Selasa, 25 Februari 2014

Syahadat Siswa Murtad

MUHAMMAD SUBHAN
email: rinaikabutsinggalang@yahoo.com
Ranah Minang agaknya tidak pernah tenang dari berbagai ujian keimanan masyarakatnya. Belum hilang dari ingatan kasus ateisnya seorang PNS di kabupaten Dharmasraya dan kasus penginjakan al-Quran oleh belasan siswa di salah satu sekolah di kabupaten Pasaman atas perintah gurunya, kali ini seorang siswa di Payakumbuh menyatakan dirinya keluar dari agama Islam (murtad).
Dan, lagi-lagi masyarakat Sumatera Barat buncah. Negeri Adat bersendi Syarak, Syarak bersendi Kitabullah itu pun kembali menjadi sorotan media. Siswa yang murtad itu, Rahmatin Fajri, usianya masih begitu muda, 18 tahun. Sebab ia memilih pindah agama, semata lantaran tak kuat menanggung beban kemiskinan. Alasan klasik yang tak juga mampu dituntaskan oleh pemerintah yang katanya bertanggung jawab terhadap nasib orang-orang miskin.

Rahmatin Fajri, bersekolah di MAN 1 Payakumbuh. Sekolah agama. Dia anak yang cerdas, ramah dan periang, menoreh banyak prestasi, dan memiliki jiwa kepemimpinan yang tinggi. Oleh kawan-kawannya, ia diamanahkan menjadi ketua OSIS. Satu saja kekurangannya, ia hidup sebagai anak brokenhome, ayah dipenjara lantaran tersangkut suatu kasus, sementara sang ibu bekerja serabutan membantu pekerjaan orang agar asap di dapur dapat terus mengepul.
Melihat kondisi keluarganya itu, terutama sang ibu yang berjuang keras mencari nafkah dan menjadi tulang punggung keluarga satu-satunya, Fajri tak tega. Ia ingin sekali membantu, tetapi apa yang dapat dilakukannya, dia tidak tahu. Konsentrasi belajarnya pun buyar, terutama sejak ditinggalkan sang ayah, lalu pahit hidup semakin terasa.
Terbetik di hati remaja itu ingin melakukan kejahatan, tetapi ia ingin pula dosa-dosanya diampuni nanti. Maka, Fajri mencari referensi di internet, bertemulah ia dengan sebuah artikel tentang “pengampunan dosa” yang lumrahnya ada dalam agama Nasrani. Entah mengapa, membaca artikel itu, Fajri merasa tertarik untuk mendalami agama Nasrani.
Keesokan harinya, Sabtu (24/3/2012), Fajri mendatangi sebuah gereja di Payakumbuh. Ia bertemu dengan seorang biarawati. Sempat ia berdialog soal pengampunan dosa itu. Ia juga sempat memakan sebuah roti berwarna putih yang diberikan biarawati kepadanya. Minggu (25/3/2012), entah angin apa yang menggerakkan jiwanya, Rahmatin Fajri kembali datang ke gereja. Di hari itu, ia melihat jemaat gereja sangat ramai. Bersama-sama jemaat Nasrani itu, ia mengikuti sembahyang dan sempat berlutut di hadapan patung Bunda Maria dan Yesus Kristus.
Di hari-hari berikutnya terjadi perubahan dalam diri remaja itu. Di sekolah, menurut kawan-kawan dan gurunya, sikap Rahmatin Fajri tidak seperti biasanya. Lambang di seragamnya pun berubah, ada tanda salib yang tentu saja membuat heboh seisi sekolah agama tempat ia menimba ilmu. Takut terjadi hal-hal yang tak diinginkan, pihak sekolah mencoba melakukan pendekatan, tetapi tidak berhasil. Hingga akhirnya masalah itu sampai ke telinga sejumlah ulama muda di Payakumbuh yang tergabung dalam Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB).
Oleh pengurus FKUB, informasi murtadnya Rahmatin Fajri dibawa ke Rumah Muallaf Sumatera Barat yang dipimpin Ustad Ibnu Aqil D. Ghani yang juga Ketua Paganagari Sumatera Barat di Padang. Atas saran Ustad Ibnu Aqil D. Ghani, dibuatlah sebuah skenario agar Rahmatin Fajri dapat dipertemukan dengan Ustad Ibnu Aqil D. Ghani. Maka, didampingi teman-temannya, disampaikanlah kepada Rahmatin Fajri kalau ada acara temu alumni di Padang. Tanpa menaruh curiga, Rahmatin Fajri menyatakan keikutsertaannya. Namun setiba di Padang, ia dibawa ke Rumah Muallaf dan mendapat pembinaan selama lebih sepekan dibawah bimbingan Ustad Ibnu Aqil D. Ghani.
Kepada SABILI di Padang, Ustad Ibnu Aqil D. Ghani menyebutkan, murtadnya Rahmatin Fajri diperkuat ketika ia meminta remaja itu mengisi blanko biodata. Di dalam blanko itu tersurat sebuah isian “agama sebelumnya”. Rahmatin Fajri menulis di bagian itu bahwa agama sebelumnya ia anut adalah Kristen Katolik. Sementara kedua teman yang mendampinginya selama pembinaan mental itu, juga diminta mengisi blanko yang sama tetapi keduanya mengosongkan saja poin “agama sebelumnya” itu lantaran mereka muslim.
Selama pembinaan di Rumah Muallaf, Ustad Ibnu Aqil D. Ghani melakukan pendekatan dari hati ke hati. Ia lakukan dialog sehingga Rahmatin Fajri mengakui kekhilafannya telah memilih murtad, keluar dari agama Islam. Sehingga pada Jumat (6/4/2012), Ustad Aqil D. Ghani bersama Tim Rumah Muallaf Sumatera Barat berhasil membimbing Rahmatin Fajri kembali mengucapkan syahadat.
Remaja itu mengaku menyesal telah pindah agama, sementara sebelumnya ia seorang muslim yang taat. Ia juga pernah mondok di sebuah pesantren di Payakumbuh dan sempat tinggal mengurus sebuah musala di kota yang sama. Ia pun bersekolah di MAN 1 Payakumbuh yang notabene sekolah agama.
“Sebelumnya saya tidak mampu menerima keadaan hidup saya dan keluarga. Saya merasa Tuhan tidak adil. Dan saya pindah agama atas niat dan keasadaran saya sendiri,” ujar remaja itu polos.
Jika dihitung, sejak Minggu (25/3/2012) Rahmatin Fajri pindah agama dan kembali memeluk Islam pada Jumat (6/4/2012), maka ia telah memeluk agama Nasrani selama 12 hari. Untunglah pihak-pihak yang peduli terhadap nasibnya cepat bertindak sehingga aqidahnya dapat terselamatkan. Oleh Rumah Muallaf Sumbar, sebelum ia dipulangkan kembali kepada keluarganya di Payakumbuh, Rahmatin Fajri sempat dipertemukan dengan Walikota Padang Fauzi Bahar. Walikota Padang menyatakan ikut prihatin atas peristiwa tersebut, dan atas inisiatifnya juga remaja itu diangkat menjadi anak asuh dan diberikan sedikit bantuan uang.
Bantuan-bantuan dari umat Islam lainnya pun mulai mengalir sebagai wujud kepedulian terhadap nasib Rahmatin Fajri. Ustad Ibnu Aqil D. Ghani, ketika ia berkesempatan menjadi Khatib Jumat di Masjid Jihad Padangpanjang, ia mengajak jemaah masjid itu mengumpulkan sumbangan. Begitupun sumbangan dari umat Islam lainnya di Padang yang dikoordinatori Ustad H. Rusydi, telah terkumpul sebanyak Rp3,5 juta. Nantinya, setelah jumlah sumbangan mencukupi, uang itu akan diserahkan kepada ibu Rahmatin Fajri agar ia dapat membuka usaha sehingga ada sumber pendapatan keluarga yang bisa diharapkan.
“Jadi jelaslah bahwa kemiskinan itu benar-benar mendekati kepada kekufuran. Kasus ini menjadi pelajaran bagi kita umat Islam agar benar-benar membuktikan kepedulian kita kepada sesama muslim,” ujar Ustad Aqil D. Ghani.
Dai yang vokal dan getol menyuarakan antikristenisasi di Ranah Minang ini, juga mengajak umat muslim Indonesia untuk membantu Rahmatin Fajri lewat Rumah Muallaf Sumatera Barat yang dipimpinnya. Donasi dapat dikirim ke nomor rekening 1530091114 a.n Ibnu Aqil qq Rumah Muallaf, Bank Syariah Mandiri Padang.
“Sekecil apapun sumbangan kita terhadap nasib saudara kita yang belum beruntung secara ekonomi hingga sampai terjebak pada kasus pindah agama (murtad) tentulah sangat berarti,” ujar Ustad Ibnu Aqil D. Ghani yang menambahkan bahwa sejak setahun berdiri di Padang Rumah Muallaf telah mensyahadatkan empat orang muallaf.
Diterbitkan di:
MAJALAH ISLAM SABILI EDISI NO. 17 TH. XIX 24 MEI 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar