Senin, 06 Januari 2014

Analisa Junta Militer Thailand Dan Muslim Pattani Thailand

Friday, 11 February 2011 15:39 | Analisis | 0 Comment | Read 759 Times

image From google
Tanbihun.com – Kudeta Thailand 2006 terjadi pada 20 September 2006, ketika anggota-anggota Angkatan Darat Kerajaan Thailand melancarkan sebuah kudeta terhadap pemerintahan Perdana Menteri Thaksin Shinawatra. Kudeta ini, yang pertama di Thailand dalam 15 tahun terakhir, terjadi setelah suatu krisis politik yang panjang yang melibatkan Thaksin dan lawan-lawan politiknya, terjadi kurang dari sebulan sebelum pemilu yang direncanakan akan dilangsungkan pada 15 Oktober. [Junta militer membatalkan pemilu yang akan datang, membatalkan Konstitusi, membubarkan Parlemen, melarang unjuk rasa, mengumumkan undang-undang keadaan darurat, menangkap para anggota Kabinet, dan memberlakukan sensor terhadap semua siaran berita lokal maupun internasional di Thailand. Tak ada korban jiwa yang jatuh. Pengunjuk rasa, termasuk seorang yang mogok makan, telah ditangkap.
Thailand mulai terpecah belah akibat legitimasi Thaksin Shinawatra yang mulai dipertanyakan. Thaksin mulai mundur dari panggung politik setelah pemilu April yang penuh dengan kecacatan, dan perbuatannya ini membantu meredam tekanan yang muncul. Namun berselang beberapa minggu kemudian, ia kembali menduduki kantornya yang mengakibatkan timbulnya tekanan yang menghasilkan berbagai demonstrasi di jalan-jalan ibukota. Sayangnya, tidak banyak ruang tersedia untuk mediasi. Sifat Thaksin yang mudah memancing emosi dan berkelahi membuatnya tuli terhadap kritik-kritik yang dilontarkan terhadapnya dan beliau juga tidak bisa berkompromi dengan lawan politiknya. Salah satu perbuatan Thaksin yang mengakibatkan intervensi militer adalah tuntutannya yang tegas untuk mempromosikan para tentara yang setia kepadanya. Hal ini mengakibatkan plot percobaan pembunuhan terhadap Thaksin oleh seorang tentara senior dimana sebenarnya cerita tersebut tidak dipercayai kredibilitasnya oleh publik.
Namun pecah belahnya negara tersebut lebih karena para pendukung Thaksin memprotes bahwa banyak penasehat Raja yang berusaha menggulingkan Thaksin dari jabatannya sebagai perdana menteri. Dari kacamata kerajaan, Thaksin terlihat sebagai lawan berat negara tersebut. Lebih karena Thaksin terlalu populer untuk berada di sebuah negara kerajaan yang sangat menjunjung tinggi stabilitas dan kemakmuran.
Jenderal Sonthi Boonyaratglin, yang memimpin kudeta menggulingkan Perdana Menteri Thaksin Shinawatra menjadi pemimpin partai kecil, dan mengatakan, ia ingin mempercepat persatuan di kerajaan yang mengalami perpecahan mendalam itu.
Sonthi mengatakan, ia mungkin pada suatu saat dapat bekerja sama dengan sekutu-sekutu politik konglomerat itu jika mereka mengalahkan pemerintah sekarang pimpinan Perdana Menteri Abhisit Vejjajiva yang anti-Thaksin dalam pemilu yang menurut rencana akan diselenggarakan tahun 2011. Sonthi, 63 tahun, dipilih sebagai ketua Partai Matubhum, yang sebagian besar terdiri atas para politikus Muslim dari provinsi-provinsi selatan yang dilanda pemberontakan. “Saya memutuskan untuk memimpin partai ini karena kebijakan-kebijakannya netral dan negara kita terpecah. Tujuan partai ini adalah membuat negara kita damai,” kata Sonthi kepada wartawan.
Ia tidak mengesampingkan bekerja sama dengan partai Puea Thai yang pro-Thaksin, yang kini adalah oposisi. Pendahulu Puea Thai dibubarkan oleh komisi pemilu karena melakukan kecurangan Desember 2008, yang membuka jalan bagi Abhisit untuk berkuasa. “Itu tergantung pada kebijakan kita, apakah kebijakan-kebijakan kita sejalan dengan mereka,” katanya. “Saya melakukan kudeta untuk menggulingkan pemerintah Thaksin dan menegakkan demokrasi. Tetapi seorang diplomat bertanya kepada saya baru-baru ini kenapa Thailand mundur begitu jauh dalam dua tahun belakangan ini,” ungkapnya.
Aliansi dengan sekutu-sekutu Thaksin akan merupakan satu perubahan radikal bagi Sonthi hanya tiga tahun setelah ia memimpin kudeta September 2006 menuduh ikon telepon itu terlibat korupsi luas dan tidak setia kepada raja. Abhisit “Mark” Vejjajiva adalah perdana Menteri setelah kudeta tahun 2006 (lahir di Newcastle-upon-Tyne, Inggris, 3 Agustus 1964; umur 45 tahun) adalah seorang tokoh politik Thailand, telah memimpin Partai Demokrat sejak Februari 2005. Dewan Perwakilan Thailand pada 15 Desember 2008, memilihnya sebagai Perdana Menteri Thailand ke-27
Analisa Pattani
Padahal, dulu sekali Muslim Pattani adalah sebuah kerajaan Islam. Pada tahun 1457, daerah Patani—sekarang menjadi Pattani—berpenduduk mayoritas Melayu Muslim. Kondisi Patani saat itu persis dengan beberapa wilayah sekitarnya seperti Perlis, Kelantan, dan lainnya yang terletak di Malaysia. Tahun 1875, Thailand pertama kali datang ke Patani dan langsung menduduki daerah itu. Kedatangan Inggris ke Semenanjung Malaka menghasilkan perjanjian dengan Thailand, yaitu Patani dikuasai oleh Thailand dan Perlis dan wilayah lainnya dimiliki oleh Inggris. Kemudian hari Inggris menyebut daerah jajahannya dengan sebutan Malaysia.
Muslim Patani saat itu dipaksa untuk menjadi bagian dari Thailand atau ketika itu masih bernama kerajaan Siam. Namun, karena kependudukan itu, tak pelak terjadi pergolakan di daerah Pattani sampai sekarang. Sebuah reaksi yang wajar karena Muslim Pattani terus melawan para penjajah itu. Terjadi banyak sekali pergerakan dan perlawanan untuk membebaskan Pattani dari cengkeram Thailand. Maka tidak heran jika hal ini selalu memunculkan berbagai kelompok pergerakan yang umumnya dimotori oleh ulama Patani.
Dalam sejarah perjuangannya, sertidaknya ada tiga golongan ulama
Ulama yang pertama adalah mereka yang terjun langsung mengangkat senjata. Di siang hari, mereka berprofesi sebagai pendidik, pengacara, pebisnis atau profesi lainnya. Namun pada malam hari mereka menenteng senjata dan terjun langsung ke medan pertempuran. Ciri-ciri gerakan ini adalah, mereka menitikberatkan pada ajaran-ajaran (ayat-ayat) yang mengandung Jihad. Mereka juga menolak pembangunan atau rencana pembangunan dari pemerintah Thailand. Kelompok ulama ini menjunjung tinggi pejuang-pejuang revolusi dunia, salah satu contohnya adalah Presiden pertama RI, Ir. Soekarno.
Ulama yang kedua adalah mereka yang pro terhadap pemerintah Thailand. Hal ini dilandasi prinsip bahwa mereka tidak merasa ditindas oleh kerajaan Siam. Memang, Thailand menganut sistem bebas menganut agama apapun, ini terbukti dengan berbagai ritual peribadatan juga dibolehkan di sana. Kelompok ulama ini memilih bekerja sama dengan Thailand, bahkan tidak jarang menjadi kaki tangan kerajaan Siam ketika ada rencana pembangunan di Provinsi Pattani. Mereka berpendirian bahwa Islam menjunjung tinggi perdamaian, sehingga menghindari konflik dengan pemerintah. Mirip seperti di Indonesia.
Kemudian tipe ulama yang ketiga adalah mereka yang berada di antara dua kelompok ulama lainnya. Mereka akan bereaksi menentang pemerintah Thailand jika terjadi pembantaian terhadap muslim. Namun mereka akan diam jika merasa tidak terjadi apa-apa. Saat ini fakta bahwa tidak ada seorangpun yang secara terang-terangan mengaku menjadi pejuang, perjuangan dilakukan secara sembunyi-sembunyi (underground) Penderitaan yang dialami oleh warga Muslim di Thailand Selatan sebenarnya telah berlangsung selama bertahun-tahun. Warga minoritas Muslim tidak bisa hidup tenang karena berada di bawah bayang-bayang kecemasan dan drama kehidupan yang mencekam.
Selama ini sudah terjadi banyak pertumpahan darah di bumi Patani. Pembantaian Muslim Pattani hampir sama persis seperti yang terjadi di negara-negara Muslim terjajah lainnya. Misalnya saja, para Muslim Pattani dibunuh ketika sedang shalat di masjid. Selama ini tragedi berdarah di Pattani hampir jarang terdengar, ini karena pemerintah Thailand memang membatasi dan menguasai semua arus informasi tentang Pattani. Misalnya saja, orang banyak yang menganggap bahwa konflik Pattani hanya sebuah masalah internal Thailand.
Di Pattani, kerukunan antar-agama jarang terlihat. Dulu, muslim Patani sering memberikan makanan kepada para Biksu. Namun kini hal itu tidak terjadi. Itu karena perlakuan buruk yang sering diterima oleh Muslim Pattani. Perlakuan pemerintah Thailand terhadap Muslim Pattani memang buruk. Mereka diharamkan untuk menyimpan buku-buku sejarah Pattani. Kesadaran historis mereka dilenyapkan oleh tangan besi pemerintah dan militer Thailand yang sangat khawatir kalau warga Muslim ini sadar bahwa mereka adalah orang-orang Melayu, dan bukan orang Thailand. Mereka dilarang keras berbicara dalam bahasa Melayu. Semua hal harus di-Thailandkan: bahasa sehari-hari, bahasa pengantar di sekolah-sekolah, dan nama-nama mereka. Tidak boleh memakai bahasa Melayu. Semuanya harus menggunakan bahasa Siam (Buddha), bahasa Kerajaan Thailand. Selain masalah bahasa dan sejarah, mereka juga dikondisikan dalam keadaan selalu mencekam. Di setiap sudut jalan, selalu ada tentara berseragam militer lengkap dengan senjata otomatisnya.

Solusi Muslim Pattani

Jadi apa kiranya solusi yang bisa dilakukan untuk Muslim Pattani? Sepertinya saat ini, satu-satunya jalan keluar untuk mengatasinya adalah dengan mengadakan jajak pendapat atau pemungutan suara, dengan adanya pihak ketiga sebagai penengah. Namun jelas pihak ketiga tidak berasal dari negara yang memang sudah mempunyai sentimen terhadap Islam sebelumnya seperti Barat, ataupun Amerika.
Dengan adanya pemungutan suara akan memunculkan keinginan murni dari muslim Patani mengenai nasib dan masa depan mereka agar tak lagi terjajah sepanjang hidupnya.(zid)
Sundoluhur, 2010
Oleh : Taufiq Hidayat Djumadi, Mahasiswa hubungan Internasional

Tidak ada komentar:

Posting Komentar