Senin, 20 Januari 2014

 

PENDEKATAN MASALAH KEPARIWISATAAN DI KOTA SINGKAWANG-KALBAR Oleh : Ricky Idaman.S.SH.MH

P Pertama kita melihat saat berkunjung ke Kota singkawang yang mayoritas penduduknya China mereka banyak berusaha dalam bidang usaha Coffe dengan menggunakan media pelataran parkir toko yang berada di sekitar dia bertempat tinggal semua berada di pinggir-pinggir jalan baik jalan utama atau jalan lingkung khusus pada malam hari. Yang kita lihat itu adalah penampilan seksi perempuan china bila kunjungan 7 hari paling lama memang cukup menjadi daya tarik tersendiri, namun bila bertempat tinggal cukup lama atau berkependudukan di singkawang sungguh membosankan, karena hampir tiap hari baik siang atau malam kita melihat itu-itu saja. Maka dengan demikian kita juga memunculkan pertanyaan bagaimana Dinas Pengelolaan Pendapatan Keuangan Daerah (DPPKAD) tidak melihat ini sebuah potensi penetapan restribusi ditetapkan wajib restribusi bagi pelaku usaha seperti yang diperlakukan pelaku usaha di pasar hongkong dikawasan jalan dan tempat yang di resmikan sebagai lokasi yang sah dimana diperlakukan pungutan restribusi oleh Pemerintah daerah, atau sudah dikelolala ? kita butuh transparansi nya kata Ghanis Satya Graha (15-01-14) Disini kita ingin menawarkan konsep pengembangan usaha yang sedemikian rupa dihubungkan dengan potensi lain untuk melengkapi dengan paket kesenian daerah seperti permainan Barongsai sebagai khasnya masyarakat china, atau kesenian lain bagi kaum melayu rebana nya dan zikir talam dan kaum dayak kesenian tari dan musiknya yang khas, dan kesenian modern yang di gemari generasi muda dengan menggunakan komunitas mereka sebagai sumber inspirasi untuk mengembangkan kepariwisataan sehingga altenatif berkunjung ke coffe itu untuk menikmati kesenian-kesenian tersebut sehingga kualitas kunjungan malam di kota singkawang lebih berkualitas. Kita akui pengelolaan kepariwisataan ini membutuhkan inovasi-inovasi dan kreatifitas dari Satuan Kerja Pemerintah daerah (SKPD) yang terkait lansung Dinas Pariwisata dan ekonomi kreatif daerah setempat. Sebagai masyarakat pendatang beberapa orang menyingkapi hal ini sangat positif di perhatikan oleh Pemerintah daerah Kota Singkawang sebagai upaya pengembangan lebih lanjut industri kepariwisataan berkualitas , sekaligus pada setiap malam pasar barang produksi lokal di buka di tempat terbuka di daerah ini, karena kota ini ramai bila malam hari. Pada kenyataannya di kota singkawang tampak monoton dalam peningkatan mutu kepariwisataan, padahal biaya tidak sedikit telah di berikan untuk industri pariwisata melalui Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) ketika kami bertanya ada masyarakat yang berada di kawasan Bukit Bougenvile (Shere) yang tepat di depan gerbang masuk daerah wisata ini “ tariff masuk Beragam dan naik turun “ jika hari biasa dulu Rp.10.000,- kini Rp.15.000,-belum termasuk pakir yang dikenakan Rp.2.000,- perkendaraan roda 2 dan Rp.4.000,- kendaraan roda 4 mini bus, pada hari tertentu tariff masuk Rp.20.000,-untuk pengunjung bila hari libur dan bisa Rp25.000,-per orang bila saatnya tahun baru masehi, serta Imblek tanpa SK Wako/Perda. Hartono salah seorang pengunjung taman bugenvile dari kota Pontianak juga memberikan keterangan bahwa agenda kegiatan di Taman ini tak jelas dan tak ada di informasikan, seharusnya taman seindah ini bias dimamfaatkan untuk iven-iven besar berskala nasional khusus dibidang kebudayaan, sayang nya ketika kami kesini berkali-kali yang kami lihat itu-itu saja seperti patung-patung binatang dan khasnya patung naga .(12-01-14) Mengapa bisa demikian Tanya kami pada ybs dengan senyum dia menjawab dimana pengelolaannya di serahkan pada pemilik usaha secara perseorangan atau kelompok orang, termasuk kawasan pasir panjang di kelola atas Hak Guna Usaha yang dimiliki kelompok orang , pernah pemko menegelola seperti di gunung puteng ternyata usaha pengembangan objek wisata itu gagal total kata Ali (Yamaha)singkawang juga Bapak Darminto sebagai pemilik Usaha Bukit Bogenvile juga memperkuat pernyataan dari infoman tersebut karena pemerintah daerah tidak punya hak kelola tambahnya (12-01-14) Dari informasi ini kita dapat memberikan beberapa pendekatan masalah serta beberapa masukan untuk pengembangan kepariwisataan di Kota Singkawang adalah kepemilikan hak kelola bukan miliknya pemerintah, namun diserahkan pada sektor swasta dimana Pemerintah Daerah hanya menerima bagian hasil restribusi yang ditetapkan berdasarkan kesepakatan kerja sama,maka Pemerintah daerah sulit untuk mengembangkan konsep kepariwisataan secara maksimal,jika pemerintah mau mengurus dengan program kepariwistaan secara professional maka hak kelola harus di tangan pemerintah, pemilik modal sebagai investor diberi hak hasil laba usaha pemerintah. Kondisi sekarang ini pemerintah melalui Dinas kepariwisataan adalah pihak penjual produk swasta yang dikembangkan secara swastanisasi kepada investor sehingga pendapatan asli daerah dalam sektor kepariwisataan dikota Singkawang tidak begitu signifikan untuk takaran keberhasilan peraihan keuntungan bagi daerah, baru yang beruntung pemilik modal (swasta) Guna mempengaruhi pendapatan sector kepariwisataan lebih banyak di dapatkan guna menambah Pendapatan Asli Daerah (PAD) guna penopang pembangunan daerah khusunya pemerintah daerah wajib mempunyai hak kelola. Hal ini juga dibenarkan oleh Ghanis Satya Graha calon legislative 2014-2019 dari partai Golkar dapil Singkawang Utara/tengah yang juga pernah mempertanyakan menyampaikan pada republiknews.com (31-12-13) tranparansi pengelolaan dan pendapatan asli daerah dari sekstor handalan kota singkawang yakni pariwisatanya.Repoter RIS SKW republiknews(15-01-14)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar