Jumat, 21 Februari 2014

Kristenisasi di Minangkabau Bagian.3



Pada malapetaka yang menimpa Wawah tahun 1999 yang silam, mencuatkan dua nama yakni Pendeta Yanwardi Koto dan Pendeta Willy Amrull. Keduanya secara keturunan ialah Minangkabau namun mereka telah murtad menjadi seorang Kristen. Yanwardi berasal dari Lubuak Basuang Kabupaten Agam sedang Willy berasal dari Maninjau di Kabupaten Agam. Menarik mengenai Pendeta Willy[1] ini, dia merupakan adik satu ayah dari Buya HAMKA.
Menurut beberapa sumber, telah lebih 30 orang pendeta Kristen berasal dari Bekas Minangakabu,[2] telah pula banyak orang Minangkabau yang keluar dari Islam.[3] Dalam melancarkan misi mereka semakin berani, seperti terang-terangan mendatangi seorang Minangkabau dengan maksud mengajaknya untuk pindah agama.
Namun yang paling berbahaya ialah mereka sengaja memakai simbol-simbol Minangkabau dalam melancarkan aksi mereka. Seperti arsitektur rumah bagonjong, marawa, pakaian adat minang (laki-laki mapun perempuan), bahasa, dan lain sebagainya. Kemudian langkah mereka ini didukung dan dilindungi oleh kaum LIBERAL Minangkabau. Kaum Liberal melindungi mereka dengan menyerang Logika berfikir kita “Apakah antara adat & islam itu sama? Apakah bahasa Minang itu ialah bahasa yang boleh dipakai oleh orang Minang Islam saja? Cina di Pondok banyak bahkan lebih fasih berbahasa Minang dibanding kan orang Minang sekarang?
Ada Juga SEPILIS yang memakai “Lagu Lama”, mengangkat isu Mayoritas VS Minoritas. begini katanya ” Yg sekian persen (saketek non-islam) ketika kini mereka menyatakan dirinya non-islam, lalu kok mayoritas mengeluarkan dia dari Minang? bukankah ini bantuk ‘man den’ dari urang Minang, mantang2 inyo mayoritas??” Islam mengajarkan manjago kerukunan, bukan kekacauan apolai dalam bantuak man den tahado urang lemah…”
Hm.. tertawa terpingkal-pingkal kami mendengarnya. Tahulah kami kalau SEPILIS yang satu ini sangatlah radikal. Mengatakan orang berjanggut saja yang Fanatik dan Radikal.
Engku dan encik sekalian, banyak orang sekarang yang kurang ajar tak baraso. Ketika datang ke kampung orang “ka gadang-gadangan”.  Adat-resam dalam kampung tersebut tak hendak mereka hormati dan hargai. Mereka kata kalau orang kampung tersebut terlalu kolot, sekarang zaman kemajuan, segala adat-resam yang berlaku dalam masyarakat mereka itu menghambat kemajuan karena tidak efektif dan efisien. Sebab banyak membuang waktu, zaman sekarang orang sangatlah sibuk. Payah mencari waktu luang pada masa sekarang, jadi segala adat-resam tersebut mesti di tukar.
Lalu orang kampung marah, mengusir Sumando Kacang Miang tersebut dari kampung mereka. Kamanakan merekapun dituntut untuk menceraikan suaminya atau pergi menghilang dari kampung. Tak boleh balik lagi ke kampung, sebab hati orang sekampung sangatlah tersinggung dengan perkataan dan sikap Congkak-Sombong dari Sumando yang katanya INtTELEK tersebut. Kata orang “Tamatan Universitas Negeri Ternama di Pulau Jawa..”
Lalu kemudian si Sumando marah dan menuntut orang kampung karena telah melanggar hak-haknya sebagai warga negara. Sebagai warga negara dia berhak berada dimana saja di wilayah hukum NKRI ini. Ini ialah hak dan kebebasan ia sebagai warga negara. Dia juga menggunakan dalil-dalil agama “Inikan bumi Allah, sebagai seorang muslim saya berhak berada dimana saja di bumi Allah ini..!!”
Karena orang kampung ini lemah, tak kenal dengan pejabat dan “urang bagak” maka terpaksa dibiarkan saja Sumando Kacang Miang ini Marajolelo di dalam kampung. Coba katakan kepada kami duhai engku dan encik sekalian, beginikah yang engku dan encik kehendaki nantinya menimpa Alam Minangkabau ini.
Kita mesti hormat dan toleran kepada orang lain, namun orang lain tak mesti hormat dan toleran kepada kita. Maju Kena-Mundur Kena. Bercakap salah-diampun salah. Dipukul salah-balik memukulpun salah. Kita bercakap tak didengarkan-orang bercakap kita mesti dengar.
Katakan engku dan encik sekalian, hukum siapakah itu? Hukum darimanakah itu? Pantaskah orang yang menganut pendirian serupa ini kita sambut sebagai dunsanak, dihargai sebagai kawan, atau dimuliakan sebagai tamu. Intelektual atau BINGAkah Urang Awak itu namanya.
Metode lain yang mereka gunakan ialah melalui jalan perkawinan dan pacaran. Metode ini hampir merata dipakai oleh para Kristen Radikal ini. berpura-pura masuk Islam, kemudian selepas punya anak kembali ke Kristen. Kalau pasangan tak hendak maka anak-anak akan diambil. Atau menghamili perempuan Minang, kalau hendak dipertanggung-jawabkan maka harus mengikuti agama Lelaki jahanam itu.
Kemudian ada pula dengan cara meracuni fikiran orang Minangkabau dengan Mazhab SEPILIS[4]. Dimana kebebasan individu dijunjung tinggi, agama ialah urusan pribadi dan tak boleh dicampuri oleh orang lain. Agama juga tak boleh dicampur-baurkan dengan urusan duniawi seperti politik, ekonomi, sosial, dan budaya. Harus saling menghargai perbedaan, apapun pilihan yang diambil seseorang ialah hak asali yang ada padanya. Dan terakhir, perubahan ialah sesuatu yang pasti untuk mencapai kemajuan. Barang siapa yang tak hendak menerima perubahan maka ia akan tersuruk dalam ke bodohan.
Sungguh suatu untaian pendapat yang sangat manis memabukkan. Namun satu hal yang engku dan encik lupa, bahwa segala yang mereka sampaikan tersebut merupakan konsep tiruan dari Masyarakat Barat. Konsep tersebut lahir dibarat sebagai pemberontakan terhadap pengaruh agama terhadap negara atau kehidupan masyarakat disana. Terlepas dari pendapat yang beredar bahwa agama Kristen di Eropa semasa dahulu itu merupakan penyebab keterbelakangan. Kalau memang iya maka seharusnya kita tak boleh menganut agama ini. Sebab kita dapat saja bertambah bodoh.
Namun keadaan yang berlainan berlaku di Minangkabau dan dunia Islam. Sebagai agama, islam justeru membawa perubahan ke arah kemajuan. Namun hal tersebut tidak pernah disebut dan sengaja ditimbun dengan berbagai kebohongan agar setiap orang Islam menjadi jauh dari agama mereka.
Bagaimana cara mereka menimbunyya? Salah satunya ialah dengan mengatakan bahwa Islam dan Adat itu bertentangan. Sangat banyak orang-orang fasik pada masa sekarang yang mengatas-namakan Islam berteriak keras dan kasar “Adat Minangkabau Kafir, bertentangan dengan Syari’at..!!”
Bagi orang Minangkabau yang singkat akalnya akan langsung terpancing dan membalas. Akibatnya lama-lama akan timbul kebencian terhadap agama sendiri. Seperti salah satu penyebab orang Minang itu keluar dari Islam ialah karena berasal dari keluarga yang kuat pemahan agama Islamnya namun karena terlalu kaku dan keras (bodoh) keluarganya dalam beragama menyebabkan ia trauma dan benci terhadap Islam itu sendiri. Maka berangkat dari kebencian itulah ia memutuskan untuk murtad dan kafir.
Banyak orang Minangkabau yang dibutakan merasa kagum dengan usaha sebagian kecil orang-orang munafik ini. berteriak-teriak perihal pertentangan Islam dengan Adat. Memihak ke salah satu fihak, apakah itu Fihak Adat ataupun Agama. Akibatnya semakin membuka jalan untuk masuknya misi Kristen.
Telah bersusah payah para tuanku dan inyiak-inyiak kita mengusahakan Perpaduan Islam dengan Adat di Alam Minangkabau ini. Maka dari itu muncullah pepatah adat “ADAT BASANDI SYARAK-SYARAK BASANDI KITABULLAH..”
Maknanya ialah bahwa Minangkabau itu ialah Islam. Di Minangakabu Adat itu ialah Islam. Engku mencemooh kami “Kalau demikian kenapa banyak perkara yang tak ada dalam syari’at tapi ada dalam adat engku..?!”
Biarlah kami jawab “Syarak bertilanjang, Adat basisampiang..” maksudnya ialah bahwa segala yang diperintahi oleh syari’at itu dibungkus oleh adat dengan baso-basi. Kata syarak itu keras, adat memperhalus sesuai dengan budi-bahasa orang Minangkabau di Alam Melayu ini.
Berhati-hatilah engku dan encik sekalian, musuh mengintai kita dari segala penjuru pada masa sekarang. sungguh sangat mengherankan begitu banyak karya seni yang mengatas-namakan kepada Minangkabau pada masa sekarang (Filem, tari, Musik, dll) namun jauh dari nilai-nilai Islam. Agama kita dihujat-Adat kita dilecehkan..

[2] Kami gunakan kata “bekas” karena apabila seorang Minangkabau telah keluar dari islam maka dirinya tak lagi patut mengaku sebagai orang Minangkabau. Dirinya telah dibuang sepanjang adat. Hal ini karena Minangkabau bukanlah sekedar keturunan (geneologis) melainkan juga “gaya hidup”. Telah banyak orang Minangkabau sekarang yang berkelakuan tak berseuaian dengan adat dan syarak. Namun karena masih menyatakan memeluk Islam mereka belum dapat dikatakan sebagai “bekas” atau “mantan” orang Minangkabau.
[4] Sekularis, Pluralis, Liberalis

Tidak ada komentar:

Posting Komentar