Kamis, 25 Desember 2014



Sejarah Tahun Masehi
Sejak Abad ke-7 SM bangsa Romawi kuno telah memiliki kalender tradisional. Namun kalender ini sangat kacau dan mengalami beberapa kali perubahan. Sistem kalendar ini dibuat berdasarkan pengamatan terhadap munculnya bulan dan matahari, dan menempatkan bulan Martius (Maret) sebagai awal tahunnya.
Pada tahun 45 SM Kaisar Julius Caesar mengganti kalender tradisional ini dengan Kalender Julian. Urutan bulan menjadi: 1) Januarius, 2) Februarius, 3) Martius, 4) Aprilis, 5) Maius, 6) Iunius, 7) Quintilis, 8) Sextilis, 9) September, 10) October, 11) November, 12) December. Di tahun 44 SM, Julius Caesar mengubah nama bulan “Quintilis” dengan namanya, yaitu “Julius” (Juli).
Sementara pengganti Julius Caesar, yaitu Kaisar Augustus, mengganti nama bulan “Sextilis” dengan nama bulan “Agustus”. Sehingga setelah Junius, masuk Julius, kemudian Agustus. Kalender Julian ini kemudian digunakan secara resmi di seluruh Eropa hingga tahun 1582 M ketika muncul Kalender Gregorian.
Januarius (Januari) dipilih sebagai bulan pertama, karena dua alasan. Pertama, diambil dari nama dewa Romawi “Janus” yaitu dewa bermuka dua ini, satu muka menghadap ke depan dan yang satu lagi menghadap ke belakang. Dewa Janus adalah dewa penjaga gerbang Olympus. Sehingga diartikan sebagai gerbang menuju tahun yang baru.
Kedua, karena 1 Januari jatuh pada puncak musim dingin. Di saat itu biasanya pemilihan konsul diadakan, karena semua aktivitas umumnya libur. Di bulan Februari konsul yang terpilih dapat diberkati dalam upacara menyambut musim semi yang artinya menyambut hal yang baru. Sejak saat itu Tahun Baru orang Romawi tidak lagi dirayakan pada 1 Maret, tapi pada 1 Januari. Tahun Baru 1 Januari pertama kali dirayakan pada tanggal 1 Januari 45 SM.
Orang Romawi merayakan Tahun Baru dengan cara saling memberikan hadiah potongan dahan pohon suci. Belakangan, mereka saling memberikan kacang atau koin lapis emas dengan gambar Dewa Janus. Mereka juga mempersembahkan hadiah kepada kaisar.
Perayaan Tahun Baru
Saat ini, tahun baru 1 Januari telah dijadikan sebagai salah satu hari suci umat Kristen. Namun kenyataannya, tahun baru sudah lama menjadi tradisi sekuler yang menjadikannya sebagai hari libur umum nasional untuk semua warga Dunia.
Pada mulanya perayaan ini dirayakan baik oleh orang Yahudi yang dihitung sejak bulan baru pada akhir September. Selanjutnya menurut kalender Julianus, tahun Romawi dimulai pada tanggal 1 Januari. Paus Gregorius XIII mengubahnya menjadi 1 Januari pada tahun 1582 dan hingga kini seluruh dunia merayakannya pada tanggal tersebut.
Bagi orang kristen yang mayoritas menghuni belahan benua Eropa, tahun baru masehi dikaitkan dengan kelahiran Yesus Kristus atau Isa al-Masih, sehingga agama Kristen sering disebut agama Masehi. Masa sebelum Yesus lahir pun disebut tahun Sebelum Masehi (SM) dan sesudah Yesus lahir disebut tahun Masehi.
Pandangan Islam
Firman Allah SWT dalam surah al-Furqan ayat 72, yang artinya:
“Dan orang-orang yang tidak memberikan persaksian palsu, dan apabila mereka bertemu dengan (orang-orang) yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak berfaedah, mereka lalui (saja) dengan menjaga kehormatan dirinya.”
Dalam ayat tersebut terdapat kata “al-Zur” (perbuatan-perbuatan yang tidak berfaidah). Menurut Ulama Tafsir, maksud al-Zur adalah perayaan-perayaan orang kafir (Ibn Kasir, 6/130). Jelas dari pada ayat ini Allah melarang kaum muslimin menghadiri perayaan kaum musyrikin.
Hadis Sahih al-Bukhari dan Muslim berikut ini, sabda Rasulullah SAW yang artinya:
“Sesungguhnya bagi setiap kaum (agama) ada perayaannya dan hari ini (Idul adha) adalah perayaan kita”. Oleh Syekh Ibnu Hajar Al-Asqalani menjelaskan maksud hadis tersebut bahwa dilarang melahirkan rasa gembira pada perayaan kaum musyrikin dan meniru mereka (dalam perayaan). (Fathul Bari, 3/371).
Melihat sejarah, pandangan Islam tidak ada celah sedikit pun bagi umat Islam untuk ikut merayakan atau sekadar untuk mengucapkan “happy new years”.
Pada kenyataannya, pada malam tahun baru dihiasi dengan berbagai hiburan yang menarik dan sayang untuk dilewatkan. Muda-mudi tumpah ruah di jalanan, berkumpul di pusat kota menunggu pukul 00.00, yang seolah-olah dalam pandangan sebagian orang “haram” untuk dilewatkan.
Pada saat lonceng tengah malam berbunyi, sirene dibunyikan, kembang api diledakkan dan orang-orang menerikkan “Selamat Tahun Baru”. Di negara-negara lain, termasuk Indonesia? Sama saja!
Shahabat Abdullah bin ’Amr RA memperingatkan dalam Sunan Al-Baihaqi IX/234:
”Barangsiapa yang membangun negeri orang-orang kafir, meramaikan peringatan hari raya Nairuz (tahun baru) dan karnaval mereka serta menyerupai mereka sampai meninggal dunia dalam keadaan demikian. Ia akan dibangkitkan bersama mereka di hari kiamat.”
di dalam islam tidak ada satupun Hadist/riwayat dari rosulullah saw yang menyebutkan adanya sunnah perayaan tahun baru “pergantian tahun” baru islam, terlebih tahun baru lainnya. berdasarkan kaidah hukum fiqih, bahwa hukum asal suatu perbuatan adalah terikat dengan syara` (syariat islam) oleh karena itu, sebelum melakukan perbuatan, kita harus tau apakah perbuatan tersebut dihukumi sebagai perbuatan perbuatan yang dibolehkan, diwajibkan disunnahkan, diharamkan, atau dihukumi sebagai makruh?
dari tinjauan ahli fiqih, akan sangat jelas dapat disimpulkan bahwa merayakan tahun baru masehi hukumnya HARAM.
mengapa? merayakan tahun baru masehi bukanlah tradisi dari ajaran islam. meskipun jutaan atau milyaran umat islma merayakan tahun baru masehi dengan suka cita dan lupa diri, larut dalam gemerlap pesta kembang api atau melibatkandiri dari hiburan berbalut maksiat, tetap saja tidak lantas menjadikan percayaan tahun baru tersebutmenjadi boleh atau halal. sebab, patokan suatu hal itu bukan banyak atau sedikitnya yang melakukan, tapi patokannya kepada syariat …..
Bagi orang Islam, merayakan tahun baru Masehi, tentu saja akan semakin ikut andil dalam menghapus jejak-jejak sejarah Islam yang hebat. Jika tidak tradisi Islam akan tergerus tanpa ada yang peduli. Sementara beberapa waktu yang lalu, kita semua sudah melewati tahun baru Muharram, dengan sepi tanpa gemuruh apapun.

10 Kerusakan dalam Perayaan Tahun Baru
Kerusakan Pertama: Merayakan Tahun Baru Berarti Merayakan 'Ied (Perayaan) yang Haram.
Kerusakan Kedua: Merayakan Tahun Baru Berarti Tasyabbuh (Meniru-niru) Orang Kafir.

Kerusakan Ketiga: Merekayasa Amalan yang Tanpa Tuntunan di Malam Tahun Baru.
Kerusakan Keempat: Mengucapkan Selamat Tahun Baru yang Jelas Bukan Ajaran Islam.
Kerusakan Kelima: Meninggalkan Shalat Lima Waktu , krn acara tsb mengajak kita untuk lalai bahkan meninggalkan shalat , shg berakibat akan gampang utk meninggalkannya di hari-2 berikutnya.
Kerusakan Keenam: Begadang Tanpa Ada Hajat.
Kerusakan Ketujuh: Terjerumus dalam Zina , krn wanita pria terbuka berbuat semaunya dimalam itu , dg minuman keras , narkoba dan media-2 lainnya.
Kerusakan Kedelapan: Mengganggu Karena Kebisingannya ( Suara Mercon , Band-2 , Teriak-2 dan lain sebagainya ).
Kerusakan Kesembilan: Melakukan Pemborosan yang Meniru Perbuatan Setan.
Kerusakan Kesepuluh: Menyia-nyiakan Waktu yang Begitu Berharga.
Sadarlah wahai umat Islam , kalau bukan kita yg menegakkan kebenaran , siapa lagi . 
Dan anehnya , Yang buat terompet / mercon / kembang api , Yang menjual / membelinya , Yang Merayakannya , Yang Menghamburkan-2nya , 99 % dilaksanakan oleh umat yg ngakunya ber KTP – Islam.
Afala Tatafakkarun ( apakah kamu tak berfikir ) , Afala Ta’kilun ( apakah kamu tak berakal ) dan Afala Ta’lamun ( Apakah kamu tak punya ilmu ) , begitulah banyak pertanyaan Allah SWT di dalam FirmanNya di surah-2 Al-Qur’an.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar