Senin, 06 Januari 2014


Antara Mall dan Mus’ab bin ‘Umair

Berlatar belakang kota besar, lampu-lampu yang berkelap-kelip, mobil yang sibuk lalu-lalang di jalanan. Kaum muda mulai bersiap-siap untuk menyemarakkan berbagai aktifitas malam. Dengan memakai sepatu bermerk, baju-baju buatan designer, dan tak lupa mengapit Handphone model terbaru, ditambah dengan jam tangan trendy yang wah. Bau parfum menyerbak dari mereka, parfum yang berbau uang. Mereka tampak sibuk bergerombol menikmati malam, lalu-lalang di shopping mall, atau hanya sekedar ngeceng di mall, berusaha untuk membunuh kebosanan dengan melewati waktu dengan sia-sia. Kamu akan mendapati mereka duduk dengan tenang di kafe-kafe, hanya untuk melihat-lihat orang yang lalu-lalang, tertawa, sambil sesekali melihat layar tv besar yang menampilkan pertandingan sepak bola yang sedang berlangsung. Atau kamu juga dapat mendapati mereka sedang melaju kencang dengan mobilnya, stereo diputar maksimal, mengejutkan orang-orang yang mengemudi di samping, sambil terus tertawa. Sebuah pemandangan yang biasa.
Setiap kali saya melihat pemandangan ini, saya menemukan diri saya mengingat seseorang. Seseorang yang berlumur darah dan terkubur di tanah Uhud, kakinya ditutupi rumput-rumput harum, badannya hanya ditutupi sepetak kain wol yang tidak cukup menutupi seluruh tubuhnya. Seseorang itu dulunya adalah anak kesayangan ibunya, diberi pakaian paling mahal. Harum parfumnya menyebar ketika dia berjalan.
Dialah dulunya yang menjadi pembicaraan wanita-wanita makkah, dan idola teman-temannya. Dialah seorang pemuda paling flamboyant di kalangan kaum muda Quraish.Pemuda itu meninggalkan semua hal keduniaan itu untuk pergi memenuhi panggilan Allah dan mencari ridhaNya. Pemuda itu ialah Mus’ab bin Umair bin Hashim bin Abd Munaf atau yang dikenal sebagai Mus’ab al Khair.
Mus’ab yang saat itu masih muda mendengar tentang munculnya seorang nabi terpilih di kalangan kaum Quraisy. Seorang nabi yang membaca ajaran tauhid. Didorong oleh rasa keingintahuannya yang besar, maka Mus’ab pun pergi menemuhi Nabi SAW untuk mendengar sendiri ajaran yang dibawa oleh beliau. Suatu malam, Mus’ab memutuskan untuk pergi ke rumah Al-Arqaam Ibn Al-Arqam – yang kemudian dikenal dengan Daar al Arqaam di kalangan muslim-, meninggalkan teman-temannya yang sedang berkumpul. Disinilah Mus’ab bertemu dengan Nabi SAW dan muslim-muslim lainnya ketika itu, tanpa diketahui oleh orang-orang Quraish. Disinilah dimana Mus’ab mendengar Rasulullah berbicara tentang masa depan islam, mendengar ayat-ayat quran dan sholat dibelakang Rasulullah SAW.
Malam itu, Mus’ab duduk bersama muslim lainnya, mendengarkan ayat-ayat quran yang dikumandangkan oleh Rasulullah SAW. Ketika itulah, Mus’ab lupa akan kesenangan hidup di dunia, menemukan kunci kebahagiaan abadi.
Perjalanan Mus’ab dalam memeluk islam tidaklah mudah. Ibunya yang bernama Khunnas bint Maalik adalah penentang utama akan keyakinan barunya ini. Untuk menghindari pertengkaran, maka Mus’ab mula-mula tidak memberi tahu ibunya bahwa dia telah memeluk islam.
Tetapi, melalui pembicaraan orang-orang yang sering melihat Mus’ab mengunjungi Daar Al-Arqam akhirnya ibunya pun mengetahui bahwa Mus’ab telah menjadi muslim. Ibunya yang terkenal sebagai seorang penyembah berhala yang kukuh memerintah Mus’ab untuk kembali ke agama berhala dan bertaubat, meninggalkan islam. Mus’ab menolak dan akhirnya dikunci di salah satu sudut rumah itu.
Berita bahwa kaum muslim hijrah ke Abyssinia sampai ke telinga Mus’ab. Rindu akan bertemu dengan saudara-saudara seagamanya, Mus’ab pun melarikan diri dari ibunya dan penjaga-penjaganya, kemudian bergabung dengan muslimin yang pindah ke Abyssinia. Tak lama kemudian, Mus’ab pulang ke Makkah untuk hijrah kedua kalinya bersama Rasulullah SAW ke Yastrib.Ketika Mus’ab pulang dari Abyssinia, Ibunya berusaha memenjarakan Mus’ab. Tetapi Mus’ab bersumpah akan membunuh siapa yang akan berusaha menangkap dan mempenjarakannya. Tahu akan keras dan teguhnya pendirian anaknya, Ibunya berikrar bahwa Mus’ab tidak diakui lagi menjadi anaknya. “Pergi, kamu bukan anakku lagi.
Pada saat itu Mus’ab berkata pada ibunya, “Oh Ibu, aku ingin menasehatimu dan sesungguhnya hatiku menyayangimu, ibu bersaksilah bahwa tiada tuhan melainkan Allah dan Muhammad adalah utusanNya. Dengan muka merah padam ibunya bersumpah “Demi bintang-bintang, aku tak akan pernah masuk ke dalam agamamu, merendahkan martabatku dan dan melemahkan pikiranku!”
Mus’ab memasuki islam dengan sebenar-benarnya, mengikuti firmah Allah dalam Alquran yang berkata: udkhuluu fi silmi kaafah (Masukilah islam dengan sempurna/kaffah). Tiada lagi kemewahan pada dirinya, bajunya sederhana, makanan seadanya, dan tanah adalah tempat tidurnya.
Suatu hari, Mus’ab pergi untuk bertemu beberapa muslim. Ketika itu mereka sedang duduk bersama Nabi SAW. Ketika mereka melihat Mus’ab, mereka menundukkan kepala sambil menangis diam-diam. Ingatan mereka kembali kepada seorang anak muda yang dulunya anak kesayangan sang ibu, dapat meminta apa saja keinginannya. Pakaian mewahnya dulu kini telah berganti dengan pakaian sederhana yang penuh tambalan, yang hampir saja tak mencukupi badannya.
Ketika Mus’ab pergi meninggalkan majelis itu, Nabi SAW mengatakan: Aku lihat Mus’ab, dan sungguh tidak ada anak muda di Makkah yang lebih berpunya daripada ia. Tetapi semua kemewahan itu dia tinggalkan demi cintanya kepada Allah dan nabiNya.
Melihat perilakunya yang baik dan kesabarannya yang tinggi, Nabi Muhammad SAW menyuruh Mus’ab untuk pergi ke Yastrib untuk mengunjungi orang-orang yang telah melakukan perjanjian kepada Nabi di aqabah, menyebarkan islam, dan mempersiapkan kota Yastrib untuk hijrah nabi Muhammad SAW. Padahal ketika itu masih banyak sahabat-sahabat lain yang mempunyai kekuatan dan keberanian.Tetapi, nabi Muhammad SAW tetap memilih Mus’ab untuk pergi ke Yastrib.Selama di Yastrib, Mus’ab tinggal sebagai tamu di rumah Sa’ad Ibn Zurarah dari suku Khazraj. Bersama-sama mereka mengunjungi penduduk Yastrib, menjelaskan ajaran tauhid dan melantunkan ayat-ayat suci Alquran.
Suatu ketika, Mus’ab dan Sa’ad duduk di dekat sumur di daerah bani Zafar.Kemudian mereka didekati oleh Usayd Ibn Khudayr dengan muka merah padam dan tombak ditangan. Sa’ad berbisik kepada Mus’ab: Dialah pemimpin kaum ini. Mudah-mudahan Allah memberikan hidayah padanya.Mus’ab menjawab dengan tenang: Jika dia mau duduk, barulah aku akan berbicara dengannya. Usayd sangat marah karena Mus’ab telah berhasil menyebarkan islam dengan terus bertambahnya penduduk Yastrib yang memeluk islam. Usayd berteriak: Kenapa kamu berdua datang kepada kami dan mempengaruhi kaum yang lemah diantara kami? Jauhi kamu jika kamu masih ingin hidup.
Mus’ab tersenyum dan berkata “Tidak maukah kamu duduk dan mendengarkan apa yang akan kami sampaikan?JIka kamu tidak menyukai apa yang akan kami sampaikan, kami akan berhenti dan pergi”.
Usayd memutuskan untuk duduk dan mendengar apa yang Mus’ab ingin sampaikan. Mus’ab mulai menerangkan mengenai Islam dan melantunkan sebagian dari Quraan.Seketika ekspresi muka Usayd berubah. Kata pertama yang diucapkannya adalah: “Betapa indahnya ayat-ayat ini dan betapa benarnya kandungannya, bagaimana caranya memasuki agama ini?”
Mus’ab berkata: “Mandilah, bersihkan dirimu dan pakaianmu. Kemudian ucapkanlah shahadat dan laksanakanlah shalat.”
Usayd pun bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah dan Muhammad SAW adalah utusanNya. Kemudian ia shalat dua rakaat. Keislamaan Usayd inipun diikuti seorang pemimpin berpengaruh lainnya yaitu Sa’ad ibn Muaadh.
Saat Nabi SAW hijrah, tidak satu rumahpun di Yastrib yang belum dikunjungi Mus’ab untuk menyampaikan islam. Pada hijrah berikutnya, Mus’ab membawa 70 orang muslim dari Yastrib untuk mengadakan perjanjian mendukung nabi Muhammad SAW.
Setelah pasukan muslimin menang pada perang Badar, kaum muslimin menangkap beberapa kaum kafir mekkah dan meminta tebusan akan mereka. Ketika Mus’ab melewati para tawanan ini, dia melihat kakak kandungnya yang bernama Abu Aziz ibn Umayr. Mus’ab sama sekali tidak berusaha membebaskan kakaknya, tetapi ia menyuruh agar kakaknya itu diikat dengan erat sambil berkata: “ibunya adalah seorang yang kaya dan akan memberi tebusan yang banyak, jagalah ia”. Ketika itu kakaknya mengingatkan Mus’ab bahwa dia adalah kakak kandungnya. Mus’ab menjawab : “Yang kuakui sebagai persaudaraan adalah persaudaraan dalam islam, laki-laki ini adalah saudaraku, bukan kamu!”
Ketika perang uhud terjadi, Mus’ab dipilih untuk membawa tiang bendera perang.Ketika pasukan pemanah meninggalkan bukit yang menjadi stasiunnya (melanggar perintah nabi), maka kaum kafir Mekkah menyerang balik dan berusaha membunuh Nabi Muhammad SAW yang ketika itu dilindungi oleh beberapa sahabat.Seketika ada sebuah teriakan yang mengabarkan bahwa Nabi Muhammad SAW telah wafat.
Pada ketika itulah titik kemuliaan hidup Mus’ab mencapai puncak.Ibrahim ibn Muhammad, saudara dari keluarga ayahnya, berkata; Mus’ab ibn ‘Umair membawa tiang bendera perang ketika perang Uhud. Disaat pasukan muslimin berpecah-belah, Dia berdiri dengan tegap sampai ketika ia bertemu Ibn Qaami’ah yang seorang panglima pasukan kafir Mekkah.
Ibn Qaami’ah kemudiah memukul dan memotong tangan kanan Mus’ab tetap dengan teguh memegang bendera dengan tangan kirinya sambil berkata “Dan sungguh Muhammad SAW itu adalah seorang nabi, dan Nabi-nabi telah meningal sebelumku”.Kemudian Ibn Qaami’ah memutuskan tangan kiri Mus’ab.Mus’ab tetap menegakkan bendera perang dengan lengan atas dan dadanya sambil berkata “Dan sungguh Muhammad SAW itu adalah seorang nabi, dan Nabi-nabi telah meningal sebelumku”.Kemudian datang prajurit kafir ketiga yang menghujamkan tombaknya ke dada Mus’ab.
Setelah Perang Uhud berakhir, Nabi Muhammad SAW dan para sahabat kembali ke bukit uhud untuk menguburkan syuhada-syuhada yang gugur, yang sebagian mayatnya sudah dirusak wanita-wanita quraisy yang mencuri barang mereka. Nabi Muhammad SAW berhenti sejenak ketika beliau melihat jenazah Mus’ab dan berkata: Diantara orang-orang yang beriman ada mereka yang setia dengan janjinya dengan Allah. Kemudian Rasul SAW memandang ke jenazah-jenazah para syuhada dan berkata: Sesungguhnya nabi Allah ini bersaksi bahwa mereka adalah martir Allah pada hari Kebangkitan nanti.
Ketika itu tidak cukup kain yang tersedia sebagai kain kafan untuk Mus’ab. Khabbab ibn Al-Arat menceritakan: Kami berhijrah mengikuti nabi hanya karena Allah, maka akan kami terima balasannya dari Allah. Sebagian dari kami meninggal tanpa menikmati balasan apapun di dunia ini.dan salah satunya adalah Mus’ab ibn Umair, yang terbunuh pada perang Uhud.
Dia tidak meninggalkan apa-apa kecuali sebuah kain wool yang sudah cabik-cabik. Jika kami tutupi kakinya dengan kain ini, maka kepalanya tidak tertutupi.Rasulullah SAW kemudian menyuruh kami menutupi kepalanya dengan kain tersebut dan menaruh rumput jeruk di atas kakinya.
Ingatan tentang Mus’ab dalam kuburnyalah yang menyebabkan sahabat seperti Abdur Rahmaan ibn Auf untuk menangis karena takut tidak mendapat bagiannya di hari akhirat karena telah mendapat banyak nikmat dan kemudahan di dunia ini. Suatu ketika, pembantunya membawakannya makanan untuk berbuka puasa dan ibn Auf menangis, mengingat Mus’ab yagn sudah meninggal tanpa dapat merasakan nikmat dunia, melainkan mendapatkan kenikmatan abadi di Alam Baqa.
Malam terus berlanjut, Akupun kembali mengingat para syuhada yang terbaring di tanah Uhud. Merekalah orang-orang yang mencari ridha Allah, dan diridhai Allah.Mereka telah mendapatkan kenikmatan dan kesenangan abadi. Di tengah-tengah hiruk-pikuk pengunjung mall, dimana tak terhitung muda-mudi muslim berusaha mencari kesenangan dunia dengan cara masing-masing. Sungguh kita orang-orang yang beruntung, jika kita dapat mengingat kehidupan Mus’ab radiyy Allahu anhu. Mengingatkan kita agar tidak larut dalam kehidupan dunia.
diterjemahkan oleh redaksi KafemuslimahDivisi Keputrian
FKIM UIKA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar