Jumat, 21 Februari 2014

Pemurtadan di Minangkabau Bag.11 (Penghabisan)


528087_322940984433553_1963850979_n
Gambar: Internet
Sesungguhnya, berbagai kasus pemurtadan yang menimpa Alam Minangkabau ini telah lama berlangsung semenjak dari kedatangan orang Eropa ke Negeri kita. Dimulai dengan para gundik asal Minangkabau yang memiliki anak dari orang kafir (Eropa & Cina) menjadi korban pertama.
Banyak penyebab seorang Minangkabau akhirnya berkeputusan untuk murtad. Diantara penyebab itu ialah:
  1. Karena faktor pernikahan, dimana pada awalnya pasangan yang hendak menikahi bersedia masuk Islam. Namun selepas memiliki anak, mulai membuat perkara dengan kembali ke agama Nasrani lalu “meminta” pasangannya untuk ikut pindah agama. Apabila menolak maka akan diceraikan (digugat cerai bagi yang lelaki) dan hak asuh atas anak-anak akan diambil alih.
  2. Karena faktor pengalaman pribadi (trauma dengan adat dan agama di kampung) seperti yang menimpa David Stephan Sjafiroeddin. Atau seperti pengalaman salah satu pasangan murtad dimana sang isteri berasal dari M*ni*ja* dan sang suami dari Si*ung*ang. Si isteri memutuskan pindah agama karena trauma melihat salah seorang saudara perempuannya dipaksa untuk menikah dengan seorang ustadz yang telah beristeri empat.
  3. Ada pula faktor ekonomi, merupakan celah yang paling banyak dimanfaatkan oleh para pemurtad.
  4. Dibujuk, dipaksa, dirayu seperti yang terjadi pada Wawah pada tahun 1999 silam.
  5. Salah didikan semenjak kecil dimana ilmu agama dan adat kurang ditanama dalam kesadaran setiap anak. Dengan minimnya pengetahuan mereka terhadap illmu agama memudahkan bagi pemurtad untuk memanipulasi fikiran mereka. Seperti yang terjadi pada DSS
  6. Minimnya pengetahuan mereka atas ilmu agama juga menjadi pembuka jalan untuk masuknya berbagai ideologi yang bertentangan dengan Islam. Akhirnya pendapat yang menyatakan “Agama adalah penghambat kemajuan dan harus disesuaikan dengan perkembangan zaman..” tertanam kuat dalam benak mereka. Akibatnya ancaman pemurtadan seperti yang pada saat sekarang ini kita perbincangkan bagi mereka bukan persoalan sebab orang-orang seperti ini berprinsip “Agama itu urusan saya dengan tuhan, jadi tak boleh seorangpun dapat mengintervensi saya..”
Faktor-faktor yang kami sebutkan di atas merupakan sebagian kecil dari beberapa faktor lainnya. Perlu pengkajian lebih dalam mengenai permasalahan ini, semoga saja diantara engku dan encik sekalian ada yang berkenan untuk melakukan penelitian mengenai permasalahan ini.
Perkenankan kami kiranya untuk memberi ingat kepada engku dan encik sekalian. Bahwa bahaya SEPILIS sama bahayanya dengan bahaya PUMRTADAN. Sebab ideologi SEPILIS juga berkeinginan untuk menjauhkan kita orang Minangkabau dari agama dan adat kita. Dengan menanamkan konsep bahwa agama dan adat tidak dapat dicampurkan dengan kemajuan ekonomi, pemerintahan, atau berbagai kebijakan pemerintah lainnya. Mereka berusah memperkecil Konsep dari Islam itu sendiri, mulai dari Rahmat bagi Sekalian Alam menjadi Rahmat bagi Individu Manusia saja. Agama ialah urusan pribadi jadi tiada dapat kita menegur seseorang apabila dia khilaf dalam mengerjakan suatu amalan ibadah.
Kita juga dapat menyaksikan betapa keras pembelaan KAUM MUNAFIQUN (SEPILIS) ini terhadap pemurtad dan murtadin. Berbagai pertanyaan kurang ajar mereka ajukan, mereka pakai LOGIKA BEBAS, mereka giring kita kepada KONSEP yang telah mereka buat, mereka paksa kita memberikan BUKTI berupa DATA tertulis, dan lain sebagainya.
Engku dan encik sekalian, sejauh pengamatan kami, yang menjadi korban pemurtadan ini ialah para anak-kamanakan kita yang ada di rantau.[1] Karena tidak cukup bekal (Ilmu Agama & Adat) yang kita berikan maka akhirnya TABALIAK ketika sampai di rantau.
Banyak kita saksikan anak-kamanakan kita yang telah kita kirimi pergi bersekolah merantau dengan niat supaya dapat menjadi manusia yang membangun marwah keluarga, bangsa (Minangkabau), dan agama serta dapat kita banggakan ke hadapan negeri. Namun apa boleh dikata “Jauh panggang dairpada api”. Tatkala pulang kampung mereka merasa pintar, cerdik, hebat, moderen, dan lain sebagainya. Berbagai adat-resam di kampung mereka rendahkan, kepercayaan agama kita lecehkan. Mereka beranggapan bahwa mereka ialah “Orang-orang yang dicerahkan..” sedangkan kita orang kampung ialah “Manusia-manusia udik..”.
Na’uzubillah..
Semoga hal ini dapat menjadi bahan pemikiran bagi kita semua, Amiin..

[1] Ada yang pergi merantau karena tuntutan kehidupan (pendidikan, ekonomi, dsb) ada pula yang sengaja dipindahkan dan ditempatkan pada suatu tempat tertentu untuk menjelani pendidikan guna menjadi seorang Misionaris

Tidak ada komentar:

Posting Komentar