Kamis, 16 Januari 2014

Strategis Salibis Menghancurkan Umat Islam

Oleh: Tim kajian dakwah alhikmah
alhikmah.ac.id- Kristenisasi dan Imperialisme merupakan satu hubungan yang tidak bisa dipisahkan. Gerakan para salibis bertujuan untuk mengokohkan penjajahan Barat di negeri-negeri Islam. Tidak heran kalau Bush saat mencanangkan perang melawan terorisme menyebutnya sebagai perang salib. “Perang ini, perang salib ini, membutuhkan waktu yang lama”, jelas Bush.
Michael Colin Piper The High Priests of War menyatakan Presiden Bush tampaknya dikendalikan oleh kristen fundamentalis dan pengaruh kuat dari lobi Yahudi.
Pengaruh Kristen yang kuat ini tampak dari pernyataan Bush bahwa dia memerangi Al Qaidah, menyerang Saddam adalah perintah Tuhan. “Gold told me to strike al Qaidah and I struck them, and then he instructed me to strike at Saddam, which I did, and now i am determined to solve the problem in the Middle East.” ujar Bush.
Dr Musthafa Khalidy dan Dr Umar Farukh dalam bukunya Imperialisme dan Misionaris melanda dunia Islam meyebutkan bahwa motif dari misionaris di dunia Islam tercampur antara , bahkan kebanyakan misi mereka adalah politik. Argumentasi beliau adalah bahwa di negeri asal para misionaris itu, bangsa-bangsa Barat kebanyakan sudah atheis dan tak ada perhatian terhadap gereja.
Juga, Khalidy mengutip pernyataan misionaris G. Simon : “ Apabila persatuan Islam mulai menampakkan sosoknya untuk menghadapi imperialisme Eropa, maka para misionaris harus segera beraksi menyodorkan sosok Eropa, sehingga persatuan Islam pun menjadi luntur kembali. Karena itu para misionaris harus memasukkan pola pemikiran Kristen ke dalam persatuan Islam, sehingga dapat mengguncang kaum muslim. Negara Turki (pusat Khilafah Islamiyah) sungguh sangat berbahaya bagi Eropa sebab rakyatnya memeluk agama Islam, bahkan mereka memiliki kekuatan tersendiri untuk menghadapi ambisi dan kerakusan orang-orang Eropa.”
Hal yang senada dilontarkan L. Brown : “ Seandainya orang muslim bersatu padu dalam satu pemerintahan niscaya hal ini sangat berbahaya bagi seluruh dunia. Sebaliknya hal itu akan mendatangkan kenikmatan tak terhingga bagi kaum muslimin. Tapi selagi mereka terus sikut-sikutan, maka mereka juga tetap terombang-ambing, tidak mempunyai pedoman yang jelas dan tidak mempunyai pengaruh yang jelas dan tidak pengaruh yang berarti bagi dunia luar”. (lihat Khalidy, idem)
Dengan demikian motif gerakan salib atau Kristenisasi sesungguhnya ada dua. Pertama, motif agama. Dalam Kitab Perjanjian Baru, Markus:28: 18-19, “ KepadaKu telah diberikan segala kuasa di surga dan di bumi. Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa muridKu dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus.
Ayat ini menjadi acuan bagi kaum Kristiani mengenai keharusan menyebarkan agama Kristen ke seluruh dunia. Yang menjadi sasaran dalam motif ini ialah setiap penduduk bumi yang non Kristen. Artinya, motif ini menghendaki agar seluruh warga bumi dikristenkan.
Kedua, motif ideologis. Dalam hal ini kristenisasi menjadikan Islam dan Ummatnya sebagai sasaran utama. Menurut Kardinal Lavie Garry, “ Tanpa diragukan lagi agama yang paling kuat dan tidak bisa ditaklukkan adalah agama Islam. Oleh karena itu, para misionaris berharap agar seluruh kaum Muslim menjadi Kristen”. Dari sini kita memahami betul bahwa kegiatan misionaris tidak lepas dari aktivitas imperialisme negara-negara Barat yang rakus untuk menguasai dunia Islam, memecah belahnya, dan mencegah terjadinya persatuan kembali negeri-negeri Islam.
Strategi Utama
Secara umum gerakan salib menggunakan strategi yang pertama adalah Hard power yakni dengan menjadikan perang fisik sebagai andalan. Inilah yang mereka lakukan ketika perang salib, masa kolonialisme, hingga saat ini seperti memerangi Irak, Afghanistan dan Palestina. Strategi kedua adalah Soft power biasanya menggunakan pendekatan pendidikan, bantuan kesehatan, gerakan politik dan pemikiran. Hal yang menonjol dalam strategi yang kedua ini adalah orientalisme dan Kristenisasi.
Dalam China and the West, Pak mengutip ucapan Napoleon, “Delegasi misionaris agama bisa memberikan keuntungan buatku di Asia, Afrika, dan Amerika; karena aku akan memaksa mereka untuk memberikan informasi tentang semua negara yang telah mereka kunjungi. Kemulian pakaian mereka tidak saja melindungi mereka, tetapi juga memberi mereka kesempatan untuk menjadi mata-mataku di bidang politik dan perdagangan tanpa sepengetahuan rakyat.”
Akhirnya, kristenisasi menjadi salah satu strategi negara-negara Barat untuk menguasai dunia Islam. Negara-negara barat dan perusahaan-perusahaan multinasionalnya menanamkan modal yang sangat besar pada yayasan-yayasan misionaris. David Waren, penanggung jawab Ensiklopedia Dunia Kristen , menyatakan bahwa 70 miliar dollar telah dihabiskan untuk membiayai aktivitas misionaris pada tahun 1970 saja.
Menurutnya, kurang dari dua dekade jumlah ini telah mencapai hampir dua kali lipatnya dan akan terus meningkat. Muhammad Imarah mencatat, pada 1991 organisasi Misionaris Dunia memiliki 120.880 lembaga khusus untuk kegiatan kristenisasi di kalangan Islam; 99.200 lembaga pendidikan untuk mencetak kader penginjil; 4.208.250 tenaga profesional; 82 juta alat komputer; 24.000 majalah; 2.340 stasiun pemancar radio dan televisi; 10.677 sekolah dengan jumlah 9 juta siswa; 10.600 rumah sakit; 680 panti jompo; 10.050 apotik; anggaran kegiatan kristenisasi sebesar 163 miliar dollar. Tahun sekarang pastinya lebih dari itu.
Kristenisasi menempuh dua strategi. Pertama, membina dan memasukkan orang Islam ke dalam agama Kristen. Strategi ini terhitung kurang ampuh, mengingat ajaran Kristen sendiri memiliki kelemahan internal sehingga orang yang berakal sehat tidak akan sudi secara sadar memeluknya. Oleh karena itu, strategi Kedua dianggap lebih realistis dan efektif, yaitu mengeluarkan orang Islam dari agamanya atau menjauhkannya dari ajaran Islam.
Dalam konferensi Misionaris di kota Quds (1935), samuel Zweimer, seorang Yahudi yang menjabat direktur organisasi misi Kristen, menyatakan: Misi utama kita bukan menghancurkan kaum muslim sebagai seorang Kristen…tujuan kalian adalah mempersiapkan generasi baru yang jauh dari Islam, generasi yang sesuai dengan kehendak kaum penjajah, generasi malas dan hanya mengejar kepuasan hawa nafsu.” Strategi inilah yang berhasil meruntuhkan Khilafiyah Utsamniyah.
Sementara itu misi Kristen dalam bidang politik ditempuh dengan beberapa cara. Pertama, memastikan system di negeri-negeri Islam adalah sistem sekuler[/u]. Karena itu mereka berupaya keras untuk mencegah tegaknya syariah Islam di negeri Islam. Sebab dengan sistem sekuler itulah mereka bisa menjalankan misinya. Tidaklah heran kalau kelompok-kelompok Kristen sangat mendukung proyek sekulerisasai seperti menyebarkan ide liberalisme, pluralisme, Demokrasi dan Ham.
Upaya peniadaan syariah Islam tampak dalam pandangan orientalis klasik, Snouck hurgronje (1857-1936) yang memiliki pengaruh sangat luas di Indonesia, “Umat Islam sulit untuk beralih menjadi Kristen. Karena itu, ia merekomendasikan kepada Pemerintah Hindia Belanda agar memberikan kebebasan kepada Umat Islam dalam masalah ruhiyah, tetapi mencegah syariah Islam yang terkait dengan politik, seperti masalah Khilafah dan Pan Islamisme”.[/b]
Kesimpulan itu merupakan hasil studi mendalam tentang Islam, baik di Indonesia maupun di Timut Tengah. Ia bahkan berpura-pura masuk Islam dan mempersunting wanita Muslimah. Banuyak ulama Mesir menganggap dia sebagai Muslim. Namun, Gerrzt menegaskan, “Hurgronje adalah seorang Kristen yang berpura-pura masuk Islam.”
Penghancuran syariah Islam juga tampak dalam pandangan Indonesianis AS, William Liddle. Liddle membuat disparitas/perbedaan antara kaum ‘skipturalis’ (yang terikat dengan pemahaman teks-teks sumber dan kaum ‘substansialis’ (yang memahami Islam hanya berdasarkan semangatnya saja). Ia secara tegas mendukung pandangan kaum substansialis.
Langkah penting lainnya adalah infiltrasi politik. Ini bisa dilakukan dengan dua cara. Pertama, mendudukkan orang-orang muslim tapi sejalan dengan kepentingan Kristen. Atau yang Kedua mendudukkan orang Kristen secara langsung di pusat-pusat kekuasaan. Karena itu mereka sangat berhasrat untuk menduduki posisi penting dalam Militer dan Pemerintahan.
Negara-negara Barat-Sekuler secara licik menempatkan para penguasa Muslim sebagai agen dan kaki tangan mereka. Pada hakikatnya, para penguasa jenis seperti ini adalah orang-orang yang menghamba pada kepentingan negara-negara kafir imperialisme. Kenyataan menunjukkan, bahwa tidak ada seorang penguasa Muslim pun saat ini yang cinta dan menghendaki tegaknya sistem hukum Islam serta berusaha untuk memutuskan ketergantungannya pada kungkungan negara-negara adidaya kafir.
Dengan liciknya, negara-negara Barat menonjolkan tokoh-tokoh penguasa seperti Gamal Abdul nasser, Soekarno, Muhammad Ali Jinnah, dan lain-lain dalam rangka meraih loyalitas umat Islam. Negara-negara adidaya kafir juga telah menggunakan kaki-tangan mereka ini untuk memperkokoh cengkeraman ekonomi, politik, dan militernya di negeri-negeri Islam; mengeksploitasi sumber alam dan harta kekayaan umat ini; menjeratnya dengan utang luar negeri yang menggunung, yang mustahil dikurangi apalagi dihilangkan. Keberadaan para penguasa Muslim itu makin menambah dalam penderitaan yang dipikul oleh umat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar