Rabu, 05 Februari 2014

ISLAM MAYORITAS SANGAT TOLERANSI, namun Ketika Umat Islam Minoritas, Non Muslim Intoleran.

SIMAK BAIK2. Ternyata pelarangan jilbab itu bertentangan dengan UU Sisdiknas dan UUD 1945 Pasal 29 ?

sebagaimana yg kita ketahui bersama, bahwa keputusan seluruh jajaran Dinas Pendidikan di Provinsi Bali pelarangan jilbal, berarti mereka itu buta Undang-Undang atau sengaja melanggar Undang-Undang. Sebab dasar hukumnya tidak hanya pasal 29, tapi juga pasal 28B ayat 2, 28C ayat 1 dan 2, pasal 28E ayat 1 dan 2, 28I ayat 1,2,4 dan 5, pasal 28J ayat 1 dan 2. Dasar itu diperkuat lagi dengan surat edaran Dikdasmen no. 1174/C/PP/2002 tentang diperkenankannya siswi mengenakan jilbab ketika sekolah.

Mereka hanya merasa berada di Provinsi Bali yang mayoritas berpenduduk Hindu, tapi mungkin mereka lupa sedang berada di negara Indonesia (mereka kira indonesia itu Amerika). dan Ini juga merupakan bukti bahwa ketika umat Islam menjadi minoritas, non Muslim melakukan tindakan intoleransi yang menggelisahkan dan ketika umat Islam menjadi mayoritas nasib non-Muslim tidak separah Muslim ketika Muslim yang minoritas. Tapi yang mengherankan mengapa kasus ini tidak menjadi perhatian media nasional maupun internasional, padahal jika ini dilakukan oleh umat Islam isunya tidak hanya nasional tetapi internasional.

Demikian pula pihak sekolah Katolik dan Kristen selalu menolak menyediakan guru beragama Islam untuk mengajar Islam pada muridnya yang beragama Islam seperti kasus sekolah Katolik di Blitar tahun lalu. Mengapa itu masih saja terjadi di negeri yang mayoritas mutlak umat Islam ini ?

Kebanyakan Sekolah Kristen di negara-negara Muslim mempunyai tugas misi Kristenisasi atau bagian dari misi itu. Sekolah adalah salah satu lahan Kristenisasi. Jika mereka menyediakan guru agama Islam berarti mereka kehilangan misi mereka. Inilah contoh bagaimana mereka bebas menyebarkan agama mereka di negeri yang mayoritas berpenduduk Muslim.

Mengapa masih banyak orang tua Islam yang menyekolahkan anaknya di sekolah-sekolah Kristen dan Katolik, sehingga mayoritas muridnya justru beragama Islam ?

Ada dua kemungkinan, pertama, karena di daerah itu tidak ada sekolah yang lebih bermutu dibanding sekolah Kristen dan Katholik. Kedua, karena orang tua itu tidak memahami Islam dengan baik dan tidak tahu hakekat dan tujuan pendidikan Islam. Kemungkinan lain orang yang mengirim anaknya ke sekolah non-Islam hanya mengejar dunia. Nalar dan harapan orang tua yang seperti itu begini : “Jika anak saya berprestasi di sekolah, maka dia akan dapat kuliah di Perguruan Tinggi terbaik, setelah dia lulus dia akan dapat pekerjaan terbaik, jika dia dapat pekerjaan baik dia akan hidup sejahtera”.

Adapun yang tidak menjadi pertimbangan adalah, apakah materi dapat menjamin anaknya nanti dapat hidup bahagia dan sejahtera. Jika terjadi masalah dalam kehidupan anak yang bersangkutan, bagaimana ia akan menyelesaikannya jika tidak mengerti agama. Hal ini juga akan membawa dampak kepada anak cucu secara turun termurun.

SEKIAN.
SEMOGA BERMANFAAT

Tidak ada komentar:

Posting Komentar