Sabtu, 27 Desember 2014

Sungai Aijkwa Tercemar Taling Freeport Diminta Buka Mata

Gambar
Thomas Too, SIP dengan berlatar belakang Phon-Pohon kering yang diduga kuat rusak akibat limbah tailing milik PT Freeport Indonesia/ foto :ist
Timika, HP
Sungai Aijkwa yang dulu penuh dengan limpahan ikan kini tinggal kenangan. Kini yang nampak hanya batang pohon dan ranting yang mengering, tercekik di bentangan genangan pasir tailing beracun. “Kira-kira begitulah gambaran kondisi Sungai Aijkwa akibat pencemaran limbah tailing dari PT Freeport Indonesia,” kata Anggota Dewan Pimipinan Adat (DPA) Mimika Timur Lemasko, Thomas Too, SIP saat ditemui di halaman kantor Lemasko, Jl Poros Mapurujaya, Selasa (6/5).
Tokoh Pemuda lima kampung Daskam (Nayaro, Koperapoka, Nawaripi, Tipuka, dan Ayuka) itu meminta PT Freeport membuka mata atas derita dan kerugian yang ditanggung oleh masyarakat Kamoro. Dan jangan pernah coba-coba membantah adanya pencemaran dan kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh limbah tailing.“PT Freeport harus berani bertatap muka dengan orang-orang Kamoro, mengakui segala yang telah dilakukannya, dan jangan harap kami yang akan datang ke mereka. Merekalah yang harus datang kesini, ini tanah kami, orang Kamoro,” tandasnya.
Menurut Thomas, sesuai cerita orangtua masyarakat Suku Kamoro, sebelum Freeport beroperasi dan membuang tailingnya ke sungai, Sungai Aijkwa merupakan salah satu sumber kehidupan bagi masyarakat Kamoro karena terdapat banyak ikan dan biota sungai lainnya.“Disana ikan begitu melimpah, bahkan konon ada ikan yang mampu menelan perahu, itu cerita orang tua kami. Digenerasi kami yang sekarang, yang kami dapatkan hanya pasir hitam dengan bau yang tidak sedap,” ujarnya.
Thomas menjelaskan, tak hanya ikan, semua biota dan organisme lain yang berada di sekitar Sungai Aijkwa juga kini telah punah. Nyaris tak ada yang tersisa, kecuali hamparan batang-batang kering yang tak sanggup lagi hidup akibat pencemaran limbah tailing.
“Pohon disekitar sungai Aijkwa pada umumnya telah mengering akibat limbah tailing Freeport. Lingkungan hidup tidak lagi mampu menahan beratnya pencemaran dari limbah tailing,” kata Thomas.
Kondisi tersebut akhirnya berakibat pada hilangnya mata pencaharian masyarakat Kamoro yang menggunakan sungai sebagai tempat mencari nafkah.“Berapa kerugian yang ditanggung oleh masyarakat Kamoro tak pernah dihitung. Padahal yang paling banyak menanggung kerugian dari pencemaran limbah tailing Freeport adalah masyarakat Kamoro,” kata Thomas. (bur)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar