Kamis, 27 Maret 2014

Amerika Secara Terbuka Rangkul Assad untuk Perangi Islam di Suriah

Selasa 12 Rabiulawal 1435 / 14 Januari 2014 19:14

obama assad Amerika Secara Terbuka Rangkul Assad untuk Perangi Islam di Suriah

Oleh: Abed Mustafa

“Sekarang, di akhir tahun 2013, Suriah berdiri seperti sebuah kisah tentang komitmen yang tidak serasi, dan contoh ketidakmampuan Amerika untuk mengarahkan peristiwa-peristiwa yang terjadi dari jauh” - The Wall Street Journal.

Di hari-hari awal revolusi Suriah, badan-badan intelijen AS membuat prediksi : Nasib Presiden Suriah Bashar al – Assad hanya dalam hitungan hari, dan penilaian diulang secara terbuka oleh Presiden Barack Obama dan para pejabat intelijen AS. Namun, pada akhir tahun 2013, Amerika secara terbuka merangkul Assad sebagai bagian dari masa depan Suriah. Jadi, mengapa terjadi perubahan mendadak sikap Amerika terhadap Suriah?
Apa yang diawali sebagai protes massa menentang kekuasaan otokratis brutal Assad dengan cepat berubah menjadi konflik berdarah – dan membuat Assad dan para pendukung internasional melawan rakyat Suriah. Sejak itu berbagai pertanyaan yang sulit untuk dijawab telah diajukan: mengapa Amerika tidak turut campur tangan dalam konflik berdarah itu? Bahkan, Pemerintahan Obama membuat garis merah yang tidak boleh dilanggar untuk meredakan kecaman internasional mengenai kelambanan AS di Suriah. Dan ketika garis merah itu dilanggar, Assad lolos dari hukuman karena menggunakan senjata kimia terhadap rakyatnya sendiri. Namun, meskipun terdapat catatan kejahatan Assad yang mengerikan, Amerika tanpa malu-malu tetap mendukung Assad.
Di masa lalu, negara-negara seperti Somalia, Sudan, Irak, Libya, Yaman dan lain-lain, Amerika memiliki alasan untuk menyerang dengan argumen yang sangat rapuh seperti intervensi kemanusiaan dan senjata pemusnah massal. Bahkan saat ini, Washington juga menggunakan dalih intervensi kemanusiaan di Sudan Selatan untuk mengerahkan pasukannya untuk memastikan mengalirnya minyak. Tapi di Suriah, baik logika intervensi kemanusiaan, ataupun penggunaan senjata kimia tidak berlaku bagi seruan AS untuk melakukan aksi militer.
Jadi mengapa Amerika enggan untuk melakukan campur tangan di Suriah guna meruntuhkan kekuasaan Assad? Menurut mantan Duta Besar Amerika untuk Suriah, Ryan Cocker, bahwa Suriah memang berbeda di mata Amerika. Dia mengatakan, “Saya kira kami membuat kesalahan tepat di awal dengan menganggap bahwa Suriah seperti Mesir, seperti Tunisia, seperti Libya. “Cerita bahwa Suriah agak berbeda benar-benar menggelikan. Serangan udara banyak dilakukan oleh negara Yahudi di Suriah, yang merusak pilar utama cerita ini bahwa pertahanan udara canggih Suriah adalah kendala utama bagi intervensi AS.
Alasan Assad masih berkuasa adalah bahwa tidak ada alternatif yang bisa diterima Barat. Cocker menjelaskan : “Dan apakah kita benar-benar ingin alternatif itu – sebuah negara utama di jantung dunia Arab yang berada di tangan Al Qaeda? Jadi kita harus datang untuk berdamai dengan masa depan yang merangkul Assad?” Rusia, seperti Amerika, juga membatu mencegah prospek kembalinya Khilafah. Berbicara pada Russia Today, Menteri Luar Negeri Rusia Lavrov mengatakan, “… ancaman kaum jihadis datang ke jantung kekuasaan, ancaman untuk mendirikan kekhalifahan dengan undang-undang kaum ekstremis … dan memahami bahwa mengganti rezim bukan cara untuk memecahkan masalah ini . ” Ancaman Khilafah adalah apa yang mengikat Amerika dan Rusia untuk bersama-sama mendukung Assad.
Amerika sekarang secara terbuka merangkul Assad dan melihat Perjanjian Jenewa 2 untuk mencari solusi politik yang bisa mempertahankan Assad berkuasa, dan mengisolasi kelompok jihadis dari kelompok oposisi. Anehnya, Jendral Idris dari Tentara Pembebasan Suriah (FSA faksi sekuler,red.) telah mecabut tuntutannya agar Assad lengser dari kekuasaan. Hal ini merupakan suatu sinyal bahwa Idris mungkin memikirkan agar Amerika mendukung FSA Amerika dalam poros kejahatan – Assad, Iran dan Tentara Iran.
Apakah Khilafah akan kembali ke Suriah atau tidak, satu hal yang pasti adalah pengaruh Amerika akan terus berkurang, karena negara itu harus semakin bergantung pada mantan lawan politiknya, yakni Rusia, dan negara yang terbuang di wilayah itu, yakni Iran, untuk menstabilkan kendali Amerika atas Suriah dan wilayah Syam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar