Rabu, 19 Maret 2014

Kekuatan Modal Asing di Bank Dikhawatirkan



 

Kekuatan Modal Asing di Bank Dikhawatirkan

JPNN
JAKARTA - Komisi XI menilai kekuatan kontrol asing dalam industri perbankan nasional kian mengkhawatirkan karena investor asing memegang mayoritas saham perbankan di Indonesia. Hal itu terlihat dari aset, penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK), dan penyaluran kredit yang naik secara signifikan.

Bahkan, 6 dari 10 bank dengan asset terbesar yang menguasai 62,87 persen industri perbankan nasional berada di bawah kendali modal asing. Saya pikir, asas kesetaraan (resiprokal) itu harus dilakukan, sekaligus perlu dicegah determinasi bank asing. Dua kebijakan ini bisa memperkuat bank nasional menjadi tuan rumah di negeri sendiri, ujar anggota Komisi XI DPR Abdilla Fauzi Achmad di Gedung DPR.

Menurut Fauzi, kepemilikan asing di perbankan Indonesia sudah harus diwaspadai. Kepemilikan saham bank oleh investor asing sudah sampai kepada tahap tidak wajar, dengan risiko akan sangat tergantung kepada asing pada saat krisis sehingga nasib perekonomian justru akan ditentukan oleh kantor pusat bank asing tersebut.

Dominasi asing pada perbankan nasional membuat pasar cenderung oligopolistik. Hal ini membuat biaya modal (cost of fund) menjadi tidak efisien. Industri perbankan lebih mengejar besarnya pendapatan marjin daripada mengoptimalkan fungsi intermediasi, tegasnya.

Lebih lanjut, Fauzi mengatakan, pembatasan kepemilikan asing ini tidak hanya di Indonesia, karena di negara-negara lain, pengetatan sektor keuangannya dari serbuan bank asing sudah dilakukan.Pengetatan asing ini dilakukan setelah sektor keuangan domestiknya sudah kuat, seperti yang dilakukan di Malaysia, Thailand dan Filipina. Dengan demikian sudah saatnya Indonesia melakukan hal yang sama.

Saya tegaskan spirit yang diusung adalah bukan anti asing, karena faktanya Indonesia paling liberal di banding negara lain dalam pemberian izin memiliki bank kepada asing. Tetapi pembatasan ini semata-mata untuk penataan kembali struktur kepemilikan saham di sektor perbankan agar lebih terdistribusi atau menyebar, imbuhnya.

Dirinya juga mengakui, determinasi perbankan asing kian meluas. Dominasi asing yang berlebihan ini akan merugikan Indonesia. Karena, jika dalam kondisi krisis, perbankan Indonesia akan sangat bergantung kepada asing. Apalagi, semua kebijakan bank asing yang beroperasi di Indonesia ditentukan oleh kantor pusatnya, sehingga dalam situasi krisis bisa saja mereka menghentikan kredit di Indonesia. Pada akhirnya, masyarakat konsumen perbankan di Indonesia yang dirugikan, jelas politisi Partai Hanura ini.

Karena itu, ditegaskanya, pembatasan ini sangat penting karena perbankan merupakan jantungnya perekonomian nasional. Perbankan berbeda dengan perusahaan lain, sehingga harus ada regulasi khusus. Kalau jantung ekonomi dikuasi asing maka akan sangat berbahaya bagi masa depan kita. Kita harus memiliki kemandirian sebagai bangsa yang pada gilirannya menyesejahterakan rakyat, pungkasnya. (yay)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar