Kesaksian Rusli Nurfea - Sumatra Barat
Orang Minang wajib beragama Islam.
Jika ada orang Minang murtad,
ia tidak berhak menyebut dirinya orang Minang lagi.
Kasus pemurtadan yang dilakukan Rumah Sakit Baptis di Bukittinggi belumlah sirna, Ranah Minang kembali digemparkan dengan kasus munculnya Rusli Nurfea, seorang murtadin (orang yang murtad dari Islam) asal Lintau, Sumatera Barat.
Setelah sekian lama menghilang, Rusli yang kini telah menjadi penginjil kembali datang ke Bukittinggi. Sebelum murtad, ia termasuk salah se-orang tokoh Muhammadiyah di Sumatera Selatan.
Entah apa maksud Rusli kembali ke Ranah Minang. Penginjil yang diketahui telah me-netap di Jalan Jawa Nomor 11 Bandung, Jawa Barat, itu sekitar tahun 1970-an terlihat kembali di Bukittinggi.
Saat baru tiba di sebuah hotel, salah satu peti yang diba-wanya pecan. Isinya, buku-buku kecil, berhamburan ke lantai. Salah seorang pegawai hotel segera menolongnya. Namun saat membaca sekelebatan, pegawai hotel itu merasa ada yang kurang beres dengan buku-buku tersebut. Diambilnya satu tanpa sepengetahuan Rusli. Setelah membaca dan kian menemukan hal-hal yang dianggapnya membahayakan, pegawai hotel itu mengirim buku kecil tersebut ke tokoh-tokoh ulama Bukittinggi.
HMS Datuk Tan Kabasaran yang saat itu menjabat Sekretaris Majelis Ulama Indonesia Sumatera Barat (MUl-Sumbar) melihat dan membaca buku tersebut. la yakin sekali, kedatangan Rusli Nurfea berkaitan erat dengan upaya pemurtadan terhadap Muslim Minangkabau yang memang tengah menjadi sasaran perampokan akidah itu.
"Kami akhirnya membuat laporan ke masyarakat bahwa ada penginjil datang ke Sumatera Barat. Ini suatu bahaya yang harus kita atasi bersama. Laporan atau surat itu saya yang buat, dengan nama A. Mujahid," ujar HMS Datuk Tan Kabasaran.
Surat itu kemudian diperbanyak dan disebarkan oleh MUI Sumbar ke seluruh masjid di Ranah Minang. Kontan, urang awak jadi geger. Disebabkan reaksi masyarakat tersebut, CPM memanggil Sekretaris MUI Sumbar. Salah seorang CPM menginterogasi Datuk Tan Kabasaran, "Siapa ini A. Mujahid yang sesungguhnya?"
Ulama yang satu ini dengan jujur dan berani mengatakan bahwa dirinyalah yang membuat surat itu. "Saya jawab, bahwa ini adalah cara saya mengetuk orang banyak. Kalau ada maling datang ke kampung, itu dipukul tong-tong. Sehingga kampung itu ribut dan maling itu keluar, lari atau tertangkap. Sedang Rusli ini lebih berbahaya dari maling. la itu maling akidah, kepercayaan kami yang akan dirampok. Nah, surat itu fungsinya seperti tong-tong yang kami kirimkan ke masjid-masjid supaya umat Islam Minang semuanya waspada," tandas Datuk Tan Kabasaran.
Setelah mendapat penjelasan yang lugas dari Sekretaris MUI Sumbar itu, CPM akhirnya mengirim laporan ke Penguasa Perang di Padang. Tidak berapa lama, Rusli dipanggil oleh Penguasa Perang yang kemudian mengusir Rusli keluar dari Ranah Minang.
"Ada suatu kejadian, kisah nyata, berkaitan dengan Rusli ini," ujar Datuk Tan Kabasaran. Saat Rusli pulang ke kampungnya sebelumnya orang-orang di sana sudah tahu bahwa Rusli itu sudah murtad, istrinya yang menjabat sebagai Ketua Aisyiyah di Lintau ketika mendengar suaminya murtad langsung jantungnya kumat dan meninggal karenanya semua orang, besar kecil, tua muda, berkata dengan ketus, "Hey Rusli, kamu sudah kafir ya!"
Ketika Rusli pulang ke rumah orang tuanya, semua keluarga-nya tidak ada yang sudi menemuinya. Seluruh keluarganya meninggalkan rumah tanpa sempat bertemu dengan Rusli. Yang menemuinya hanya seorang adik perempuannya yang langsung menutup dan mengunci semua pintu kamar, dapur, dan juga kamar mandi. Sang adik lalu pergi begitu saja. Rusli sama sekali tidak disapa atau diberi minum, apalagi makanan, sehingga sejak masuk rumah orang tuanya, Rusli sama sekali tidak mendapat pelayanan.
Karena lapar dan haus, Rusli beranjak pergi ke kedai. la hendak membeli secangkir kopi. Namun ketika tahu Rusli yang datang, si penjual kedai menghardiknya, "Tidak ada kopi untuk kamu!" la mengusir Rusli Semua kedai berbuat serupa. .Rusli tidak diterima di mana-mana. Akhirnya Rusli pergi ke sebuah kolam besar, di depan rumah orangtuanya. Lalu dengan menangkupkan kedua tangannya, Rusli meminum air kolam itu. Itu pun terjadi ketika hari sudah malam.
Esok paginya, datanglah Wali Nagari menghampiri Rusli. Dengan dingin, Wali Nagari (Tetua Kampung) berkata, "Rusli, agar kampung tidak jadi ribut, sebaiknya kamu pergi dari sini." Tidak lama kemudian, berangkatlah Rusli dari kampungnya. Dengan memanggul sebuah tas besar, ia berjalan menuju Pasar Balai Tengah untuk menumpang mobil angkutan menuju Padang. Bertepatan, hari itu hari pasar, jadi suasana demikian ramai. Ketika menghampiri sebuah mobil jurusan Padang, belum lagi kakinya naik, sang supir menghardiknya, "Tak usah, kamu tak usah naik!" Rusli tidak jadi naik. la menghampiri mobil yang lain. Namun sang supir menolaknya pula. la pindah lagi. Ditolak juga. Semua mobil yang ada di pasar itu tidak mau membawa Rusli.
Akhirnya, dengan masih memikul tasnya yang cukup berat, Rusli terpaksa berjalan kaki ke arah selatan. Setelah berjalan sekitar tiga kilometer dari Balai Tengah, Rusli berhenti di bawah pohon untuk istirahat. Hari demikian panas, keringat bercucuran, ia berteduh di bawah pohon di tepi jalan.
Akhirnya datang sebuah mobil angkutan dari Payakumbuh yang supirnya tidak kenal siapa Rusli. Dengan mobil itulah Rusli akhirnya bisa tiba di Padang. Di Padang, ia dipanggil Penguasa Perang dan diusir dari Sumbar.
“Kisah ini di tulis sendiri oleh Rusli dalam sebuah majalah Kristen yang beredardi Bandung. Kalau tidak salah, nama majalah itu 'Hidup' (Kalam Hidup, red), la berkilah bahwa selama di Sumbar, ia telah disihir oleh orang-orang Muslim Minangkabau dan diusir. Rusli mengancam, ia akan datang kembali ke Sumbar dalam bentuk lain," tutur Datuk Tan Kabasaran..
"Anak saya waktu itu sedang kuliah di Bandung, la bergerak dalam kelompok mahasiswa Minang di perantauan. Satu hari, ia berkenalan dengan seorang pemuda, yang di kemudian hari diketahuinya sebagai salah seorang anak buah Rusli Nurfea. Dengan baik-baik, anak saya mengajak agar ia mau bergabung dengan kelompok itu. Anak itu mau," ujar salah seorang tokoh ulama Bukittinggi itu.
Dalam satu pertemuan, lanjut Datuk Tan Kabasaran, anak itu membawa selembar surat. Anak saya membacanya dan mem-fotonya, lalu ia kirimkan pada kami di Sumbar. Isinya tentang anggaran dasar Yayasan Minang Sakato. Rusli Nurfea itu ketuanya, dan Bendaharanya seorang Amerika yang diberinya gelar Minang. Itu saya siarkan di sini, sehingga semua orang di sini amat waspada terhadap Yayasan Minang Sakato itu.
"Jika ada orang Minang murtad, maka secara adat ia tidak bisa diterima oleh warga Minang lainnya. Secara adat ia sudah dibuang. Tidak lagi diakui sebagai orang Minang," tegas Datuk Tan Kabasaran.
Rizki Ridyasmara
by stivana2 » Fri Sep 21, 2007 3:49 pm
Sumber: Majalah sabili No.4 Th X 5 September 2002/27 Jumadil Akhir 1423
Jika ada orang Minang murtad,
ia tidak berhak menyebut dirinya orang Minang lagi.
Kasus pemurtadan yang dilakukan Rumah Sakit Baptis di Bukittinggi belumlah sirna, Ranah Minang kembali digemparkan dengan kasus munculnya Rusli Nurfea, seorang murtadin (orang yang murtad dari Islam) asal Lintau, Sumatera Barat.
Setelah sekian lama menghilang, Rusli yang kini telah menjadi penginjil kembali datang ke Bukittinggi. Sebelum murtad, ia termasuk salah se-orang tokoh Muhammadiyah di Sumatera Selatan.
Entah apa maksud Rusli kembali ke Ranah Minang. Penginjil yang diketahui telah me-netap di Jalan Jawa Nomor 11 Bandung, Jawa Barat, itu sekitar tahun 1970-an terlihat kembali di Bukittinggi.
Saat baru tiba di sebuah hotel, salah satu peti yang diba-wanya pecan. Isinya, buku-buku kecil, berhamburan ke lantai. Salah seorang pegawai hotel segera menolongnya. Namun saat membaca sekelebatan, pegawai hotel itu merasa ada yang kurang beres dengan buku-buku tersebut. Diambilnya satu tanpa sepengetahuan Rusli. Setelah membaca dan kian menemukan hal-hal yang dianggapnya membahayakan, pegawai hotel itu mengirim buku kecil tersebut ke tokoh-tokoh ulama Bukittinggi.
HMS Datuk Tan Kabasaran yang saat itu menjabat Sekretaris Majelis Ulama Indonesia Sumatera Barat (MUl-Sumbar) melihat dan membaca buku tersebut. la yakin sekali, kedatangan Rusli Nurfea berkaitan erat dengan upaya pemurtadan terhadap Muslim Minangkabau yang memang tengah menjadi sasaran perampokan akidah itu.
"Kami akhirnya membuat laporan ke masyarakat bahwa ada penginjil datang ke Sumatera Barat. Ini suatu bahaya yang harus kita atasi bersama. Laporan atau surat itu saya yang buat, dengan nama A. Mujahid," ujar HMS Datuk Tan Kabasaran.
Surat itu kemudian diperbanyak dan disebarkan oleh MUI Sumbar ke seluruh masjid di Ranah Minang. Kontan, urang awak jadi geger. Disebabkan reaksi masyarakat tersebut, CPM memanggil Sekretaris MUI Sumbar. Salah seorang CPM menginterogasi Datuk Tan Kabasaran, "Siapa ini A. Mujahid yang sesungguhnya?"
Ulama yang satu ini dengan jujur dan berani mengatakan bahwa dirinyalah yang membuat surat itu. "Saya jawab, bahwa ini adalah cara saya mengetuk orang banyak. Kalau ada maling datang ke kampung, itu dipukul tong-tong. Sehingga kampung itu ribut dan maling itu keluar, lari atau tertangkap. Sedang Rusli ini lebih berbahaya dari maling. la itu maling akidah, kepercayaan kami yang akan dirampok. Nah, surat itu fungsinya seperti tong-tong yang kami kirimkan ke masjid-masjid supaya umat Islam Minang semuanya waspada," tandas Datuk Tan Kabasaran.
Setelah mendapat penjelasan yang lugas dari Sekretaris MUI Sumbar itu, CPM akhirnya mengirim laporan ke Penguasa Perang di Padang. Tidak berapa lama, Rusli dipanggil oleh Penguasa Perang yang kemudian mengusir Rusli keluar dari Ranah Minang.
"Ada suatu kejadian, kisah nyata, berkaitan dengan Rusli ini," ujar Datuk Tan Kabasaran. Saat Rusli pulang ke kampungnya sebelumnya orang-orang di sana sudah tahu bahwa Rusli itu sudah murtad, istrinya yang menjabat sebagai Ketua Aisyiyah di Lintau ketika mendengar suaminya murtad langsung jantungnya kumat dan meninggal karenanya semua orang, besar kecil, tua muda, berkata dengan ketus, "Hey Rusli, kamu sudah kafir ya!"
Ketika Rusli pulang ke rumah orang tuanya, semua keluarga-nya tidak ada yang sudi menemuinya. Seluruh keluarganya meninggalkan rumah tanpa sempat bertemu dengan Rusli. Yang menemuinya hanya seorang adik perempuannya yang langsung menutup dan mengunci semua pintu kamar, dapur, dan juga kamar mandi. Sang adik lalu pergi begitu saja. Rusli sama sekali tidak disapa atau diberi minum, apalagi makanan, sehingga sejak masuk rumah orang tuanya, Rusli sama sekali tidak mendapat pelayanan.
Karena lapar dan haus, Rusli beranjak pergi ke kedai. la hendak membeli secangkir kopi. Namun ketika tahu Rusli yang datang, si penjual kedai menghardiknya, "Tidak ada kopi untuk kamu!" la mengusir Rusli Semua kedai berbuat serupa. .Rusli tidak diterima di mana-mana. Akhirnya Rusli pergi ke sebuah kolam besar, di depan rumah orangtuanya. Lalu dengan menangkupkan kedua tangannya, Rusli meminum air kolam itu. Itu pun terjadi ketika hari sudah malam.
Esok paginya, datanglah Wali Nagari menghampiri Rusli. Dengan dingin, Wali Nagari (Tetua Kampung) berkata, "Rusli, agar kampung tidak jadi ribut, sebaiknya kamu pergi dari sini." Tidak lama kemudian, berangkatlah Rusli dari kampungnya. Dengan memanggul sebuah tas besar, ia berjalan menuju Pasar Balai Tengah untuk menumpang mobil angkutan menuju Padang. Bertepatan, hari itu hari pasar, jadi suasana demikian ramai. Ketika menghampiri sebuah mobil jurusan Padang, belum lagi kakinya naik, sang supir menghardiknya, "Tak usah, kamu tak usah naik!" Rusli tidak jadi naik. la menghampiri mobil yang lain. Namun sang supir menolaknya pula. la pindah lagi. Ditolak juga. Semua mobil yang ada di pasar itu tidak mau membawa Rusli.
Akhirnya, dengan masih memikul tasnya yang cukup berat, Rusli terpaksa berjalan kaki ke arah selatan. Setelah berjalan sekitar tiga kilometer dari Balai Tengah, Rusli berhenti di bawah pohon untuk istirahat. Hari demikian panas, keringat bercucuran, ia berteduh di bawah pohon di tepi jalan.
Akhirnya datang sebuah mobil angkutan dari Payakumbuh yang supirnya tidak kenal siapa Rusli. Dengan mobil itulah Rusli akhirnya bisa tiba di Padang. Di Padang, ia dipanggil Penguasa Perang dan diusir dari Sumbar.
“Kisah ini di tulis sendiri oleh Rusli dalam sebuah majalah Kristen yang beredardi Bandung. Kalau tidak salah, nama majalah itu 'Hidup' (Kalam Hidup, red), la berkilah bahwa selama di Sumbar, ia telah disihir oleh orang-orang Muslim Minangkabau dan diusir. Rusli mengancam, ia akan datang kembali ke Sumbar dalam bentuk lain," tutur Datuk Tan Kabasaran..
"Anak saya waktu itu sedang kuliah di Bandung, la bergerak dalam kelompok mahasiswa Minang di perantauan. Satu hari, ia berkenalan dengan seorang pemuda, yang di kemudian hari diketahuinya sebagai salah seorang anak buah Rusli Nurfea. Dengan baik-baik, anak saya mengajak agar ia mau bergabung dengan kelompok itu. Anak itu mau," ujar salah seorang tokoh ulama Bukittinggi itu.
Dalam satu pertemuan, lanjut Datuk Tan Kabasaran, anak itu membawa selembar surat. Anak saya membacanya dan mem-fotonya, lalu ia kirimkan pada kami di Sumbar. Isinya tentang anggaran dasar Yayasan Minang Sakato. Rusli Nurfea itu ketuanya, dan Bendaharanya seorang Amerika yang diberinya gelar Minang. Itu saya siarkan di sini, sehingga semua orang di sini amat waspada terhadap Yayasan Minang Sakato itu.
"Jika ada orang Minang murtad, maka secara adat ia tidak bisa diterima oleh warga Minang lainnya. Secara adat ia sudah dibuang. Tidak lagi diakui sebagai orang Minang," tegas Datuk Tan Kabasaran.
Rizki Ridyasmara
by stivana2 » Fri Sep 21, 2007 3:49 pm
Sumber: Majalah sabili No.4 Th X 5 September 2002/27 Jumadil Akhir 1423
Tidak ada komentar:
Posting Komentar