Jumat, 28 Februari 2014

 

 

 

Penduduk Poso: hentikan pertumpahan darah

Orang-orang bersenjata yang menembaki unit Brimob merupakan bagian dari Mujahidin Indonesia Timur (MIT) yang dipimpin Santoso, menurut aparat berwenang.

Oleh Maeswara Palupi untuk Khabar Southeast Asia di Poso, Sulawesi Tengah

Februari 25, 2014
Sejumlah pria bersenjata yang membunuh seorang perwira polisi dalam baku tembak di pegunungan di Sulawesi Tengah pada 6 Februari, merupakan anggota jaringan teroris yang dipimpin oleh Santoso, buronan militan Islam nomor satu di Indonesia, kata penyelidik.
  • Para petugas bersiap-siap untuk mengangkut jasad perwira polisi Putu Satria Wibawa ke bandara Poso untuk diterbangkan ke kampung halamannya di Bali. Wibawa tewas saat baku tembak dengan militan pada 6 Februari di Kabupaten Poso. [M. Taufan S.P. Bustan/Khabar] Para petugas bersiap-siap untuk mengangkut jasad perwira polisi Putu Satria Wibawa ke bandara Poso untuk diterbangkan ke kampung halamannya di Bali. Wibawa tewas saat baku tembak dengan militan pada 6 Februari di Kabupaten Poso. [M. Taufan S.P. Bustan/Khabar]
Petugas Putu Satria Wibawa, anggota dari satuan Brigade Mobil (Brimob) Poso, tewas ditembak di dekat tempat yang dicurigai merupakan lokasi pelatihan militan.
“Baku tembak terjadi di desa Tounca, Kabupaten Poso, tidak jauh dari kamp militan. Insiden itu terjadi saat polisi sedang berpatroli di daerah itu,” kata Kapolda Sulawesi Tengah Ari Dono Sukmanto kepada Khabar Southeast Asia dalam sebuah wawancara telepon.
Ari mengatakan, dalam bentrokan itu, polisi menembak mati satu dari dua terduga militan dan menangkap orang yang kedua, yang diidentifikasi sebagai Fandi. Polisi belum mengidentifikasi tersangka yang mati.
“Kami menyita senapan dan bahan peledak,” tambah Ari.
“Kami tidak ingin lebih banyak pertumpahan darah”
Sulawesi Tengah memiliki sejarah yang sulit. Dari tahun 1998 sampai 2002, sebanyak 1.000 orang tewas dalam pertumpahan darah sektarian antara kaum Muslim dan Kristen. Baru-baru ini, militan mengoperasikan kamp pelatihan di daerah itu dan telah menargetkan polisi setempat dalam serangkaian serangan.
Pada akhir tahun 2012, militan menembak mati enam perwira dalam penembakan terpisah di sekitar Poso. Dan pada 3 Juni 2013, militan melancarkan serangan bom bunuh diri di kantor polisi Poso, yang tidak merenggut korban jiwa.
Santoso, yang mengepalai Mujahidin Indonesia Timur (MIT) yang dituding oleh polisi atas pengeboman itu, diyakini beroperasi dari hutan-hutan di provinsi itu.
Muhammad Priyanto, seorang warga Poso, menghimbau pemerintah agar berbuat lebih banyak untuk melindungi warga di kabupaten tersebut.
“Santoso adalah salah satu teroris paling dicari di Indonesia, dan saat ini dia masih buron, ujar Priyanto, 33, kepada Khabar.
Priyanto dan penduduk setempat lainnya yang mengalami kekerasan agama di masa lalu sekarang takut akan terorisme, kata Priyanto.
“Saya menyaksikan banyak dari pembunuhan ini dan ketika saya ingat, saya masih merasa trauma," katanya. ”Poso membutuhkan keamanan lebih.”
Sementara itu, Syariffudin Ahkmad, seorang ulama di Poso, mengecam pembunuhan Wibawa, dan mengatakan penduduk setempat harus waspada. Kabupaten ini masih rentan dan ekstrimis bisa menggunakan serangan teroris untuk menyalakan kembali ketegangan sektarian, katanya kepada Khabar.
“Kami tidak ingin lebih banyak pertumpahan darah,” kata Syariffudin. ”Kami telah cukup berkorban.”

Tulisan Yang Berhubungan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar