Jumat, 09 Mei 2014

Bahayanya Pemikiran A.M Hendropriyono Dalam Memberantas Terorisme

                           
sumber foto seskab.go.id
Semalam di acara ILC  yang kembali mengangkat tema Terorisme ( Video) cukup seru. Seperti biasa kita di suguhi adu argumen dari pakar-pakar yang pastinya membawa kepentingan masing-masing.
Semua kita sepakat kalau aksi terorisme harus di berantas ke akar-akarnya. Timbulnya korban jiwa juga harus bisa di maklumi karena yang di lawan pihak Kepolisian khususnya Densus 88 sebagai pasukan khusus anti teror adalah orang-orang atau kelompok bersenjata.
Tetapi pendapat A.M Hendropriyono sebagai mantan Kepala Badan Intelijen Negara cukup membuat bulu kuduk saya berdiri. Inti pendapatnya semalam adalah,bahwa dalam memberantas teroris tidak ada istilah tersangka atau terduga teroris, tidak ada istilah mengedepankan hukum atau bahasa sederhananya tidak ada ampun,begitu dapat langsung prioritas pertama ditembak mati,kalau hidup ya cuma dimamfaatkan untuk membongkar jaringannya.
Kalau yang ditembak mati sudah pasti teroris saya pasti sepakat,misalnya dalam penggerebekan ciputat misalnya,para teroris di tembak mati wajar karena mereka sudah pasti teroris karena terbukti punya senjata dan melakukan perlawanan terhadap aparat keamanan.tapi bagaimana kalau yang ditembak mati belum pasti teroris,mengingat selama ini sering juga para terduga teroris itu di tembak ketika sedang naik motor misalnya.
Sebagai seorang mantan petinggi intelijen negara,sudah pasti Hendropriyono jauh lebih paham tentang penanganan terorisme.Tetapi sikap anti kritiknya terhadap penanganan teroris menimbulkan pertanyaan, kita sepakat kejahatan terorisme adalah  extraordinary crime, tapi apakah penanganan terorisme dengan prioritas pertama  langsung ditembak mati sudah tepat? ,mengingat selama ini berdasarkan data dari Komnas HAM sudah ada seratus teroris yang ditembak mati tapi terorisme tetap eksis.
Saya percaya bahwa banyak dari pelaku terorisme itu adalah korban cuci otak.Bahkan kalau mau jujur, Pemerintah adalah pihak yang paling bertanggung jawab penyebab suburnya terorisme. Mengingat para pelaku terorisme umumnya berasal dari keluarga kurang mampu. Kemiskinan tujuh turunan akibat tidak becusnya pemerintah dalam mengelola negara ini membuat rakyat khususnya pemuda-pemuda kita frustasi sehingga mudah terbujuk dan di cuci otaknya. Saya pernah menulis di artikel saya di Kompasiana http://sosbud.kompasiana.com/2014/01/03/bangga-menjadi-teroris-621809.html kalau masyarakat sudah sejahtera, tidak akan mudah di cuci otaknya.  Orang yang hidupnya sejahtera dan nyaman tidak akan mudah terpengaruh untuk menggadaikan nyawanya,bahkan demi bidadari sekalipun di surga.
Kalau kita sepakat bahwa para pelaku terorisme khususnya yang muda-muda adalah korban cuci otak, dan mereka juga bagian dari anak bangsa. Pemikiran A.M Hendropriyono yang main sikat habis tanpa memperdulikan hukum dan HAM sangat membahayakan. Belum lagi kalau di salah gunakan oleh “orang-orang besar” yang mempunyai wewenang untuk jalan menghabisi lawan-lawan politik atau lawan ideologinya.
Bagaimanapun juga kita wajib memberikan apresiasi kepada Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) khususnya densus 88 sebagai garda terdepan dalam pemberantasan terorisme. Disamping itu kita juga wajib mengawasi dan memberikan kritik terbaik untuk penanganan yang lebih baik lagi terhadap kinerja BNPT dan densus 88.
Sebagai penutup,saya berharap pemikiran A.M Hendropriyono tetap hanya sebagai wacana dan mungkin hanya timbul akibat rasa kegeraman beliau terhadap aksi terorisme yang merugikan dan merusak tidak hanya pelaku dan masyarakat yang menjadi korban,tapi negara yang kehilangan wisatawan dan investor yang ketakutan.
Salam Kompasiana
salam bijak tanpa memihak dan memijak
OPINI | 08 January 2014 | 11:16 Dibaca: 550   Komentar: 11   0   

Tidak ada komentar:

Posting Komentar