih al-Bukhari dan Muslim berikut ini, sabda Rasulullah SAW yang artinya:
“Sesungguhnya bagi setiap kaum (agama) ada perayaannya dan hari ini (Idul adha) adalah perayaan kita”. Oleh Syekh Ibnu Hajar Al-Asqalani menjelaskan maksud hadis tersebut bahwa dilarang melahirkan rasa gembira pada perayaan kaum musyrikin dan meniru mereka (dalam perayaan). (Fathul Bari, 3/371).
Melihat sejarah, pandangan Islam tidak ada celah sedikit pun bagi umat Islam untuk ikut merayakan atau sekadar untuk mengucapkan “happy new years”.
Pada kenyataannya, pada malam tahun baru dihiasi dengan berbagai hiburan yang menarik dan sayang untuk dilewatkan. Muda-mudi tumpah ruah di jalanan, berkumpul di pusat kota menunggu pukul 00.00, yang seolah-olah dalam pandangan sebagian orang “haram” untuk dilewatkan.
Pada saat lonceng tengah malam berbunyi, sirene dibunyikan, kembang api diledakkan dan orang-orang menerikkan “Selamat Tahun Baru”. Di negara-negara lain, termasuk Indonesia? Sama saja!
Shahabat Abdullah bin ’Amr RA memperingatkan dalam Sunan Al-Baihaqi IX/234:
”Barangsiapa yang membangun negeri orang-orang kafir, meramaikan peringatan hari raya Nairuz (tahun baru) dan karnaval mereka serta menyerupai mereka sampai meninggal dunia dalam keadaan demikian. Ia akan dibangkitkan bersama mereka di hari kiamat.”
di dalam islam tidak ada satupun Hadist/riwayat dari rosulullah saw yang menyebutkan adanya sunnah perayaan tahun baru “pergantian tahun” baru islam, terlebih tahun baru lainnya. berdasarkan kaidah hukum fiqih, bahwa hukum asal suatu perbuatan adalah terikat dengan syara` (syariat islam) oleh karena itu, sebelum melakukan perbuatan, kita harus tau apakah perbuatan tersebut dihukumi sebagai perbuatan perbuatan yang dibolehkan, diwajibkan disunnahkan, diharamkan, atau dihukumi sebagai makruh?
dari tinjauan ahli fiqih, akan sangat jelas dapat disimpulkan bahwa merayakan tahun baru masehi hukumnya HARAM.
mengapa? merayakan tahun baru masehi bukanlah tradisi dari ajaran islam. meskipun jutaan atau milyaran umat islma merayakan tahun baru masehi dengan suka cita dan lupa diri, larut dalam gemerlap pesta kembang api atau melibatkandiri dari hiburan berbalut maksiat, tetap saja tidak lantas menjadikan percayaan tahun baru tersebutmenjadi boleh atau halal. sebab, patokan suatu hal itu bukan banyak atau sedikitnya yang melakukan, tapi patokannya kepada syariat …..
Bagi orang Islam, merayakan tahun baru Masehi, tentu saja akan semakin ikut andil dalam menghapus jejak-jejak sejarah Islam yang hebat. Jika tidak tradisi Islam akan tergerus tanpa ada yang peduli. Sementara beberapa waktu yang lalu, kita semua sudah melewati tahun baru Muharram, dengan sepi tanpa gemuruh apapun.

10 Kerusakan dalam Perayaan Tahun Baru
Kerusakan Pertama: Merayakan Tahun Baru Berarti Merayakan 'Ied (Perayaan) yang Haram.
Kerusakan Kedua: Merayakan Tahun Baru Berarti Tasyabbuh (Meniru-niru) Orang Kafir.

Kerusakan Ketiga: Merekayasa Amalan yang Tanpa Tuntunan di Malam Tahun Baru.
Kerusakan Keempat: Mengucapkan Selamat Tahun Baru yang Jelas Bukan Ajaran Islam.
Kerusakan Kelima: Meninggalkan Shalat Lima Waktu , krn acara tsb mengajak kita untuk lalai bahkan meninggalkan shalat , shg berakibat akan gampang utk meninggalkannya di hari-2 berikutnya.
Kerusakan Keenam: Begadang Tanpa Ada Hajat.
Kerusakan Ketujuh: Terjerumus dalam Zina , krn wanita pria terbuka berbuat semaunya dimalam itu , dg minuman keras , narkoba dan media-2 lainnya.
Kerusakan Kedelapan: Mengganggu Karena Kebisingannya ( Suara Mercon , Band-2 , Teriak-2 dan lain sebagainya ).
Kerusakan Kesembilan: Melakukan Pemborosan yang Meniru Perbuatan Setan.
Kerusakan Kesepuluh: Menyia-nyiakan Waktu yang Begitu Berharga.
Sadarlah wahai umat Islam , kalau bukan kita yg menegakkan kebenaran , siapa lagi . 
Dan anehnya , Yang buat terompet / mercon / kembang api , Yang menjual / membelinya , Yang Merayakannya , Yang Menghamburkan-2nya , 99 % dilaksanakan oleh umat yg ngakunya ber KTP – Islam.
Afala Tatafakkarun ( apakah kamu tak berfikir ) , Afala Ta’kilun ( apakah kamu tak berakal ) dan Afala Ta’lamun ( Apakah kamu tak punya ilmu ) , begitulah banyak pertanyaan Allah SWT di dalam FirmanNya di surah-2 Al-Qur’an.

Rabu, 24 Desember 2014


Filipina Negeri Muslim yang Dimurtadkan: Dahulu 98% Muslim, Kini Muslim Tersisa 5%


Islamedia.co -  Filipina merupakan negara di kawasan Asia tenggara yang pada zaman dahulu kala memiliki populasi Muslim sangat besar, yakni mencapai angka 98%. Sebelum kedatangan bangsa Spanyol tahun 1565, Filipina adalah negeri muslim dengan populasi muslim mencapai 98 % masuk wilayah Kesultanan Brunei, hingga semuanya berubah setelah kedatangan penjajah Kristen Spanyol.

Ibukota Filipina, Amanilah adalah sebuah kota yang diberi nama dari bahasa Arab yaitu Fi Amannillah ( dibawah perlindungan Allah Swt ), setelah dikuasai Spanyol Amanilah diganti nama menjadi Manila.

Saat itu kaum muslim Filipina bertekad menjadikan kota Amanillah (Manila) menjadi kota Islam terbesar se Asia Tenggara. Mereka pun sudah menerapkan Syariat Islam selama berabad-abad di bawah pengaruh Negara Khilafah Islam di Timur Tengah.Pekerjaan kaum muslim Filipina saat itu kebanyakan adalah pedagang, petani, dan nelayan.

Tahun 1565 Bangsa Spanyol datang dengan misi Gold, Glory dan Gospel, yang artinya adalah Penjajahan, dan memberi nama Philipina sesuai nama raja mereka Raja Philipe. Tahun 1569 kota Amanillah direbut oleh Spanyol dan membantai penduduknya, kemudian dengan berbagai macam ancaman kekerasan dan pemaksaan Spanyol berhasil melakukan Kristenisasi wilayah Filipina Utara dan Tengah.

Sebagian Kaum Muslim yang tidak sudi dan merasa najis dengan kristenisasi itu, melarikan diri ke wilayah selatan Filipina untuk menyelamatkan akidahnya. Mereka berhasil membuat pertahanan yang kuat dan terus melawan Spanyol lewat perang Gerilya. Kemudian Spanyol memberi nama kaum muslim Filipina dengan nama orang Moro. Nama ini diambil dari sebutan kepada keturunan Arab Spanyol yang beragama Islam yang dahulu menguasai Andalusia ( Spanyol ) yaitu orang Moor.

Spanyol tidak tinggal diam, mereka merekrut orang-orang Indo Kristen* ( orang Filipina yang sudah dikristenkan ) untuk berperang melawan kaum muslim yang sebenarnya masih saudara sebangsa mereka.
Perjuangan kaum muslim Filipina baik melawan penjajah Spanyol maupun saudara sebangsa mereka yaitu orang Indo Kristen, terus berlangsung sampai tahun 1898.

Kondisi Filipina saat ini sungguh sangat memprihatinkan, negeri yang dahulu 98% warganya muslim telah berubah negara kristen. Populasi pemeluk Islam hanya bersisa 5%, populasi kristen 90%, sisanya memeluk Budha dan atheis.[globalmuslim/islamedia]

PERJUANGAN ISLAM SUKU MORO DI SELATAN FILIPINA

Kisah tentang penindasan Bangsamoro, boleh kita mulakan dari satu nama yang dianggap satu dari seratus manusia paling berpengaruh,  oleh Michael Hart. Namanya Ferdinand Magellan (1480-1521), seorang yang mendapat sematan nama sebagai penjelajah besar yang mengelilingi dunia. Michael Hart mengarungi dunia dengan membawa lima kapal, 265 awak-awak/anak kapal selama hampir tiga tahun. Dalam kurun waktu itu, yang berhasil kembali dengan selamat hanya satu kapal, dan 18 anak buah kapal yang hidup selamat. Ferdinand Magellan sendiri termasuk yang tewas di tengah perjalanan.
Pada tahun 1509, ekspedisi Ferdinand Magellan sampai di wilayah Nusantara. Ternyata tak hanya ekspedisi, Ferdinand Magellan juga membawa misi lain, iaitu kolonialisasi Sepanyol dan misi Kristinisasi. Terjadi pertempuran di wilayah Malaka, karena rakyat menolak kedatangannya. Pada tahun 1521, ekspedisi ini diteruskan dan mereka berjaya menjejakkan kaki di kepulauan Filipina. Proses Kristianisasi dan kolonialisasi langsung terjadi di negara tersebut.
Raja Humabon, bersama rakyat Cebu berjaya dimurtadkan dari agama Islam dan dikristiankan. Bahkan Ferdinand Magellan menggelarkan bahwa rakyat Cebu adalah warga Tuhan Spanyol. Di wilayah Utara proses Kristianisasi terus berlangsung dengan 
lancarnya. Tapi ketika sampai di wilayah Selatan Kepulauan Filipina, terutama di Mindanao dan Sulu, rakyat yang sebahagian besar telah menjadi Muslim sejak lama memberikan perlawanan yang sengit meski dengan senjata sederhana.
Program Gold, Glory and Gospel terhenti di wilayah selatan Filipina, seperti Mindanao dan pulau-pulau di sekitarnya. Kaum Muslimin melakukan perlawanan dengan gigih dan berani, meskipun Sepanyol menyerang mereka dengan senjata canggih.
Pejuang-pejuang Bangsa Moro
Jauh sebelum Ferdinand dan penjajah Sepanyol membawa agama Kristian ke negeri ini, hampir sebagian besar penduduk kepulauan Filipina telah mengucapkan dua kalimat syahadat. Jejak keislaman mereka, bahkan hingga kini masih ada dan tak mampu dihapuskan oleh penjajah. Nama ibukota Filipina misalnya, Manila diambil dari kata bahasa Arab, Amanullah yang berarti negeri Allah yang aman. Bahkan di wilayah ini pernah berdiri kerajaan Islam yang bernama Kerajaan Tondo.
BangsaMoro adalah pelaut yang hebat
Seperti halnya Indonesia, Filipina adalah sebuah negara yang terdiri dari kepulauan dengan jumlah yang sangat besar. Tak kurang 7107 pulau berada di dalam teritorial Filipina. Islam telah berkembang di wilayah ini sejak abad ke-14. Ertinya, jauh sebelum masa itu Islam telah menjejakkan kakinya dan memberikan sentuhan dakwah pada penduduk setempat. Sampai pada satu titik, seorang raja yang sangat ternama di Manguindanao bersyadahat dan memeluk Islam. Kekuasaan sang raja membesar sampai ke Davao, Tenggara Mindanao dan Islam pun kian menyebar sampai ke Pulau Lanao, Zamboanga dan hampir ke seluruh daerah garis pantai kepulauan Filipina. Tapi ada juga legenda yang menyebutkan, Islam pertama kali dibawa oleh seorang sufi bernama Karim al-Makdum yang berlayar dengan mangkuk besi, boleh berjalan di atas air dan dikhabarkan boleh terbang oleh disebabkan karomahnya.
Sejarah mencatat, ulama-ulama Indonesia berperan besar dalam penyebaran Islam di Filipina. Bahkan disebutkan, seorang pangeran dari Menangkabaw atau Minangkabau bernama Baguinda adalah salah satu pendakwah Islam di wilayah ini, terutama di Sulu, Zamboanga dan Basilan. Kerana itu, tak hairan jika sampai hari ini kita boleh mendapatkan banyak kemiripan antara Indonesia dan Filipina, terutama di wilayah Selatan. Wajah dan postur tubuh, tak jauh berbeza. Bahasa dan kata, banyak yang sama. Contohnya, untuk hidung, mereka menyebutnya hidung. Telinga bergeser sedikit menjadi inga. Kita bahkan menggunakan kata yang sama untuk pintu, kanan, murah, mahal, gunting, balai, aku, kita dan masih banyak kata sama lainnya.
Islam pernah menjelma sebagai kekuatan besar di wilayah Filipina, dan diwakili oleh Kesultanan Sulu. Wilayah kekuasaan Sulu membentang dari Mindanao hingga Sabah di Malaysia. Kesultanan Sulu dipimpin oleh Sharif al-Hasyim Syed Abu Bakar yang menikahi putri Raja Baguinda dan kemudian mendapat gelar Paduka Maulana Mahasari. Sejarah Kesultanan Sulu menerangkan, Sharif al-Hasyim masih memiliki darah keturunan Rasulullah dari Bani Hasyim.
Dari wilayah inilah perlawanan berlangsung dengan sengit ketika penjajah Sepanyol menunjukkan kuku dan taringnya. Tak jauh berbeza dengan yang terjadi di Indonesia, penjajah Spanyol memecah belah persatuan umat Islam dan memberikan stigmatisasi yang buruk. Mereka menyebut orang-orang Islam di Filipina Selatan dengan sebutan Moro yang diambil dari kata Moor yang merujuk kaum Muslimin dalam sejarah Perang Salib.
Suku-suku diadu domba dengan pengaruh dan kekuasaan. Para Datuk yang menjadi penguasa dirasuah dengan pelbagai keuntungan serta hasutan perang suku. Tapi ada satu kekuatan yang ternyata mampu menyatukan mereka, dan itu adalah Islam. Agama Islam datang ke Filipina bukan dengan alasan penguasaan dan perampasan kekayaan, tapi dibawa dengan damai oleh pedagang dan pendakwah. Berbeza dengan Katholik yang disebarkan sebagai tulang punggung penjajahan Sepanyol.
Tentera Islam BangsaMoro
Nama Filipina pun muncul dengan semangat penjajahan. Seorang awak kapal Sepanyol yang bernama Bernardo de la Torre memberi nama kepulauan ini dengan sebutan Filipinas, sebagai penghormatan kepada putra mahkota Sepanyol kala itu yang kelak bergelar Philip II. Kebencian orang-orang Sepanyol karena pernah ditaklukkan di Andalusia, rupanya terbawa sampai ke wilayah Nusantara. Bahkan ketika Philip II berkuasa, dalam suratnya yang dikirim untuk Conquisatador Legazpi, Raja Philip II mengizinkan penduduk Muslim diperbudak dan dirampas hartanya. Kebijakan ini hampir merata pada seluruh kepemimpinan Sepanyol di Filipina. Mereka menyebarkan kabar bahwa Islam ini adalah agama bid’ah, Islam adalah ajaran setan, kaum Muslimin adalah pembawa wabah penyakit dan lain sebagainya. Pendeta Jesuit Pio Pi menggambarkan kaum Muslimin sebagai bajak laut. Bahkan Pendeta Francisco Ducos pendakwah kristian di Illagan mengetuai pasukan militer dan selama tujuh tahun memerangi penduduk Muslim. Tapi kekuatan bersenjata Sepanyol yang demikian besar dan motivasi agama yang dikobar-kobarkan serta dicanangkan pemimpin Katholik, tak mampu menaklukkan wilayah Selatan.
Pertembungan kaum Muslimin yang diketuai oleh Sultan Sulu mampu mempertahankan wilayah ini selama peperangan yang berlangsung hampir tiga abad. Dalam peperangan yang panjang ini, terjadi solidaritas tinggi antara kaum Muslimin di seluruh wilayah Nusantara yang meliputi Indonesia, Malaysia, dan juga Brunei. Bahkan pada era 1638, Kesultanan Makassar dan Ternate berperan sangat besar dalam memberikan bantuannya kepada kaum Muslimin di Filipina.
Pada tahun 1638, ketika Gabernor Sepanyol, Corcuera menyerbu Sulu, Sultan Sulu yang bernama Raja Bongsu mendapat bantuan kiriman pasukan perajurit-perajurit Makassar yang gagah berani. Raja Bongsu memerintah sejak tahun 1612 dengan gelar Mawallil Wasit, dan sejak awal dia telah mendapat serangan dari Spaniard. Pada tahun 1628 misalnya, 200 perwira Sepanyol dengan 1.600 penduduk setempat yang berhasil dikristiankan menyerang Sulu dengan hebat. Tahun 1629, wilayah Sulu direbut antara Camarines, Samar, Leyte, dan Bohol. Pada tahun 1630, kembali Manila Spaniard menyerang, kali ini Jolo menjadi sasaran. Tapi Raja Bongsu berhasil memukul mundur bahkan melukai Lorenzo de Olaso, komandan pasukan dan mereka menarik mundur serangan. Di masa pemerintahan Raja Bongsu inilah terjadi paling banyak peperangan besar antara penjajah Kristen Spanyol dan Kesultanan Islam Sulu.
Perang Sabil, begitu rakyat Sulu menyebut zaman perang melawan kaum kafir Sepanyol. Hampir sama dengan penyebutan di Aceh, Prang Sabi. Tak jauh berbeza kerana sesungguhnya kita serumpun, satu ikatan, bahkan lebih besar lagi, satu akidah: Islam.
Tapi nampaknya perjuangan belum usai setelah Sepanyol berundur dari tanah Filipina. Sepanyol berhasil dikalahkan Amerika dan Sekutunya. Dalam Perjanjian Paris yang ditandatangani 10 Desember 1898, Sepanyol menyeranhkan Filipina kepada Amerika dengan $ 20 juta dolar. Sebenarnya, kelompok-kelompok perlawanan di Filipina pernah mengesahkan kemerdekaan pada 12 Juni 1898, tapi Amerika menolak dan tidak mengakuinya. Maka sejak 10 Desember 1898, Filipina berganti penjajah baru, Amerika Serikat. Amerika dikecam banyak negara Barat, kerana melanggar Doktrin Monroe yang menentang kolonialisme dan imperalisme. Tapi Amerika tak ambil pusing dengan semua gugatan dunia. Pada tahun 1919, sebuah delegasi pergi ke Amerika menuntut kemerdekaan untuk Filipina. Namun dengan sombongnya Amerika mengirimkan The Wood Forbes Mission pada tahun 1922 yang mengatakan, “Filipina belum mampu merdeka.”
Pada period berikutnya, Amerika mengalami kekalahan di wilayah Pasifik oleh negara Jepun. Pada tahun 2 Januari 1942, Manila jatuh ke tangan Jepun. Seperti yang diketahui, kekuasaan Jepun hanya setahun jagung. Akhirnya Jepun telah berjya dikalhkan dan Amerika masuk kembali ke Filipina. Pada 4 Julai 1946, Amerika melepaskan Filipina sebagai negeri jajahannya. Meskipun demikian, sampai hari ini Amerika masih meletakkan penjajahan secara halus dengan cara membangun fasiliti ketenteraan di Filipina.
Manuel Quezson menjadi presiden pertama Filipina. Hari itu tercatat sebagai hari kemerdekaan Filipina. Tapi tidak dengan kaum Muslimin di wilayah Selatan, mereka masih terjajah hingga hari ini. Ertinya, kaum Muslimin di Mindanao dan wilayah Selatan Filipina mengalami penjajahan dalam proses yang panjang. Pertama mereka dijajah Sepanyol, lalu Amerika Syarikat, setelah itu Jepun dan kembali lagi pada Amerika. Kini Bangsa Moro dijajah oleh pemerintah Filipina sendiri. Mereka dianiaya, dizalimi, dirampas dan ditindas.
Bendera Moro Islamic Liberation Front (MILF)
Pejuang Islam Moro di kem tentera
Nasib kaum Muslimin di Mindanao tak pernah berubah, masih sama, terus terjajah. Bezanya hanya satu, kalau dulu, saudara Muslim dari Ternate, Makassar, Brunei, dan Malaysia datang membela, kini pembelaan yang dinanti itu belum tiba. Sekarang saatnya membela Muslim Filipina!

Astaghfirullah... Muslimah Uzbekistan Disterilkan Diam-diam

Jumat, 13 April 2012, 14:33 WIB


Sterilisasi Muslimah Uzbekistan



REPUBLIKA.CO.ID, TASHKENT - Entah apa motif di balik pemerintah Uzbekistan terkait pelaksanaan program rahasia untuk mensterilkan Muslimah tanpa sepengetahuan mereka. Yang pasti, pemerintah berdalih mereka tengah berupaya untuk mengontrol pertumbuhan populasi pada negara miskin di Asia Tengah ini.
 
Salah seorang Ginekolog, yang enggan disebutkan namanya mengungkap setiap tahun pemerintah memerintahkan para dokter untuk memberikan layanan kontrasepsi kepada Muslimah. Pemerintah lalu meminta data jumlah muslimah yang perlu disterilkan.

"Kami diminta Presiden Islam Karimov untuk mensterilkan muslimah tanpa persetujuan mereka. Mereka memberikan kami kuota yakni dalam sebulan ada empat Muslimah yang disterilkan," ungkap dia seperti dikutiponislam.net, Jumat (13/4).

Yang mengejutkan, untuk daerah pedesaan pemerintah meminta dokter untuk lebih banyak mensterilkan perempuan. Bahkan kuotanya melebihi apa yang dimintakan kepada ginekolog tadi yakni delapan Muslimah per minggu.

"Sekali atau dua kali dalam sebulan, kadang-kadang lebih, seorang perawat dari klinik setempat datang ke rumah saya guna mengantarku ke rumah sakit untuk operasi," ungkap seorang Ibu dari tiga anak di wilayah Jizzakh, Uzbekistan.

Menurutnya, operasi itu diawal gratis. Namun, untuk pengobatan lanjutnya dirinya harus membayar. Hingga kini, pengobatan itu terus dilakukan.

Sebuah sumber Departemen Kesehatan mengonfirmasikan bahwa program tersebut bertujuan untuk mengontrol pertumbuhan penduduk Uzbekistan. Akan tetapi, tujuan itu dinilai organisasi pembela hak-hak permpuan merupakan tindakan pembohongan terhadap perempuan.

"Kita bicara tentang puluhan ribu perempuan yang disterilkan di seluruh negeri," kata juru bicara, Sukhrob Ismailov yang juga mencatat ada 2010 ada sekitar 80 ribu perempuan telah disterilkan. "Di atas kertas, sterilisasi harus bersifat sukarela, tetapi para Muslimah tidak mendapatkan pilihan," komentar seorang dokter senior.

Ia mengatakan sangat mudah untuk memanipulasi perempuan. Tinggal mengatakan sterilisasi yang terbaik, maka Muslimah akan dengan mudah menurut.

Adolat, salah seorang yang disterilkan mengaku tidak tahu kalau dirinya mengikuti program itu. "Aku tidak tahu apa yang akan terjadi padaku. Aku selalu bermimpi memiliki banyak anak. Tapi setelah putri keduaku lahir, aku tidak bisa hamil lagi," kata dia.

Ia masih ingat, saat melahirkan putri keduanya itu, dokternya mengatakan bahwa dirinya steril. "Aku terkejut dan menangis. Bagaimana mereka dengan tega melakukan hal ini," ujarnya.

Sementara itu, Pemerintah Uzbekistan menyangkal tuduhan tersebut. Pemerintah mengatakan informasi itu merupakan fitnah. Tetapi beberapa dokter menyebutkan meningkatnya jumlah operasi caesar merupakan bukti adanya program sterilisasi di Uzbekistan. 

Namun, beberapa dokter dan profesional medis  mengatakan sterilisasi paksa tidak hanya alat kontrol populasi tetapi untuk menurunkan angka kematian ibu dan bayi.

"Ini adalah rumus sederhana, semakin sedikit muslimah yang melahirkan maka semakin berkurang dari anak dan ibu yang meninggal," pungkasnya. Uzbekistan, negara berpenduduk 28 juta jiwa. Sebagian besar dari masyrakat Uzbekistan hidup di bawah garis kemiskinan.
ln) Mutiara Islam di Uzbekistan (ln
uzbekistan - Newest pictures
-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-
Inilah negeri tempat lahir perawi hadist terkemuka Imam Bukhari. Di negeri ini pula filsuf Islam ternama seperti Ibnu Sina dan Al-Khawarizmi berasal.
-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-


Aroma Rusia yang sangat terasa dalam mana Uzbekistan barangkali membuat kita agak berjarak dengan negeri ini. Lebih enam dekade dalam genggaman soviet yang menjadi raksasa bagi ideologi komunis dengan kebijakan politik anti agamanya membuat Uzbekistan seperti negeri asing dengan kehidupan yang sama sekali berbeda dengan kehidupan Islam pada umumnya.

Kendati demikian, inilah negeri pecahan soviet dengan penduduk muslim terbanyak di Asia Tengah-mencapai hampir 25 juta jiwa-yang memenuhi 89 persen jumlah penduduk, sebuah negeri kelahiran Imam Bukhari, perawi hadist yang litbanya dibaca oleh umat Islam di pelbagai negara. Di negeri ini pula, Ibnu Sina, al- Khawarizmi dan beberapa tokoh Islam besar lain lahir. Mengingat nama-nama itu akan serta-merta hilang, berganti dengan rasa akrab.

Ya, Uzbekistan bukanlah negeri remeh-temeh jika dikaitkan dengan peradaban Islam. Di negeri yang konon penduduk wanitanya cantik-cantik seperti mendiang Puteri Diana ini, banyak terdapat peninggalan Islam penting. Salah satu yang patut disebut adalah Al-Qur'an tertua yang berasal dari masa khalifah Ustman bin Affan. Belum lagi kota Samarkand dan Bukhara yang menjadi saksi bagi perjalanan Islam di masa awal hingga sekarang.

Tanah Uzbekistan sebagian besar terdiri dari padang pasir dan semi padang pasir. Hanya sepertiga saja dari 447 ribu kilometer luas wilayahnya yang terdiri dari lembah dan pegunungan. Namun di tanah itu berdiri menara-menara anggun, madrasah-madrasah dan malam berarsitektur oriental. Selain itu, lembar-lembar sutra cantik, sulaman emas kelas dunia, dan pemandangan budaya Islam di abad pertengahan nan eksotik terhampar luas di hampir seluruh wilayahnya. Demikian catat http://www.islamonline.com.

Sejak dulu, Uzbekistan menjadi jalur penting perdagangan dunia, terkenal dengan jalur sutera yang menghubungkan benua Eropa dan Asia melalui Cina. Uzbekistan berbatasan dengan Kazakhstan di sebelah utara, Kyrgystan di sebelah timur, Tajikistan di sebelah timur laut, serta Turkmenistan dan Afghanistan di sebelah selatan. Bangsa Uzbek, Rusia, Tajik, Kazakh, dan Tatar hidup di sini dalam suasana dua musim ekstrem, dengan kemarau panjang dan musim dingin pendek yang sedikit bersalju. Penduduknya menggunakan bahasa Uzbek yang masih serumpun dengan bahasa Turki, selain bahasa Rusia yang telah berakar selama masa Soviet.

Muslim Uzbekistan mayoritas beragama Islam secara Sunni dengan sebagian besar bermazhab Hanafi. Selain itu juga terdapat pemeluk Kristen Orthodoks, Yahudi, bahkan atheis. Pengaruh Islam mulai masuk ke Uzbekistan pada abad ke-8 dan meninggalkan kebudayaan Islam, seperti cabang ilmu pengetahuan, agama, dan arsitektur. Beberapa kota terkenal sebagai kota-kota peradaban Islam ada di negeri ini, seperti Samarkand yang merupakan pusat kekaisaran Timur Leng, negarawan terkenal Uzbekistan yang pernah menaklukkan dinasti Ottoman Turki pada akhir abad ke-14.

Awalnya, Uzbekistan merupakan gabungan dari tiga buah kerajaan Islam Bukhara, Khiva, dan Kokand yang pada 1860-1870 diduduki oleh kekaisaran Rusia. Pada 1924, Uzbekistan berdiri sendiri sebagai republik. Namun setahun kemudian pada bulan Mei, Uni Soviet menguasai negeri ini bersama 14 negara lain yang membentuk satu kekuatan politik di dunia berbasis komunis. Barulah pada 31 Agustus 1991 Uzbekistan memisahkan diri menjadi negara berdaulat.


Bukhara dan Samarkand
-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-

Kebijakan Soviet yang membatasi kegiatan-kegiatan keberagamaan telah membuat warga Uzbekistan tak mampu menghayati keberislaman secara utuh. Namun, setelah berdaulat, warga Uzbekistan berusaha kembali mengembangkan agama Islam. Masjid-masjid dibangun secara gencar, begitu pula madrasah dan perguruan tinggi. Di Taskent, ibukota Uzbekistan, berdiri Universitas Islam yang beberapa waktu lalu mengadakan kerjasama dengan Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta. Memang butuh waktu lama untuk memulihkan kembali gairah keberagamaan di sana setelah 6 generasi muslim di sana dicengkeram Soviet.

Kekayaan Islam di negeri Uzbek barangkali akan menjadi modal penting bagi muslim Uzbek untuk kembali menyentuh ruh kehidupan Islam secara utuh. Dengan modal itu Uzbekistan menjadi tujuan wisata rohani yang tak kalah dengan Arab Saudi, Mesir atau Irak. Warga muslim dunia banyak yang mengunjungi negeri yang bisa ditempuh 4 jam dari Rusia ini untuk berziarah.

Malam Imam Bukhari menjadi situs penting yang layak untuk dikunjungi. Imam Bukhari terlahir di Bukhara, salah satu daerah di barat Uzbekistan, pada 13 Syawal 194 H bertepatan dengan 21 Juli 810 M. Perawi hadist bernama asli Abu Abdullah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin Al-Mughirah bin Bardizbah Al-Ju'fi Al-Bukhari ini bukan sosok sembarangan dalam dunia pengetahuan Islam. Dialah perawi hadist yang mengumpulkan hadist-hadist shahih yang berasal dari Rasulullah yang dibukukan dalam kitab Shahih Bukhari yang keotentikan serta kevalidannya sangat terpercaya. Sosok ini menjadi penghubung dua kota penting di Uzbekistan yakni Bukhara dan Samarkand. Imam Bukhari lahir di Bukhara namun ia dimakamkan di Samarkand.

Senin, 22 Desember 2014

Tokoh - Tokoh Nyeleneh dari JIL, IAIN, UIN (Mohon Tidak Usah Ada Pertentangan, Jika Tidak Setuju)

Oleh : Ustadz Hartono Ahmad Jaiz

seorang terkemuka dari kalangan yang nyeleneh (aneh pendapatnya) dan bahkan orang-orang yang nyeleneh pun mengakuinya, sebagai orang yang berperan penting yang Dawam Rahardjo sebut liberalisme Islam (dalam menumbuhkan kenyelenehan?) adalah Mukti Ali guru besar IAIN Jogjakarta. Ini paling kurang adalah seperti yang diakui oleh Dawam Rahardjo di antaranya ditulis Koran Republika.

Mukti AliMukti Ali

Cap buruk dari masyarakat belum sempat melekat di dalam nama Mukti Ali semasa hidupnya. Tetapi tokoh yang belum menerima gelar-gelar buruk itupun telah melakukan sebongkah pembelaan dan bahkan penumbuhkembangan perusakan Islam secara sistematis di Indonesia lewat pendidikan tinggi Islam dan karya tulis yang merusak Islam secara terang-terangan, yaitu membela dan bahkan sebagai pemberi kata pengantar buku yang merusak aqidah Islam, berjudul Catatan Harian Ahmad Wahib, 1982. Apalagi mereka-mereka yang oleh masyarakat sudah diberi cap buruk atau paling kurang sebagai sosok nyeleneh (aneh pendapat-pendapatnya), bisa dijumpai di berbagai tempat di antaranya:

1. Nurcholish Madjid

Nurcholish Madjid, dosen di IAIN Jakarta, pendiri Yayasan Wakaf Paramadina dan rektor Universitas Paramadina Mulya Jakarta. Pada saat naskah ini ditulis, dia baru saja pulang dari perawatan di rumah sakit di Singapura ke rumah sakit pula di Pondok Indah Jakarta. Setelah hatinya di cangkok dengan hati orang Cina Komunis asli negeri Cina Tiongkok di Cina, dia harus dirawat di Singapura.

Pencangkokan hati itu mengharuskan Nurcholish disuntik untuk mengurangi daya tolak tubuh atas hati cangkokan baru itu. Namun akibatnya kekebalan tubuhnya harus dikurangi, maka ususnya terkena infeksi, dan harus dirawat di RS Singapura, selama 6 bulan. Kemudian pulang ke Indonesia bukan pulang ke rumah tetapi ke rumah sakit pula, yaitu di Pondok Indah Jakarta, 17 Februari 2005, dengan harus selalu pakai masker, dan ditangani 6 dokter spesialis.

Nurcholish Madjid dulu (1970) mencoba mengemukakan gagasan “pembaharuan” dan mengecam dengan keras konsep negara Islam sebagai berikut:

“Dari tinjauan yang lebih prinsipil, konsep “Negara Islam” adalah suatu distorsi hubungan proporsional antara agama dan negara. Negara adalah salah satu segi kehidupan duniawi yang dimensinya adalah rasional dan kolektif, sedangkan agama adalah aspek kehidupan yang dimensinya adalah spiritual dan pribadi.”

Pada tahun 1970 Nurcholish Madjid melontarkan gagasan “Pembaharuan Pemikiran Islam”. Gagasannya itu memperoleh tanggapan dari Abdul Kadir Djaelani, Ismail Hasan Meutarreum dan Endang Saifuddin Anshari. Sebagai jawaban terhadap tanggapan itu Madjid mengulangi gagasannya itu dengan judul “Sekali lagi tentang Sekularisasi”.

Kemudian pada tanggal 30 Oktober 1972, Madjid memberikan ceramah di Taman Ismail Marzuki, Jakarta, dengan judul “Menyegarkan Faham Keagamaan di Kalangan Umat Islam Indonesia”. Salah satu kekeliruan yang sangat mendasar dari Nurcholish Madjid ialah pemahamannya tentang istilah “sekularisasi”. Ia menghubungkan sekularisasi dengan tauhid, sehingga timbul kesan “seolah-olah Islam memerintahkan sekularisasi dalam arti tauhid”.

Di samping itu Nurcholish mengemukakan bahwa Iblis kelak akan masuk surga. Ungkapannya yang sangat bertentangan dengan Islam itu ia katakan 23 Januari 1987 di pengajian Paramadina yang ia pimpin di Jakarta. Saat itu ada pertanyaan dari peserta pengajian, Lukman Hakim, berbunyi: “Salahkah Iblis, karena dia tidak mau sujud kepada Adam, ketika Allah menyuruhnya. Bukankah sujud hanya boleh kepada Allah?”

Dr. Nurcholish Madjid, yang memimpin pengajian itu, menjawab dengan satu kutipan dari pendapat Ibnu Arabi, dari salah satu majalah yang terbit di Damascus, Syria bahwa: “Iblis kelak akan masuk surga, bahkan di tempat yang tertinggi karena dia tidak mau sujud kecuali kepada Allah saja, dan inilah tauhid yang murni.”

Nurcholish juga mengatakan, “Kalau seandainya saudara membaca, dan lebih banyak membaca mungkin saudara menjadi Ibnu Arabi. Sebab apa? Sebab Ibnu Arabi antara lain yang mengatakan bahwa kalau ada makhluk Tuhan yang paling tinggi surganya, itu Iblis. Jadi sebetulnya pertanyaan anda itu permulaan dari satu tingkat iman yang paling tinggi sekali. Tapi harus membaca banyak.”

Itulah ungkapan pembela Iblis. Padahal Iblis jelas kafir, dan yang kafir itu menurut QS Al-Bayyinah ayat 6 tempatnya di dalam neraka jahannam selama-lamanya.

Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat: “Sujudlah kamu kepada Adam,” maka sujudlah mereka kecuali Iblis; ia enggan dan takabur dan adalah ia termasuk golongan orang-orang yang kafir. (QS Al-baqarah: 34).

Sesungguhnya orang-orang kafir yakni ahli Kitab dan orang-orang musyrik (akan masuk) ke neraka Jahannam; mereka kekal di dalamnya. Mereka itu adalah seburuk-buruk makhluk. (QS Al-Bayyinah/ 98: 6).

Masalah hati Nurcholish Madjid dicangkok dengan hati Cina di Negeri Cina, ada orang yang jadi mudah teringat lontaran-lontaran Nurcholish Madjid dalam beberapa hal, yang kaitannya dengan Cina ataupun komunis, atau tentang pencangkokan.

Pertama: Nurcholish Madjid mempidatokan di universitas-universitas terkemuka di Eropa, Ramadhan 2002, bahwa Islam adalah agama Hibrida alias cangkokan. Pidatonya itupun dimuat di situs JIL (islamlib.com). Nurcholish Madjid hanya mengemukakan secuil bukti yang dia ada-adakan, yaitu katanya, di Al-Qur’an ada lafal Qisthas dari bahasa Yunani Justis yang artinya adil. Dan di Al-Qur’an ada lafal Kafuro, menurut Nurcholish, dari bahasa Melayu, kapur barus. Dengan dua potong kata yang tanpa bukti ilmiah itu kemudian Nurcholish simpulkan bahwa Islam adalah agama hibrida, maka bukan Islamnya yang hibrida, tapi hati dia yang di hibrida dengan hati Cina Komunis.

Kedua, di tahun 1980-an, Bambang Irawan Hafiluddin (gembong Islam Jama’ah) dan Hasyim Rifa’i (da’i Islam Jama’a'ah, keduanya kemudian keluar dari Islam Jama’ah karena menyadari aliran yang kini bernama LDII itu benar-benar sesat jauh) berkunjung ke rumah Nurcholish Madjid di Tanah Kusir Jakarta Selatan. Kedua tamu ini kaget ketika Nurcholish Madjid mereka tanya, Negara mana yang di dunia ini pantas untuk ditiru sebagai teladan. Ternyata jawaban Nurcholish: Negara Cina Tiongkok, karena di sana tidak ada perzinaan, pencurian dan sebagainya. Kedua tamu ini terheran-heran. Sampai 20 tahun keheranannya itu tambah teringat lagi ketika mereka mendengar berita bahwa Nurcholish Madjid hatinya dicangkok dengan hati Cina Komunis di negeri Cina, pertengahan tahun 2004. Ini menurut pengakuan Ustadz Hasyim Rifa’i kepada penulis ketika bertemu di Cisarua Bogor, menjelang Iedul Adha 1425H, Selasa 19 Januari 2004. Jadi Nurcholish Madjid benar-benar mendapatkan hati teladan (impiannya?).

Ketiga, Nurcholish Madjid menuduh PKI (Partai Komunis Indonesia) terhadap anak-anak Ma’had Al-Qolam Pasar Rumput Jakarta yang memberikan brosur kepada Nurcholish Madjid berupa jawaban/bantahan atas ungkapan Nurcholish Madjid bahwa Iblis kelak akan masuk surga.

Peristiwa tuduhan PKI yang terlontar dari mulut Nurcholish Madjid terhadap santri-santri yang berlangsung di tahun 1987 itu ternyata berbalik ke diri Nurcholish Madjid bahwa hati dia dicangkok dengan hati orang Cina Tiongkok yang komunisnya asli, bukan Assembling seperti PKI. Debat dan tuduhan Nurcholish Madjid terhadap santri-santri itu di muat di buku saya, Menangkal Bahaya JIL dan FLA, 2004.
Nurcholis MajidNurcholis Majid

2. Abdul Munir Mulkhan

Prof. Dr. Abdul Munir Mulkhan, S.U, guru besar Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, Ketua Senat UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2013-2015. Lahir di Jember 13 November 1946. Sejak tahun 1965 hingga sekarang, mengabdikan ilmunya dengan menjadi guru. Pernah kuliah di FIP UNEJ, Tarbiyah IAIN Jember dan IAIN Metro Lampung, dan Fak Tarbiyah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. S-1 Sd S-3 UGM Yogyakarta. Gelar akademis guru besar diraih tahun 2003, mengikuti Postdoctoral Research di McGill University Canada tahun 2003, Researh Fellow di Nanyang Technological University of Singapore 2006. Pernah menjadi guru agama SD di Jember dan Lampung, Kepala KUA Kecamatan Sekampung Lampung, tahun 1979 menjadi pegawai Kanwil Depag Prop DIY, 1991 mutasi sebagai dosen di Fakultas Tarbiyah & Keguruan UIN (dulu IAIN).
Kini, aktif mengajar di Fakultas Ilmu Tarbiyah & Keguruan dan Pascasarjana Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta. Selain sebagai pendidik, guru besar UIN Sunan Kalijaga yang tinggal di Kotagede Jogjakarta ini juga aktif dalam organisasi Muhammadiyah semenjak tahun 1966. Pernah menjabat Wakil Sekretaris (Jendral) Pimpinan Pusat Muhammadiyah Periode 2000-2005, Anggota Majlis DIKTI (Pendidikan Tinggi) PP Muhammadiyah Periode1988-2000, 2005-2015. Komisioner KOMNAS HAM RI Periode 2007-2012.
Menulis lebih 70 buku, di antaranya: (1) Runtuhnya Mitos Politik Santri (Yogyakarta; Sipres, 1992); (2) Perubahan Perilaku Politik Muslim (Jakarta: Rajawali, 1993); (3) Cerdas Di Kelas Sekolah Kepribadian John P Miller (Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2002); (4) Spiritualitas Pendidikan Islam: Solusi Problem Pendidikan Islam, Sebuah Pengantar Filsafat Pendidikan Islam (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2003), (5)  Islam Sejati; Kiai Ahmad Dahlan dalam Kehidupan Petani (Jakarta: Serambi, 2005), (6) Syekh Siti Jenar; Pergumulan Islam-Jawa (Yogyakarta: Bentang, 2000), (7) Ajaran dan Jalan Kematian Syekh Siti Jenar (Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2002), (8) Bijak & Jenaka: Melipur Hati dengan Kisah Bergizi (Jakarta: Zaman, 2008), (9)  Makrifat Burung Surga dan Ajaran Kasampurnan Syekh Siti Jenar (Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2008), (10) Misteri Kematian Syekh Siti Jenar (Bandung: Mizania, 2009); (11) Politik Santri; Cara Menang Merebut Hati Rakyat (Yogyakarta: Kanisius, 2009), (12) Misteri Kematian Syekh Siti Jenar (Bandung: Mizan, 2009), (13) Jejak Pembaruan Sosial dan Kemanusiaan Kiai Ahmad Dahlan (Kompas, 2010), (14) Marhaenis Muhammadiyah; Ajaran dan Pemikiran Kiai Ahmad Dahlan (Yogyakarta: Galang, 2010), (15) Guru Sejati Syekh Siti Jenar Guru Sejati (Yogyakarta: Metro Epistema, 2012), (16) Jihad Melawan Kemiskinan dalam Fitrah dan Ibadah Kurban (Yogyakarta: Metro Epistema, 2012), (17) Islam Kultural Kiai Dahlan; Mengembangkan Dakwah Secara Cerdas dan Maju Bersama (Jakarta: Grafindo Khazanah Ilmu, 2012), (18) Jejak-Jejak Terakhir Majapahit; Syekh Siti Jenar & Kematian Ki Ageng Pengging (Yogayakarta: Metro Epistema, 2013). (19) Makrifat Syekh Siti Jenar dalam Kesetiaan Zaenab dan 99 Burung Surga (Yogyakarta; Metro Epistema, 2013).



Abdul Munir Mulkhan, wakil rektor UIN Yogjakarta dan petinggi di Muhammadiyah berpendapat, kalau yang masuk surga orang tertentu (Islam) saja maka akan kesendirian dan tak kerasan di surga.

Dalam hal bicara surga, yang sebenarnya menurut Islam termasuk hal ghaib yang hanya boleh bicara berdasarkan wahyu (Al-Qur’an dan As-Sunnah) karena yang tahu kunci-kunci hal ghaib itu hanya Allah dan para utusan (Rasul) yang Dia beritahu, namun Mulkhan sangat berani mereka-reka dengan mengatakan: “Surga Tuhan itu nanti dimungkinkan terdiri dari banyak kamar yang bisa dimasuki dengan beragam jalan atau agama. Karena itu, semua manusia berpeluang masuk surga sesuai keagamaan dan kapasitasnya masing-masing, jika benar-benar memang percaya (iman) dan berminat.

Ungkapan-ungkapan Abdul Munir Mulkan ini adalah kebohongan yang di landasi dengan duga-duga belaka, tidak lebih unggul dibanding dukun-dukun yang mengaku-ngaku dirinya tahu rahasia keghaiban atas bisikan Syetan sebagai walinya. Ungkapannya yang sangat berbahaya adalah: “Surga Tuhan itu nanti dimungkinkan terdiri dari banyak “kamar” yang bisa dimasuki dengan beragam jalan atau agama.” Kalimat Abdul Munir Mulkhan itu bertentangan dengan Al-Qur’an:

Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi. (QS. Ali Imran: 85).

Di kesempatan lain Mulkhan mengatakan, “Dalam logika orang desa, kalau ada satu kelompok yang merasa benar sendiri dan yang lain dituding salah atau sesat, nanti saya khawatir kesepian di Surga; tidak ada temannya. Klaim-klaim kebenaran absolut seperti itu sesungguhnya lebih menunjukkan, barangkali dalam bahasa yang agak Sarkastik, kurang menyadari bahwa hidup sosial tidak bisa sendirian. Di hutan saja pun tidak bisa hidup sendirian, mesti bersama hewan-hewan, pohon-pohonan dan semak-belukar.”

Ungkapan Abdul Munir Mulkhan, “kesendirian, tidak kerasan di surga” dan sebagainya itu bertentangan dengan ayat:

Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal saleh, bagi mereka adalah surga Firdaus menjadi tempat tinggal, mereka kekal di dalamnya, mereka tidak ingin berpindah daripadanya. (QS. Al-Kahfi: 107-108).

Kalau orang Liberal masih berkilah bahwa mukmin di situ termasuk pula kini orang-orang Yahudi, Nasrani dan lainnya, maka kilah mereka itu sudah ada jawaban tuntasnya:

‘An Abii Hurairota ‘an Rasuulillahi annahu qoola: “Walladzii nafsi Muhammadin biyadihi, laa yasma’u bii ahadun min haadzihil Ummati Yahuudiyyun walaa nashrooniyyun tsumma yamuutu walam yu’min billadzii ursiltu bihii illaa kaana min ash-haabin naari.” (Muslim).

Diriwayatkan dari Abu Hurairah dari Rasulullah bahwa beliau bersabda: “Demi Dzat yang jiwa Muhammad ada di tangan-Nya, tidaklah seseorang dari Ummat ini yang mendengar (agama)ku, baik dia itu seorang Yahudi maupun Nasrani, kemudian dia mati dan belum beriman dengan apa yang aku diutus dengannya, kecuali dia termasuk penghuni neraka.”

(Hadits Riwayat Muslim bab Wujubul Iimaan birisaalati nabiyyinaa ilaa jamii’in naasi wa naskhul milal bimillatihi, wajibnya beriman kepada risalah Nabi kita Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bagi seluruh manusia dan penghapusan agama-agama dengan agama beliau).
Abdul Munir MulkhanAbdul Munir Mulkhan
3. Djohan Effendi

Djohan Effendi, anggota resmi aliran sesat Ahmadiyah, penyunting buku Catatan Harian Ahmad Wahib Pergolakan Pemikiran Islam. Isinya sangat menyesatkan, di samping mengkampanyekan faham Pluralisme Agama (menyamakan semua agama) masih pula ditambah dengan pernyataan-pernyataan yang menghina Nabi Muhammad, misalnya Wahib menginginkan Nabi yang tingkat Internasional.

Pemikir Islam Inklusif

Dalam seminggu terakhir, nama Djohan Effendi memang disebut-sebut sebagai calon petinggi di lingkungan Sektretariat Negara. Namun, kepastian baru datang setelah Bondan Gunawan menanggalkan jabatannya sebagai Pjs. Sekretaris Negara dan Sekretaris Pengendali Pemerintahan. Laiknya pejabat pengganti, jati diri Djohan menarik dipertanyakan: Siapakah dia?. Mampukah ia menyejukkan lingkungan istana yang sedang gerah?.

Di kalangan peminat pemikiran Islam, nama Djohan Effendi (60 tahun), bukan nama asing. Ia sudah malang-melintang sebagai pemikir Islam Inklusif yang sangat Liberal. Dalam memahami agama, Djohan sampai pada kesimpulan: "Pada setiap agama terdapat kebenaran yang bisa diambil." Karena itu, ia sangat prihatin pada segala bentuk pertetangan yang mengatasnamakan agama.

Kecendikiaan Djohan diakui Greg Barton. Dalam disertasinya di Universitas Monash-Australia, Barton mensejajarkan Djohan dengan Nurcholish Madjid, Abdurrahman Wahid, dan Ahmad Wahib sebagai sesama pemikir neo-Modernis Islam.

Sosoknya memang terbuka, dan itu sudah berakar pada dirinya sejak kecil. Pria kelahiran Kandangan-Kalimantan Selatan itu gemar mempelajari berbagai hal. Selain mengaji Al-Quran, Djohan kecil juga keranjingan membaca biografi tokoh dunia. Ketekunan menyimak buku itu diwariskan ibunya-yang sekalipun pedagang kecil, getol membaca.

Setelah menamatkan pendikan dasarnya, atas biaya ikatan dinas pemerintah, Djohan melanjutkan ke Pendidikan Guru Agama (PGA) di Banjarmasin. Setelah itu, Djohan melanjutkan studi ke Pendidikan Hakim Islam Negeri (PHIN) Yogyakarta. Di sana, Djohan mulai mendalami polemik filosofis antara Al-Ghazali dan Ibnu Rusyd. Ia merenungkan sejumlah konsep keimanan yang sangat abstrak, seperti keabadian alam, takdir, kebebasan manusia, kekuasaan Tuhan. "Itu nyaris menggoyahkan keimanan saya", katanya mengenang.

Ketika penggembaraan intelektualitas menemui kebimbangan, Djohan berkenalan dengan buku-buku Ahmadiyah karya Muhammad Ali. Ia lalu bertemu dengan Muhammad Irsjad dan Ahmad Djojosugito dua tokoh Ahmadiyah Lahore. Djohan tertarik pada cara interpretasi Ahmadiyah yang sangat rasional, sekaligus spiritualistik. Kegandrungan mempelajari Ahmadiyah tersebut membuat Djohan dituduh sebagai pengikut kelompok keagamaan asal India itu. Tapi, Djohan sendiri membantahnya.

Setamat dari PHIN, Djohan sempat menjadi "birokrat lokal". Selama dua tahun, ia bekerja sebagai pegawai Departemen Agama di Amuntai-Kalimantan Selatan. Kesempatan untuk menimba ilmu kembali terbuka ketika Djohan mendapat tugas belajar ke Fakultas Syariah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Kesempatan itu digunakannya untuk mendalami kajian tafsir. Di kota gudeg itu, Djohan lebih keranjingan membaca buku di perpustakaan, ketimbang mengikuti kuliah dosen.

Lulus IAIN, dua tahun kemudian, Djohan ditempatkan di Sekretariat Jenderal Departemen Agama. Tak lama disana, lalu diangkat menjadi staf pribadi Menteri Agama Mukti Ali. Lima tahun menjadi staf menteri, Djohan sempat dikaryakan ke Sekretaris Negara. Kehadirannya di Setneg, khusus untuk membantu menyusun pidato-pidato mantan Presiden Soeharto. "Kesepakatannya, saya jangan dipaksa menulis hal-hal yang tidak saya setujui," katanya mengenai pengalamannya.

Pada 1993, ia meraih gelar ahli peneliti utama Departemen Agama, setingkat dengan profesor atau guru besar di perguruan tinggi. Dalam pidato sambutan penganugerahan gelarnya, pemikiran moderat Djohan lagi-lagi mengemuka. Djohan menyinggung-nyinggung keberadaan kelompok penganut minoritas yang sering mendapat perlakukan tidak adil, seperti Konghucu dan Bahai. "Saya sempat disuruh menghapus bagian pidato itu. Tapi saya tidak mau," tandasnya.

Semasa Tarmidzi Taher menjadi Menteri Agama (1993-1998), posisi Djohan di Depag sempat menjadi tidak jelas. Karier Djohan sebagai penulis pidato Presiden pun tamat ketika ia "nekat" mendampingi KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) berkunjung ke Israel, 1994. Kunjungan itu ditentang keras oleh sejumlah kelompok Islam. Bahkan, Moerdiono, Sekretaris Negara saat itu, juga ikut menyesalkannya.

Gerah di tanah air, sejak 1995, Djohan "menggembara" ke Australia. Ia mengambil program doktor di Universitas Deakin, Geelong, Victoria. Disertasinya masih di garap sampai sekarang. Judulnya "Progresif Tradisional: Studi Pemikiran Kalangan Muda NU, Kiai Muda NU, dan Wanita NU".

Dari segi pemikiran, Djohan memang memiliki kedekatan dengan Gus Dur. Keduanya "bermazhab" kulturalis dan sama-sama penganjur inkusifisme beragama. Kedekatan ini dipertegas dengan keanggotaan Djohan di Forum Demokrasi, di mana Gus Dur sempat lama menjadi ketuanya.

"Kecelakaan sejarah" tanah air dua tahun lalu, menarik Djohan untuk balik ke Jakarta. Atas permintaan Menteri Agama saat itu, Malik Fadjar, sejak 20 Oktober 1998, Djohan diangkat sebagai Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan (Kabalitbang) Departemen Agama. Selama menjadi Kabalitbang, Djohan tinggal di kantornya, Jalan Thamrin, Jakarta Pusat. Namun, karena Djohan juga masih mahasiswa, setiap tiga bulan sekali, ia harus terbang ke Australia. Selain untuk keperluan studi, bagi Djohan, Australia sekaligus menjadi tempat melepas kangen. Maklum saja, sang Istri, tiga anak, dan seorang cucu tercinta masih tinggal di sana. (tempo.co.id)
Djohan EffendiDjohan Effendi

4. Dawam Rahardjo

Dawam Rahardjo, petinggi Muhammadiyah pembela aliran-aliran sesat di antaranya Ahmadiyah, bahkan dirinya mengatasnamakan Muhammadiyah mengundang Tahir Ahmad yang dianggap Khalifah ke-4 bagi Ahmadiyah, tinggal di London, untuk datang ke Indonesia.

Dawam Rahardjo-lah yang menyambut kehadiran Tahir Ahmad penerus nabi palsu Mirza Ghulam Ahmad di Bandara Cengkareng Jakarta dengan mengalungkan bunga padanya dan membawa-bawa penerus nabi palsu itu ke ketua MPR Amien Rais dan Presiden Gus Dur tahun 2000.

Padahal Ahmadiyah itu selain memalsu nabi, memalsu pula ayat-ayat Al-Qur’an dengan memiliki kitab suci Tadzkirah. Namun semua itu dianggap sama saja dengan Islam, dan hanya beda penafsiran, menurut Dawam Rahardjo yang suka membela lagi mengusung kesesatan ini.

Dawam Rahardjo ini pula yang membela Ulil Abshar Abdalla dalam kasus penghinaan Islam dengan tulisan Ulil di Kompas, 18 Nopember 2002, Menyegarkan Kembali Pemahaman Islam. Isinya, menegaskan bahwa Ulil tidak percaya adanya hukum Tuhan.

Ulil Abshar Abdalla menyatakan, bahwa: "Semua agama sama. Semuanya menuju jalan kebenaran. Jadi, Islam bukan yang paling benar" (Gatra, edisi 21 Desember 2002). Larangan kawin beda agama, dalam hal ini antara perempuan Islam dengan lelaki non-Islam, sudah tidak relevan lagi (Kompas, 18 November 2002). Namun pernyataan Ulil yang menurut aqidah Islam telah memurtadkan itu justru dibela oleh Dawam Rahardjo, baik lewat tulisan-tulisannya, misalnya lewat Majalah Tempo pimpinan Gunawan Mohamad (orang yang dikagumi Ulil dan dipercaya oleh The Asia Foundation dan semacamnya untuk memelihara JIL dan sebangsanya).

Majalah Panjimas –yang sempat terbit sementara waktu hangat-hangatnya protes terhadap puncak kengawuran Ulil tahun 2002-2003, maupun lewat televisi misalnya Metro TV, sampai-sampai Dawam Rahardjo mengatakan bahwa Al-Qur’an itu Filsafat, namun ketika ditanya oleh KH Athi’an Ali lewat telepon dari Bandung, Dawam Rahardjo hanya manyun belaka sebagaimana biasanya.

Dawam RahardjoDawam Rahardjo

5. Moeslim Abdurrahman

Moslim Abdurrahman penolak keras diterapkannya syari’ah Islam, pengurus Muhammadiyah pula. Dia mengatakan, kalau syari’at Islam diterapkan maka yang jadi korban pertama adalah perempuan. Perkataan ini sama dengan menuduh Allah itu dhalim. Na’udzubillahi min dzalik. Sebegitu beraninya, seorang makhluq membantah aturan Tuhannya, hanya karena untuk menyenangkan hati bossnya yang diyakini sebagai penentang Allah, sekaligus mengajak manusia kepada penentangan yang nyata.

Moeslim AbdurrahmanMoeslim Abdurrahman

6. Abdurrahman Wahid

Abdurrahman Wahid (Gus Dur) pencetus gagasan "Assalamu’alaikum" diganti dengan "Selamat Pagi". Dalam tragedi Tsunami di Aceh 26 Desember 2004 yang menewaskan 150.000an jiwa lebih dan menghancurkan hampir seluruh bangunan, Gus Dur bersuara di Radio Jakarta News FM, agar mayat-mayat di Aceh itu dibakar saja di tempat. Alasannya, karena dia dibilangi adiknya, dr. Umar, katanya sarung tangan tidak cukup aman untuk mengevakuasi mayat-mayat. Ketika Gus Dur ditanya, apakah tidak melanggar agama, kalau mayat-mayat itu dibakar?, Gus Dur malah mengemukakan bahwa yang menolak dibakarnya mayat-mayat itu hanya orang yang tak tahu agama (Islam).

Namun “fatwa” nyeleneh Gus Dur ini sebagaimana biasa sudah tidak di gubris orang. Sebagaimana dia ketika kalah dalam pemilihan ketua umum PBNU di Muktamar NU di Boyolali Jawa Tengah 2004 lalu dia mengancam mau membuat NU tandingan pun orang banyak yang tidak menggubrisnya, kecuali sekadar sebagai ramai-ramai berita saja. Tetapi ini bukan berarti menutup kemungkinan adanya NU tandingan yang dia ancamkan.

Gus DurGus Dur

7. Zainun Kamal

Zainun Kamal penghalal nikah antara Muslimah dengan lelaki Nasrani, pada Hari Ahad tanggal 28 November 2004 Zainun Kamal menikahkan wanita Muslimah. Suri Anggreni alias Fithri, dengan lelaki Kristen, Alfin Siagian, di Hotel Kristal Pondok Indah Jakarta Selatan. Lalu pengantin diberkati pendeta di situ. Ijab Qabul cara Islam, dibimbing oleh Dr Zainun Kamal, dosen UIN Jakarta, dari Yayasan Wakaf Madani, Kompleks Perumahan Dosen UIN Ciputat Jakarta Selatan. Ini telah menghalalkan yang haram, karena muslimah itu dengan tegas diharamkan menikah dengan lelaki kafir, dalam Surat:

Hai orang-orang yang beriman, apabila datang berhijrah kepadamu perempuan-perempuan yang beriman, maka hendaklah kamu uji (keimanan) mereka. Allah lebih mengetahui tentang keimanan mereka; maka jika kamu telah mengetahui bahwa mereka (benar-benar) beriman maka janganlah kamu kembalikan mereka kepada (suami-suami mereka) orang-orang kafir. Mereka tiada halal bagi orang-orang kafir itu dan orang-orang kafir itu tiada halal pula bagi mereka. (QS. Al-Mumtahanah: 10).

Orang Kristen itu jelas kafir, maka termasuk dalam larangan nikah dengan muslimah. Kekafiran orang Kristen itu ditegaskan dalam Surat Al-Bayyinah ayat 6:

Sesungguhnya orang-orang kafir yakni ahli Kitab dan orang-orang musyrik (akan masuk) ke neraka Jahannam; mereka kekal di dalamnya. Mereka itu adalah seburuk-buruk makhluk. (QS. Al-Bayyinah: 6).

Zainun KamalZainun Kamal

8. Munawir Sjadzali

Munawir Sjadzali – mendiang — penggagas penyamaan bagian waris antara laki-laki dan perempuan. Padahal dalam Al-Qur’an ditegaskan:

Allah mensyari`atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu: bahagian seorang anak lelaki sama dengan bahagian dua orang anak perempuan; (QS. An-Nisaa’: 11).

Munawir juga berani menganggap beberapa ayat Al-Qur’an kini tidak relevan lagi. Dalam 10 tahun atau dua periode dia jadi Menteri Agama RI telah mengirimkan dosen-dosen IAIN ke Barat untuk apa yang disebut studi Islam, lebih dari 200 orang untuk meraih gelar doktor dan master di bidang agama.

Aneh, belajar ilmu Islam kok kepada orang-orang kafir atau paling kurang orang Sekuler di Barat. Padahal Al-Qur’an Surat Al-Baqarah ayat 120 dan QS Al-Baqoroh ayat 109 telah memperingatkan tentang bahaya orang-orang kafir Ahli Kitab, Yahudi dan Nasrani, yang sangat ingin mengembalikan Muslimin kepada kekafiran.

Pengiriman dosen-dosen IAIN ke Barat untuk belajar Islam kepada orang kafir yang sudah digalakkan sejak Menteri Agama Mukti Ali 1975 ini jelas tidak sesuai dengan petunjuk Allah , maka bila akibatnya rusak, itu sudah pasti. Bahasa Jawanya, “kutuk marani sunduk atau ulo marani gebuk” (Ikan mendatangi pancing atau ular mendatangi pukulan. Maknanya: usaha yang salah, payah-payah hanya mencari celaka). Dan itulah yang akibatnya kini alumninya banyak yang nyeleneh sebagaimana dalam uraian ini.

Munawir SadzaliMunawir Sadzali

9. Harun Nasution

Harun Nasution tokoh di IAIN Jakarta yang menggemakan istilah pembaruan Islam dialihkan maknanya menjadi: Memperbaharui dengan model modern (Barat), sampai yang menghalalkan dansa-dansa campur aduk laki perempuan seperti Rifa’at At-Thahthawi (Mesir) pun dikategorikan dalam satu nama yaitu kaum Modernis.

Mendiang Prof Dr Harun Nasution alumni McGill Canada yang bertugas di IAIN Jakarta itu pun memuji Rifa’at Thahthawi (orang Mesir, alumni Prancis) sebagai pembaharu dan pembuka pintu ijtihad (Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam Sejarah Pemikiran dan Gerakan, hal 49).

Padahal, menurut Ali Muhammad Juraisyah dosen Syari’ah di Jami’ah Islam Madinah, Rifa’at Thahthawi itu alumni Barat yang paling berbahaya. Rifa’at Thahthawi tinggal di Paris 1826-1831M yang kemudian kembali ke Mesir dengan bicara tentang dansa yang ia lihat di Paris bahwa hanya sejenis keindahan dan kegairahan muda (syalbanah), tidaklah fasik berdansa itu dan tidaklah fasik (tidak melanggar agama) berdempetan badan (dalam berdansa laki-perempuan itu, pen).

Ali Juraisyah berkomentar: Sedangkan Rasulullah bersabda: “Likulli banii aadama haddhun minaz zinaa: fal ‘ainaani tazniyaani wa zinaahuman nadhru, walyadaani tazniyaani wazinaahumal bathsyu, warrijlaani tazniyaani wazinaahumal masy-yu, walfamu yaznii wazinaahul qublu, walqolbu yahwii wa yatamannaa, walfarju yushoddiqu dzaalika au yukaddzibuhu.”

Artinya: “Setiap bani Adam ada potensi berzina: maka dua mata berzina dan zinanya melihat, dua tangan berzina dan zinanya memegang, dua kaki berzina dan zinanya berjalan, mulut berzina dan berzinanya mencium, hati berzina dan berzinanya cenderung dan mengangan-angan, sedang farji/ kemaluan membenarkan yang demikian itu atau membohongkannya.”

(Hadits Musnad Ahmad juz 2 hal 243, sanadnya shohih, dan hadits-hadits lain banyak, dengan kata-kata yang berbeda namun maknanya sama).

Benarlah Rasulullah , dan bohonglah Syekh Thahthawi.
Harun NasutionHarun Nasution
10. Kautsar Azhari Noer

Kautsar Azhari Noer, seorang dosen UIN Jakarta, penggema ajaran Ibnu Arabi dan Pluralisme Agama. Dr Kautsar Azhari Nur orang liberal dari Paramadina Jakarta ini dalam pidato Debat Fiqih Lintas Agama di UIN (Universitas Islam Negeri) Jakarta, 15 Januari 2004, berkata: “Akidah itu memang tidak sama. Akidah itu buatan manusia bukan buatan Tuhan.”

Komentar saya: Kalau aqidah itu buatan manusia, padahal fondasi dalam agama itu justru aqidah, dapatkah agama Allah yaitu Islam itu fondasinya hanya buatan manusia?. Barangkali perkatan Dr Kautsar itu betul apabila yang dimaksud hanyalah agama buatan manusia, misalnya agama model Gatoloco dan Darmogandul, suatu kepercayaan di Jawa yang sangat menghina Islam dengan perkataan-perkataan porno dan jorok.

Tentang aqidah, penjelasan ini bisa disimak: Wakil Sultan (di Suriah tempat Ibnu Taimiyah bermukim, pen) bertanya tentang iktikad (Aqidah), maka Ibnu Taimiyah berkata: Aqidah bukan datang dariku, juga bukan datang dari orang yang lebih dahulu dariku, tapi dari Allah dan Rasul-Nya, dan apa yang di ijma’i oleh para salaf umat ini diambil dari kitabullah dan hadits-hadits Bukhari dan Muslim serta hadits-hadits lainnya yang cukup dikenal dan riwayat-riwayat shahih dari generasi salaf umat ini.

Anggapan pihak Paramadina bahwa aqidah mereka memang beda, yaitu Pluralisme Agama –menyamakan semua agama– adalah berbeda dengan orang Muslim yang aqidahnya tegas bahwa hanya Islam-lah yang benar. Al-Qur’an menyatakan sesembahan orang non Islam (kafir) itu bukan sesembahan orang Muslim dalam surat Al-Kafirun secara diulang-ulang. Tetapi dosen UIN Jakarta dan Paramadina ini berani mengatakan bahwa muslim tapi aqidahnya berbeda, yaitu Pluralisme Agama.

Bagaimanapun, keyakinan orang pluralis bertentangan dengan Islam, di antaranya bertentangan dengan Al-Qur’an Surat Al-Kafirun.

Katakanlah: “Hai orang-orang yang kafir, aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah. Untukmulah agamamu, dan untukkulah, agamaku”. (QS. Al-Kafirun: 1-6).

Kautsar Azhari NoerKautsar Azhari Noer

11. Zuhairi Misrawi

Zuhairi Misrawi (alumni filsafat Al-Azhar Mesir yang pernah diadili dan diharap Istitab (bertaubat) kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala oleh teman-temannya di Mesir karena dianggap mengatakan bahwa shalat 5 waktu tidak wajib, kata Zainul Majdi MA (alumni Al-Azhar dari Lombok), di dalam pertemuan para Ulama dan tokoh Islam di As-Syafi’iyah Jakarta, Rabu 6 Ramadhan 1425H/ 20 Oktober 2004.

Zuhairi Misrawi ini bertekad, seandainya dia jadi ketua MUI (Majelis Ulama Indonesia), maka akan dia fatwakan, bahwa arti musyrik adalah politikus busuk. Lihat buku penulis, Mengkritisi Debat Fikih Lintas Agama, Al-kautsar, Jakarta, 2004).

Zuhairi MisrawiZuhairi Misrawi
12. Masdar F. Mas’udi

Masdar F. Mas’udi alumni IAIN Jogjakarta, orang NU yang menyuarakan kalau lelaki nekat berzina maka hendaknya pakai kondom, dan menyerukan musim Haji wuqufnya bukan hanya di bulan Dzulhijjah tapi bisa di Bulan Syawwal dan Dzulqo’dah.

Dosen Ilmu Fiqh, Dr. Khuzaimah T. Yango, alumni Mesir, menjelaskan dalam perkuliahan yang saya ikuti di MUI DKI Jakarta 1997 bahwa pendapat Masdar F. Mas’udi yang menyamakan pajak dengan zakat adalah jelas pendapat yang tidak benar dan tak punya landasan. Karena zakat jelas beda sekali dengan pajak. Dalam seminar pun sudah banyak yang membantah Masdar, kata Dr. Khuzaimah.

Rupanya setelah bermain-main dengan tema pajak dan zakat, Masdar masih punya “mainan” lagi yaitu tentang waktu pelaksanaan ibadah Haji.

Waktu pun berjalan terus, sedang kedudukan seseorang bisa menanjak. Di tahun 2000, Masdar Farid Mas’udi yang tadinya disebut intelektual muda itu telah menjadi Katib Syuriyah PBNU (Pengurus Besar Nahdlatul Ulama) dan Anggota Dewan Fatwa MUI (Majelis Ulama Indonesia). Dia dengan menulis embel-embel kedudukannya itu membuat artikel yang dimuat secara bersambung di Harian Republika, Jum’at tanggal 6 dan tanggal 13 Oktober 2000, berjudul Keharusan Meninjau Kembali Waktu Pelaksanaan Ibadah Haji.

Tulisan itu menyodorkan pendapat bahwa pelaksanaan ibadah haji hendaknya bukan hanya sekitar tanggal 8, 9, 10, 11, 12, 13 Dzulhijjah, tetapi kapan saja asal selama 3 bulan (Syawal, Dzulqa’dah, dan Dzulhijjah). Alasan Masdar, karena jelas di dalam Al-Qur’an Al-Hajju asyhurun ma’lumat. Haji itu di bulan-bulan yang sudah diketahui (3 bulan tersebut). Jadi, menurut Masdar, janganlah Al-Qur’an dikorbankan oleh hadits Al-Hajju ‘arafah, haji itu adalah Arafah. (Istilah Al-Qur’an dikorbankan oleh hadits itu tidak pernah dipakai oleh ulama manapun. Saya baru dengar dari pernyataan Masdar itu).

Landasan pikiran Masdar, ia kemukakan bahwa ibadah haji itu "Napak Tilas". Maka dimensi ruang itu lebih penting ketimbang dimensi lainnya termasuk waktu. Oleh karena itu, saran Masdar, agar pelaksanaan ibadah haji itu ya kapan saja, asal 3 bulan tersebut. Faham sesat dan melecehkan Islam ini dimuat di Kompas, Republika dan media lainnya.
Masdar Farid Mas'udiMasdar Farid Mas'udi

13. Ulil Abshar Abdalla

Ulil Abshar Abdalla (generasi NU yang menulis bahwa hukum Tuhan itu tidak ada, dan Vodca (minuman beralkohol lebih dari 16%) bisa jadi di Rusia halal karena udaranya dingin sekali.

Ungkapan yang merusak Islam dan menghalalkan yang haram ini ditulis di Kompas 18 November 2002/Ramadhan 1423H dan dalam wawancara dengan majalah di Jakarta. Orang ini mulai sengak perkataannya, misalnya dia mengecam Saudi dengan ungkapan bahwa duit petro dolar dari Arab itu paling hanya untuk mencetak Al-Qur’an dan buku-buku wahabi yang norak, anti intelektual… dst.

Gaya bicara semacam itu bisa mengindikasikan adanya kesombongan tersendiri, yang dalam Al-Qur’an justru disandang oleh orang-orang yang anti orang beriman:

Apabila dikatakan kepada mereka: “Berimanlah kamu sebagaimana orang-orang lain telah beriman”, mereka menjawab: “Akan berimankah kami sebagaimana orang-orang yang bodoh itu telah beriman?” Ingatlah, sesungguhnya merekalah orang-orang yang bodoh, tetapi mereka tidak tahu. Dan bila mereka berjumpa dengan orang-orang yang beriman, mereka mengatakan: “Kami telah beriman.” Dan bila mereka kembali kepada syaitan-syaitan mereka, mereka mengatakan: “Sesungguhnya kami sependirian dengan kamu, kami hanyalah berolok-olok”. Allah akan (membalas) olok-olokan mereka dan membiarkan mereka terombang-ambing dalam kesesatan mereka. Mereka itulah orang yang membeli kesesatan dengan petunjuk, maka tidaklah beruntung perniagaan mereka dan tidaklah mereka mendapat petunjuk. (QS. Al-Baqarah: 13-16).

Ulil AbsarUlil Absar

14. Luthfi Assyaukanie

Luthfi Assyaukanie (orang Paramadina Mulia Jakarta yang menganggap teks Al-Qur’an mengalami copy-editing oleh para sahabat. Ungkapan untuk meragukan kemurnian Al-Qur’an ini disiarkan lewat internet JIL (islamlib.com): “Saya cenderung meyakini bahwa Al Qur’an pada dasarnya adalah kalamullah yang diwahyukan kepada Nabi, tapi kemudian mengalami berbagai proses copy-editing oleh para Sahabat, Tabi’in, ahli bacaan (Qurra), Otografi, mesin cetak, dan kekuasaan.” (Islamlib.com –Merenungkan Sejarah Al-Qur'an, Oleh: Luthfi Assyaukanie Tanggal dimuat: 17/11/2003).

Bagaimana liciknya orang Liberal dari Paramadina ini, memasukkan berbagai unsur termasuk kekuasaan sebagai pelaku copy-editing terhadap wahyu Allah. Di masa sekarang perpolitikan yang sangat jauh dari Islam dan penguasanya tidak takut kepada Allah, lalu digambarkan bahwa Al-Qur’an pun mengalami copy-editing oleh kekuasaan, maka bisa dibayangkan betapa tajamnya untuk menyuntikkan pemahaman yang keliru mengenai kemurnian Al-Qur’an.

Betapa tega orang itu dalam menyuntikkan benih-benih untuk meragukan kemurnian Al-Qur’an. Tangan penguasa dengan bermodal kekuasaannya dianggap telah mengedit Al-Qur’an. Meskipun ada celoteh semacam itu, namun umat Islam tetap yakin terhadap penegasan Allah.

Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Qur’an, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya. (QS. Al-Hijr: 9).

Pertanyaan yang perlu diajukan kepada Luthfi Assyaukanie, kenapa musuh Utsman bin Affan yang sampai membunuhnya, kemudian tidak membuat Al-Qur’an tandingan, kalau memang benar bahwa Utsman menggunakan kekuasaannya untuk mengedit Al-Qur’an?.

Lutfi AssyaukaniLutfi Assyaukani
15. M. Amin Abdullah

M. Amin Abdullah, Ketua Majlis Tarjih Muhammadiyah, Rektor IAIN Jogjakarta: “Tafsir-tafsir klasik Al-Quran tidak lagi memberi makna dan fungsi yang jelas dalam kehidupan umat.”

Komentar: Ini mengingkari ilmu. Sebab tafsir-tafsir klasik itu menyampaikan warisan ilmu dari Nabi Muhammad yang disampaikan kepada para sahabat, diwarisi tabi’in, lalu tabi’it tabi’in, yang kemudian diwairisi para ulama. Dengan cara menafikan makna dan fungsi tafsir-tafsir klasik Al-Qur’an, maka sebenarnya yang akan dibabat justru Al-Qur’annya itu sendiri. Karena kalau umat Islam sudah menafikan tafsir-tafsir klasik Al-Qur’an, maka tidak tahu lagi mana makna yang Rajih (kuat) dan yang Marjuh (lemah) dalam mengetahui isi Al-Qur’an.

Di samping itu, masih mengingkari keadaan manusia. Seakan-akan manusia sekarang ini bukanlah manusia model dulu, tetapi makhluk yang baru sama sekali, tidak ada sifat-sifat kesamaan dengan manusia dulu. Padahal, dari dulu sampai sekarang, dan insya Allah sampai nanti, ciri-ciri dan sifat-sifat manusia itu sama. Yang munafik ya ciri-ciri dan sifat-sifatnya sama dengan munafiq zaman dulu. Yang kafir pun demikian. Sedang yang mu’min sama juga ciri dan sifatnya dengan mu’min zaman dulu. Maka Allah telah mencukupkan Islam sebagai agama yang Dia ridhai, dan Al-Qur’an menjadi pedoman sepanjang masa, karena manusia zaman diturunkannya Al-Qur’an itu sifatnya sama dengan zaman sekarang ataupun nanti. Tinggal tergolong yang mana?. Mu’min, Munafiq atau Kafir. Hanya itu.

Apalagi hanya tafsirnya, sedang Al-Qur’annya itu sendiri tidak menambah apa-apa kecuali menambah kerugian bagi orang-orang dhalim, dan menambah larinya orang-orang kafir dari kebenaran, memang.

Allah berfirman:

Dan Kami turunkan dari Al Qur’an suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Al Qur’an itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian. (QS. Al-Israa’: 82).

Dan sesungguhnya dalam Al Qur’an ini Kami telah ulang-ulangi (peringatan-peringatan), agar mereka selalu ingat. Dan ulangan peringatan itu tidak lain hanyalah menambah mereka lari (dari kebenaran). (QS. Al-Israa’: 41).

Itulah komentar yang perlu disampaikan untuk Amin Abdullah (Rektor UIN Yogjakarta, penyeru diterapkannya metode Hermeneutik untuk menafsiri Al-Qur’an, padahal Hermeneutik itu metode untuk Injil yang memang teksnya penuh problem).
Amin AbdullahAmin Abdullah

16. Taufik Adnan Amal

Taufik Adnan Amal (dosen Ulumul Qur’an IAIN Makassar, mengemukakan bahwa ayat "Innad diena indallohil Islam" itu ada yang lebih tepat untuk sekarang "Innad diena indallohil hanifiyyah". Ungkapan Taufiq Adnan Amal dan Ulil Abshar Abdalla yang disebarkan lewat Majalah Syir’ah itu mengandung kampanye untuk meragukan kemurnian Al-Qur’an dan sekaligus meragukan masih relevannya ayat-ayat Al-Qur’an dengan masa sekarang. Tentang buku Taufiq Adnan Amal berjudul Rekonstruksi Sejarah Al-Qur’an, insya Allah dibahas di bagian bawah dari judul ini.

17. Abdul Moqsith Ghazali

Abdul Moqsith Ghazali, tadinya belajar di pascasarjana UIN Jakarta, termasuk tim penyusun draf counter legal Kompilasi Hukum Islam. Di antara isinya, Pasal yang tidak kalah kontroversial adalah pembolehan perkawinan beda agama. Tim Pengarusutamaan Gender bentukan Depag, sebagai penyusun draf, menilai pelarangan perkawinan beda agama melanggar prinsip Pluralisme dalam Islam.

Abdul Moqsith Ghazali, anggota tim penyusun, mengaku sejak semula sudah memperkirakan akan mendapatkan kritikan tajam. Timnya pun secara internal menjalani perdebatan yang panjang dan alot untuk membuahkan draf itu. Menurut dia, banyak sekali ketidakadilan dalam susunan KHI lama. ”Kami menyusun ini dengan mengacu pada dalil-dalil yang ada. Karena itu, jika memang tidak ada dalil yang melarang untuk mengubah sesuatu hal, berarti itu merupakan dalil untuk mengubah,” kata Moqsith (Republika, Selasa, 5 Oktober 2004).

Dia tak sadar, ucapannya bisa dipertanyakan, tak ada larangan nikah dengan buaya, babi dsb, apakah boleh nikah dengan babi, buaya dan sebagainya?. Pertanyaan ini dilontarkan oleh Ustadz Agus Hasan Bashori dari Malang, ketika ada kajian di Masjid Universitas Muhammadiyah Sidoarjo Jawa Timur, 9 Januari 2004).
Moqsith GhazaliMoqsith Ghazali

18. Siti Musdah Mulia

Siti Musdah Mulia (wanita, dosen pascasarjana UIN Jakarta, menyuarakan kesetaraan gender dengan membuat LSM di Departemen Agama, menyuarakan pembatalan syari’at Islam di antaranya melarang Poligami, tapi membolehkan nikah beda agama.

Ini jelas-jelas mengharamkan yang halal dan menghalalkan yang haram, dilakukan bersama timnya 11 orang plus kontributornya 16 orang. Tim pengharaman yang halal dan penghalalan yang haram itu adalah:

Dr. Siti Musdah Mulia, MA, Apu;
Drs. Marzuki Wahid, MA;
Drs. Abdul Moqsith Ghazali, MA;
Dra. Anik Farida, MA;
Saleh Partaonan, MA, M.Hum;
Drs. Ahmad Suaedy;
Drs. H Marzani Anwar, APU (alumni IAIN Jogjakarta);
H. Abdurrahman Abdullah, MA,
Dr. KH Ahmad Mubarok, MA;
Drs. Asep Taufik Akbar, MA.

Kontributor aktif 16 orang:
KH. Drs Husen Muhammad (pengasuh PP Arjawinangun Cirebon Jabar);
KH. Drs Afifuddin Muhajir, MA (pengasuh PP Sukorejo Asembagus Situbondo Jawa Timur);
Drs. Lies Marcoes-Natsir, MA (feminis Muslim);
Dr. H Zainun Kamal, MA (dosen Pascasarjana UIN Jakarta);
Dr. H Ahmad Luthfi (dosen pascasarjana UIN Jakarta);
Drs. Syafiq Hasyim, MA (Deputi Direktur ICIP Jakarta);
Faqihuddin Abdul Qadir, MA (Direktur Fahmina Institute Cirebon);
Drs. M Jadul Maula, MA (Direktur LKiS Jogjakarta);
Drs. Imam Nakhai, MHI (dosen Ma’had Aly Situbondo);
Dr. Hamim Ilyas, MA (dosen UIN Jogjakarta);
Dra. Badriyah Fayumi, Lc, MA (peneliti Puan Amal Hayati pimpinan Sinta Nuriyah isteri Gus Dur di Ciganjur Jakarta);
Drs. Noer Yamin Aini, MA (peneliti PPSDM UIN Jakarta);
Drs. Umi Khusnul Khatimah, MA (PP Fatayat NU);
Dra. Mesraini MA (staf pengajar UIN Jakarta);
Dra. Ny Hindun Anisa, MA (PP Krapyak Jogjakarta);
Drs. Fatmah Amelia, MA (dosen UIN Jogjakarta).

Mereka ini di bawah kordinator Siti Musdah Mulia mengeluarkan buku Counter Legal Draft Kompilasi Hukum Islam (KHI) dengan label Pokja Pengarusutamaan Gender Departemen Agama RI, Jakarta 2004. Isinya meresahkan umat Islam karena menghalalkan yang haram dan mengharamkan yang halal, hingga MUI berkirim surat teguran keras ke Menteri Agama Said Agil Al-Munawwar, akhirnya draf itu dicabut oleh Menag, Oktober 2004).Siti Musdah MuliaSiti Musdah Mulia

19. Faqihuddin Abdul Kodir

Faqihuddin Abdul Kodir (alumni Suriah) yang temannya sendiri seperti Adnin Armas heran, kenapa setelah jadi dosen STAIN Cirebon jadi nyeleneh dan menulis di Majalah Syir’ah yang isi majalah itu banyak menyesatkan).FaqihuddinFaqihuddin

20. Husein Muhammad

Pengasuh Pondok Pesantren Darut Tauhid-Cirebon, memberikan pengantar untuk buku In The Name ff Sex karya Soffa Ihsan yang tak sungkan membeberkan sederet pengalaman menghirup kenikmatan sesaat bersama perempuan lain –dari yang muda hingga yang tua.

Soffa Ihsan bertutur ihwal petualangannya di dunia prostitusi di kota besar hingga tempat-tempat terpencil di Sumatra. Soffa menyangsikan aturan agama dapat menyelesaikan masalah faktual, seperti pelacuran, hubungan sejenis, seks bebas, yang tak memandang kelas di masyarakat itu. Ia memandang doktrin agama tafsiran ulama klasik yang pernah dilahapnya di pesantren tidak relevan lagi dengan kenyataan yang berkembang di masyarakat. (Lihat Majalah Gatra Nomor 13 Beredar 4 Februari 2005).

Buku yang jelas-jelas membeberkan bejatnya moral diri sendiri sebagai seorang gigolo (?), masih pula menghujat Islam itu, malah diberi kata pengantar oleh Husein Muhammad. Di samping itu rupanya orang Cirebon ini dipercaya teman-teman sepenyelenehan untuk bicara gender sampai di Malaysia.

Sekalipun Husein Muhammad ini sudah dipercaya oleh orang JIL sampai jadi utusan ke Malaysia, namun ternyata keok di kandang sendiri di Cirebon, ketika melabrak seorang ustadz muda, Muhammad Toharo. Singkat peristiwanya, Husein Muhammad dan Faqihuddin beserta dua rekannya datang ke seorang ustadz muda, Muhammad Toharo, di Yayasan As-Sunnah Cirebon Jawa Barat. Empat orang berpaham model JIL itu berbantah dengan Ustadz Toharo di rumah Toharo.

Disepakati, mereka mempercayai Kitab Tafsir Ibnu Katsir, dan akan dibaca saat itu juga. Hussein Muhammad disuruh membacanya, tafsiran Surat Al-Baqarah ayat 62 yang sering dijadikan landasan faham Pluralisme Agama, menyamakan semua agama. Baru membaca beberapa baris, Hussein Muhammad di cecar, Yahudi dan Nasrani yang diterima agamanya oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala itu yang Saalifah, yang telah lalu (bukan setelah datangnya Nabi Muhammad ).

Pembacaan tafsir ini tidak diteruskan sampai hadits-hadits yang menjelaskan bahwa Yahudi dan Nasrani yang sudah mendengar seruan Nabi Muhammad dan tidak mau masuk Islam, lalu mati, maka menjadi penghuni-penghuni neraka. Akibatnya, empat orang JIL ini tidak bisa mengelak, akhirnya mengakui bahwa Yahudi dan Nasrani sekarang statusnya Kafir.

Hanya saja mereka berempat masih mengelak tentang Yahudi dan Nasrani yang statusnya kafir itu masuk neraka atau tidak. Lalu Ustadz Toharo menegaskan, menurut Al-Qur’an, orang kafir itu masuk neraka selamanya. Percaya Al-Qur’an tidak? Bila tidak percaya maka kamu Kafir, tegas Ustadzt Toharo, awal 2005. Demikian menurut penuturan Ustadz Toharo ketika penulis bertemu dengannya di Bogor, menjelang Iedul Adha 1425H/ 19 Januari 2005.
Husein MuhammadHusein Muhammad

21. Nasaruddin Umar

Nasaruddin Umar (orang UIN Jakarta yang menyebarkan feminisme dan dipercaya oleh orang JIL –Jaringan Islam Liberal untuk bicara Islam model mereka ke Amerika).

Dia diangkat jadi pengurus struktural PBNU setelah Muktamar di Donoudan-Boyolali Jawa Tengah, Syawal 1425H/November 2004, yang saat itu pesawat Lion Air tergelincir di Bandara Panasan/Adisumarmo Solo hingga di antara tokoh NU, yang duduk di DPR dan akan menghadiri muktamar itu ternyata meninggal.

Gus Dur dan Masdar Farid Mas’udi kalah telak oleh pasangan Hasyim Muzadi dan KH Sahal Mahfudz, maka Gus Dur mengancam akan membuat NU tandingan. Akibatnya, Hasyim Muzadi mengakomodasi pihak Liberal model Gus Dur dan Masdar F Mas’udi, maka dimasukkanlah Nasaruddin Umar yang Liberal dan Feminisme itu ke jajaran kepengurusan PBNU).Nasarudin UmarNasarudin Umar

22. Alwi Shihab

Alwi Shihab (tokoh di NU/PKB, pendorong awal dan pengkampanye penyamaan semua agama, berkolaborasi dengan pejabat non Islam untuk menatar para karyawan tentang faham Pluralisme Agama (menyamakan semua agama) di satu instansi meliputi Jawa dan Madura).Alwi shihabAlwi shihab
23. Quraish Shihab

Quraish Shihab mantan Menteri Agama 70 hari zaman Soeharto dan mantan Rektor IAIN Jakarta yang dikenal mengemukakan ucapan “Selamat Natal” diklaim sebagai sesuai Al-Qur’an, dan bersuara aneh tentang Jilbab hingga pernah dibantah mahasiswa Indonesia di Mesir.

Quraish Shihab menulis dengan judul Selamat Natal Menurut Al-Qur’an, di buku Membumikan Al-Qur’an. Di antara isinya:

Dalam rangka interaksi sosial dan keharmonisan hubungan, Al-Quran memperkenalkan satu bentuk redaksi, dimana lawan bicara memahaminya sesuai dengan pandangan atau keyakinannya, tetapi bukan seperti yang dimaksud oleh pengucapnya. Karena, si pengucap sendiri mengucapkan dan memahami redaksi itu sesuai dengan pandangan dan keyakinannya. Salah satu contoh yang dikemukakan adalah ayat-ayat yang tercantum dalam QS 34:24-25. Kalaupun non-Muslim memahami ucapan “Selamat Natal” sesuai dengan keyakinannya, maka biarlah demikian, karena Muslim yang memahami akidahnya akan mengucapkannya sesuai dengan garis keyakinannya. Memang, kearifan dibutuhkan dalam rangka interaksi sosial.

Tidak kelirulah, dalam kacamata ini, fatwa dan larangan itu, bila ia ditujukan kepada mereka yang dikhawatirkan ternodai akidahnya. Tetapi, tidak juga salah mereka yang membolehkannya, selama pengucapnya bersikap arif bijaksana dan tetap terpelihara akidahnya, lebih-lebih jika hal tersebut merupakan tuntunan keharmonisan hubungan. (Membumikan Al-Qur’an: Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat, Dr. M. Quraish Shihab, Penerbit Mizan, Cetakan 13, Rajab 1417/November 1996)

Tulisan Quraish Shihab itu walaupun berdalih ini dan itu, di antaranya untuk interaksi sosial dan keharmonisan, namun justru dia tidak menengok kondisi sosial yang umat Islam selama ini jadi incaran Kristenisasi dan Pemurtadan. Bahkan di masa umat Islam terkena musibah seperti di Aceh yang kena badai Tsunami (Ahad 26 Desember 2004), hingga mematikan lebih dari 150-an ribu orang dan menghancurkan hampir seluruh bangunan, tetap saja Kristenisasi dan Pemurtadan mengintai-intai dan mencari kesempatan.

Hingga dikabarkan 300 anak Aceh dibawa keluar oleh lembaga Kristen, yang hal itu menjadi polemik. Dengan “fatwa” seperti itu, maka ada situs yang menyebut bahwa hanya mereka yang agak rancu pikirannya saja yang memahami ayat 30-34 Surat Maryam sebagai ayat yang memerintahkan/membolehkan untuk mengucapkan Selamat Natal kepada orang kafir. (lihat syariahonline.com, konsultasi akidah, Boleh mengucapkan selamat Natal?).
Quraish ShihabQuraish Shihab

24. Atho’ Mudhar

Atho’ Mudhar Kepala Badan Litbang (Penelitian dan Pengembangan) Deprtemen Agama RI yang berpendapat bahwa Masjidil Aqsho bukan di Palestina tapi di Baitul Makmur di langit, suatu penafsiran aneh yang berbau pro-Yahudi Israel dan dikemukakan di pengajian Paramadina pimpinan Nurcholish Madjid lalu disebarkan oleh Majalah Tempo (pimpinan tokoh Liberal Gunawan Mohammad).

Masalah itu pernah penulis kemukakan kepada Syaikh Rajab, Imam Masjidil Aqsho Palestina, 1993, beliau sangat terheran-heran, ada orang Indonesia yang seliar itu dalam menafsirkan ayat suci Al-Qur’an.

Atho MudarAtho Mudar

25. Azyumardi Azra

Azyumardi Azra, Rektor UIN Jakarta dan Ketua umum Yayasan Wakaf Paramadina di Jakarta menggantikan Komaruddin Hidayat. Azra termasuk penolak diterapkannya syari’at Islam namun nasibnya tak seburuk Ahmad Syafi’i Maarif, karena Azra meliuk-liuk dalam tulisan dan bicaranya dengan berlindung pada peradaban atau menisbatkan gagasannya kepada tokoh lain, hingga walau sampai sebagai pemuja demokrasi hingga dia sebut Islam Kompatibel (cocok, rukun, harmonis) dengan Demokrasi, namun masyarakat belum mengecamnya.

Padahal dia justru pemuja Demokrasi untuk dipas-paskan dicocok-cocokkan dengan Islam seraya menolak diterapkannya syari’at Islam. Dalam tulisannya di rubrik Resonansi di Harian Republika, Azyumardi Azra mengajak Indonesia untuk meniru langkah-langkah PM Malaysia, Abdullah Badawi.

Azyumardi menulis: Bagaimana sosok Islam progresif yang dibayangkan Badawi itu?. Singkatnya adalah Islam yang toleran, inklusif, modern, kompatibel dengan demokrasi dan perkembangan kontemporer. Bukan Islam yang dipahami secara harfiah, kaku, eksklusif, dan berorientasi ke masa silam.

Di situlah lihainya Azyumardi Azra, ketika ia sedang memuja Demokrasi dan Liberal dengan menyebut Islam yang Inklusif (menganggap agama kami mungkin salah, agama orang lain mungkin benar, maka saling mengisi; ini faham liberal yang setingkat di bawah Pluralisme Agama yang menyamakan semua agama), dan memuja Demokrasi dengan menyebut Islam yang Kompatibel (cocok, rukun, harmonis) dengan Demokrasi; ia sandarkan kepada orang lain yakni PM Malaysia, Abdullah Badawi.

Sehingga seakan-akan tulisannya itu bukanlah memuja Demokrasi plus jualan faham Liberal yang tak sesuai dengan Islam, dari dirinya sendiri. Kelihaian ini yang mengakibatkan Azyumardi Azra belum terkena getah cap buruk dari masyarakat, kecuali dari kalangan tertentu yang sudah mencium keliberalannya dan faham Pluralisme Agamanya yang dibungkus-bungkus itu. Dengan cara itu dia mendapatkan dua keuntungan, dari pihak anti-Islam dia dipercaya, sedang dari pihak Islam dia tidak/belum dikecam.

Allah lah yang Maha Mengetahui, mengetahui rahasia-rahasia yang di dalam hati, sedang manusia mengetahui gejala yang nampak. Bagi yang jeli seperti Adian Husaini, sekalipun dia berada di Kuala Lumpur Malaysia, namun sempat juga melihat tikaman-tikaman Azyumardi Azra terhadap Islam, maka Adian pernah menulis khusus menyoroti artikel resonansi Azra di Republika.

Sorotan Adian itu dimuat di hidayatullah.com Jumat, 03 Desember 2004 dan dibaca di Radio Dakta Bekasi, berjudul Kebangkitan Islam atau Kebangkrutan Islam?.

Tulis adian: “Menurut Azyumardi Azra, Kebangkitan Islam ditandai dengan toleransi dan gagasan pluralisme. Islam gaya Timur Tengah justru ‘ancaman Islam’. Sikap cari muka terhadap Barat?”.

Pada tanggal 2 Desember 2004, Prof. Azyumardi Azra, Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta, menulis satu di kolom Resonansi, di Harian Republika, berjudul Memahami Kebangkitan Islam.

Kolom ini perlu kita cermati karena memuat banyak hal yang perlu diklarifikasi. Sejumlah istilah yang digunakan Azyumardi memiliki makna yang rancu dan menunjukkan kuatnya hegemoni Barat dalam kajian tentang Islam, umat Islam, dan dunia Islam.

Sehingga, ilmuwan sekaliber Prof. Azyumardi Azra harus menelan mentah-mentah istilah dan sekaligus wacana yang dijejalkan oleh Barat ke dunia Islam. Karena itu, muncul paradoks, bahwa sesuatu yang mestinya diprihatinkan, justru dibangga-banggakan. (Lihat hidayatullah.com).

Adian mencontohkan, faham Pluralisme Agama (menyamakan semua agama) dibanggakan Azra karena kini tumbuh di Indonesia, padahal itu seharusnya sangat harus diprihatinkan, bukan dibanggakan. Makanya, Adian sampai mengatakan, Azra telah menelan mentah-mentah pernyataan orang Israel, yang hal itu sangat disayangkan, lalu Adian mempertanyakan, apakah itu untuk menjilat Barat.

Azyumardi ArzaAzyumardi Arza

26. Said Aqil Siradj

Said Aqil Siradj, dosen pasca sarjana UIN Jakarta dan tokoh NU –Nahdlatul Ulama– yang pernah bersuara sangat aneh dan menyakiti para sahabat Nabi Muhammad bahwa orang Arab sepeninggal Nabi Muhammad mereka murtad kecuali hanya orang-orang Arab Quraisy, itupun tidak keluarnya dari Islam bukan karena agama tapi karena suku/kabilah.

Dengan tulisannya di makalah yang sangat menyakiti para sahabat Nabi Muhammad itu maka Aqil Siradj dikafirkan oleh belasan ulama dan ada gagasan untuk diusulkan ke almamaternya, Universitas Ummul Quro Makkah, agar gelar doktornya dicabut; namun malah Aqil Siradj menantang silahkan dicabut, sekalian gelar hajinya yang telah ia jalani belasan kali silahkan dicabut.

Lancangnya Said Aqil Siradj melontarkan tuduhan bahwa “orang Arab sepeninggal Nabi Muhammad mereka Murtad kecuali hanya orang-orang Arab Quraisy, itupun tidak keluarnya dari Islam bukan karena agama tapi karena suku/kabilah” itu sangat jauh bila dibandingkan dengan peringatan dari Nabi Muhammad untuk berhati-hati dalam berucap mengenai pribadi para sahabat Nabi :

Diriwayatkan dari Abu Said katanya: Di antara Khalid bin al-Walid dan Abdul Rahman bin Auf telah terjadi sesuatu, lalu Khalid mencacinya. Mendengar hal itu, Rasulullah bersabda: Janganlah kamu mencaci Sahabatku, maka sesungguhnya walaupun salah seorang dari kamu membelanjakan emas sebesar gunung Uhud sekalipun, dia tidak dapat menandingi salah seorang ataupun separuh dari mereka. (Hadits Muttafaq ‘Alaih ).
Said AgilSaid Agil
Dengan lontaran-lontaran nyeleneh seperti itu maka mereka dari jauh pun sudah tercium baunya bahwa mereka adalah orang-orang yang suaranya nyeleneh mengenai Islam, atau kacau dalam berbicara tentang Islam. Itu belum yang secara habitat memang liberal seperti Komaruddin Hidayat bekas ketua Paramadina.

Dulunya Komaruddin Hidayat justru di barisan depan dalam menghadapi Islam, seakan berada di barisan Nasrani, ketika dia keceplosan menyinggung hal yang rawan: “Kalau nanti partai Islam menang maka kalian para tokoh dan anggota gereja disembelih semua”. Berita itu santer tahun 1985-an, dimuat oleh Koran Protestan, Sinar Harapan, lalu Komaruddin Hidayat khabarnya meminta maaf atas keterlanjurannya itu.

Komarrudin HidayatKomarrudin HidayatSukidiSukidi
Belum pula aktivis yang tadinya dari Majalah Panji Masyarakat (dulu pimpinan Buya Hamka kemudian dilanjutkan anaknya, Rusydi Hamka, belakangan pindah-pindah tangan, dan kini telah tiada nafas lagi) misalnya Syafi’i Anwar yang bekerjasama dengan The Asia Foundation dengan lembaganya, ICIP (International Center for Islam and Pluralism) menyuarakan suara kemusyrikan yaitu Pluralisme Agama. Lembaga inilah yang mendatangkan tokoh Mesir yang telah divonis sebagai orang murtad oleh Mahkamah Agung Mesir tahun 1996 karena tulisan-tulisannya yang menghujat Islam yakni Dr. Nasr Hamid Abu Zayd ke Indonesia untuk ke UIN Jakarta dan lembaga-lembaga liberal lainnya, September 2004.


Syafi'i AnwarSyafi'i Anwar
rang-orang JIL pun sibuk mengikuti work shopnya, bahkan sibuk menulis dan wawancara untuk disebarkan di sana-sini. Nama Amin Abdullah (Rektor UIN Jogjakarta dan ketua Majlis Tarjih Muhammadiyah) selaku pengagum Nasr Hamid Abu Zayd karena teori Hermeneutic yang diikutinya telah menganggap Al-Qur’an sebagai produk budaya itupun diwawancarai dan disebarkan, pada bulan September 2004.

Masyarakat Islam Indonesia dijejali suguhan yang dikais-kais dari otak orang yang sudah divonis murtad oleh Mahkamah Agung Mesir dengan sejumlah pelecehan terhadap Islam.
Nasr ZaydNasr Zayd
Berikut ini cuplikan artikel yang pantas disimak:

Kisah Intelektual Nasr Hamid Abu Zayd

Oleh Dr. Syamsuddin Arif

Orientalisches Seminar, Universitas Frankfurt, Jerman

Beberapa waktu lalu, sebuah workshop bertemakan kritik Wacana Agama, digelar di Jakarta.

Penyelenggaranya, Jaringan Islam Liberal (JIL) dan International Center for Islam and Pluralism (ICIP), menghadirkan Nasr Hamid Abu Zayd sebagai pembicara utama. Tulisan ini bermaksud mengkritisi sosok tokoh yang sedang tenar di Indonesia ini.

Nama Nasr Hamid Abu Zayd, intelektual asal Mesir yang “kabur” ke Belanda dan kini mengajar di Universitas Leiden itu, pertama kali saya dengar dari Profesor Arif Nayed, seorang pakar Hermeneutika yang pernah menjadi guru besar tamu di ISTAC, Malaysia, sekitar tujuh tahun yang lalu. Perkembangan kasusnya saya ikuti dari liputan media dan laporan jurnal.

Terus-terang saya tidak begitu tertarik oleh teori dan ide-idenya mengenai analisis wacana, kritik teks, apalagi Hermeneutika. Sebabnya, saya melihat apa yang dia lontarkan kebanyakan –untuk tidak mengatakan seluruhnya– adalah gagasan-gagasan nyeleneh yang diimpor dari tradisi pemikiran dan pengalaman intelektual masyarakat Barat.

Promosi guru besar

Nasr Hamid Abu Zayd adalah orang Mesir asli, lahir di Tantra, 7 Oktober 1943. Pendidikan tinggi, dari S1 sampai S3, jurusan sastra Arab, diselesaikannya di Universitas Kairo, tempatnya mengabdi sebagai dosen sejak 1972. Namun ia pernah tinggal di Amerika selama dua tahun (1978-1980), saat memperoleh beasiswa untuk penelitian doktoralnya di Institute of Middle Eastern Studies, University of Pennsylvania, Philadelphia.

Karena itu ia menguasai bahasa Inggris lisan maupun tulisan. Ia juga pernah menjadi dosen tamu di Universitas Osaka, Jepang. Di sana ia mengajar Bahasa Arab selama empat tahun (Maret 1985-Juli 1989). Karya tulisnya yang telah diterbitkan antara lain: (1) Rasionalisme dalam Tafsir: Studi Konsep Metafor Menurut Mu’tazilah (al-Ittijah al-‘Aqliy fi-t Tafsir: Dirasah fi Mafhum al-Majaz ‘inda al-Mu’tazilah, Beirut 1982); (2) Filsafat Hermeneutika: Studi Hermeneutika al-Quran menurut Muhyiddin ibn ‘Arabi’ (Falsafat at-Ta’wil: Dirasah fi Ta’wil al-Qur’an ‘inda Muhyiddin ibn ‘Arabi, Beirut, 1983); (3) Konsep Teks: Studi Ulumul Quran (Mafhum an-Nashsh: Dirasah fi ‘Ulum al-Qur’an, Kairo, 1987); (4) Problematika Pembacaan dan Mekanisme Hermeneutik (Isykaliyyat al-Qira’ah wa Aliyyat at-Ta’wil, Kairo, 1992); (5) Kritik Wacana Agama (Naqd al-Khithab ad-Diniy, 1992); dan (6) Imam Syafi’i dan Peletakan Dasar Ideologi Tengah (al-Imam asy-Syafi’i wa Ta’sis Aidulujiyyat al-Wasathiyyah, Kairo, 1992).

Kecuali nomor satu dan dua, yang berasal dari tesis master dan doktoralnya, tulisan-tulisan Abu Zayd telah memicu kontroversi dan berbuntut panjang. Ceritanya bermula di bulan Mei 1992. Abu Zayd mengajukan promosi untuk menjadi guru besar di fakultas sastra Universitas Kairo. Beserta berkas yang diperlukan ia melampirkan semua karya tulisnya yang sudah diterbitkan. Enam bulan kemudian, 3 Desember 1992, keluar keputusannya: promosi ditolak. Abu Zayd tidak layak menjadi profesor, karya-karyanya dinilai kurang bermutu bahkan menyimpang dan merusak karena isinya melecehkan ajaran Islam, menghina Rasulullah, meremehkan al-Quran, dan menghina para ulama salaf. Abu Zayd tidak bisa menerima dan protes.

Beberapa bulan kemudian, pada Jumat, 2 April 1993, Profesor Abdushshabur Syahin, yang juga salah seorang anggota tim penilai, dalam khutbahnya di Mesjid ‘Amru bin ‘Ash, menyatakan Abu Zayd murtad. Pernyataan Syaikh Syahin diikuti oleh para khatib di masjid-masjid pada Jumat berikutnya. Mesir pun heboh. Harian al-Liwa’ al-Islami dalam editorialnya 15 April 1993 mendesak pihak Universitas Kairo agar Abu Zayd segera di pecat karena dikhawatirkan akan meracuni para mahasiswa dengan pikiran-pikirannya yang sesat dan menyesatkan.

Pada 10 Juni 1993 sejumlah pengacara, dipimpin oleh M Samida Abdushshamad, memperkarakan Abu Zayd ke pengadilan Giza. Pengadilan membatalkan tuntutan mereka pada 27 Januari 1994. Namun di tingkat banding tuntutan mereka dikabulkan. Pada 14 Juni 1995, dua minggu setelah Universitas Kairo mengeluarkan surat pengangkatannya sebagai profesor, keputusan Mahkamah al-Isti’naf Kairo menyatakan Abu Zayd telah keluar dari Islam alias murtad dan, karena itu, perkawinannya dibatalkan. Ia diharuskan bercerai dari istrinya (Dr Ebtehal Yunis), karena seorang yang murtad tidak boleh menikahi wanita muslimah. Abu Zayd mengajukan banding.

Ulama al-Azhar

Sementara itu, Fron Ulama al-Azhar yang beranggotakan 2.000 orang, meminta pemerintah turun tangan: Abu Zayd mesti disuruh bertaubat atau—kalau yang bersangkutan tidak mau—ia harus dikenakan hukuman mati. Tidak lama kemudian, 23 Juli 1995, bersama istrinya, Abu Zayd terbang pergi ke Madrid, Spanyol, sebelum akhirnya menetap di Leiden, Belanda, sejak 2 Oktober 1995 sampai sekarang. Mahkamah Agung Mesir pada 5 Agustus 1996 mengeluarkan keputusan yang sama:

Abu Zayd dinyatakan murtad dan perkawinannya dibatalkan. Dalam putusan tersebut, kesalahan-kesalahan Abu Zayd disimpulkan sebagai berikut:

Pertama, berpendapat dan mengatakan bahwa perkara-perkara ghaib yang disebut dalam al-Quran seperti ‘arasy, malaikat, setan, jin, surga, dan neraka adalah mitos belaka.

Kedua, berpendapat dan mengatakan bahwa al-Quran adalah produk budaya (muntaj tsaqafi), dan karenanya mengingkari status azali al-Quran sebagai Kalamullah yang telah ada dalam al-Lauh al-Mahfuz.

Ketiga, berpendapat dan mengatakan bahwa al-Quran adalah teks linguistik (nashsh lughawi). Ini sama dengan mengatakan bahwa Rasulullah telah berdusta dalam menyampaikan wahyu dan al-Quran adalah karangan beliau.

Keempat, berpendapat dan mengatakan bahwa ilmu-ilmu al-Quran adalah tradisi reaksioner serta berpendapat dan mengatakan bahwa syariah adalah faktor penyebab kemunduran umat Islam.

Kelima, berpendapat dan mengatakan bahwa iman kepada perkara-perkara ghaib merupakan indikator akal yang larut dalam mitos.

Keenam, berpendapat dan mengatakan bahwa Islam adalah agama Arab, dan karenanya mengingkari statusnya sebagai agama universal bagi seluruh umat manusia.

Ketujuh, berpendapat dan mengatakan bahwa teks al-Quran yang ada merupa kan versi Quraisy dan itu sengaja demi mempertahankan supremasi suku Quraisy.

Kedelapan, mengingkari otentisitas Sunnah Rasulullah .

Kesembilan, mengingkari dan mengajak orang keluar dari otoritas Teks-teks agama.

Kesepuluh, berpendapat dan mengatakan bahwa patuh dan tunduk kepada teks-teks agama adalah salah satu bentuk perbudakan.

Reaksi pro dan kontra bermunculan, dari kalangan intelektual maupun aktivis HAM. Pelbagai media di Barat kontan mengecam keputusan tersebut seraya memihak dan membela Abu Zayd. Mereka menuduh Abu Zayd telah dizalimi dan ditindas, bahwa hak asasinya dirampas, bahwa kebebasan berpendapat dan berekspresi telah dipasung. The Middle East Studies Association of North America, misalnya, melalui Komite Kebebasan Akademis melayangkan surat keprihatinan kepada Presiden Mesir, Husni Mubarak. Namun keputusan tersebut sudah final, tidak dapat diganggu-gugat dan tidak dapat dicabut lagi.

Di Belanda Abu Zayd justru mendapat sambutan hangat dan diperlakukan istimewa. Rijksuniversiteit Leiden langsung merekrutnya sebagai dosen sejak kedatangannya (1995) sampai sekarang. Ia bahkan diberi kesempatan dan kehormatan untuk menduduki the Cleveringa Chair in Law Responsibility, Freedom of Religion and Conscience, kursi profesor prestisius di universitas itu. Tidak lama kemudian, Institute of Advanced Studies (Wissenschaftskolleg) Berlin mengangkatnya sebagai Bucerius/ZEIT Fellow untuk proyek Hermeneutika Yahudi dan Islam.

Pihak Amerika tidak mau ketinggalan. Pada 8 Juni 2002, the Franklin and Eleanor Roosevelt Institute menganugrahkan The Freedom of Worship Medal kepada Abu Zayd. Lembaga ini menyanjung Abu Zayd terutama karena pikiran-pikiranya yang dinilai ‘berani’ dan ‘bebas’ (courageous independence of thought) serta sikapnya yang apresiatif terhadap tradisi falsafah dan agama Kristen, modernisme dan humanisme Eropa.

Di Indonesia, Abu Zayd diundang dan disambut meriah. Gagasan-gagasannya di adopsi dan dipropagandakan secara besar-besaran, buku-bukunya diterjemahkan, lokakarya dan seminar digelar.

Prof Dr M Amin Abdullah dari IAIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, dalam sebuah wawancara dengan JIL, mengaku cukup tertarik dengan karya-karya Abu Zayd seperti Naqd al-Khithab ad-Dini yang dinilainya cocok untuk dibahas (diajarkan) di lingkungan IAIN atau PTAI (Perguruan Tinggi Agama Islam).

Ia dan cendekiawan lainnya di Tanah Air tampaknya lupa atau sengaja menganggap sepi keputusan Mahkamah Agung Mesir, menganggap keputusan tersebut berlatarbelakang politik, dan karenanya tidak valid secara akademis.

Padahal, keputusan hukum tersebut diambil berdasarkan fakta-fakta dan hasil kesimpulan penelitian tim dan saksi ahli yang pakar di bidangnya. Jadi keputusan tersebut sah dan mengikat (valid and binding) baik secara hukum maupun secara akademis. Lebih jauh dari itu, karena dicapai melalui prosedur ilmiah, musyawarah dan kesepakatan para ahli (ulama) di bidangnya, maka keputusan tersebut sesungguhnya merupakan ijma’, bukan lagi pendapat pribadi. Dan itu diperkuat dengan pernyataan sikap ulama yang tergabung dalam Jabhat Ulama al-Azhar.