Minggu, 27 April 2014



Ada dua blunder yang merugikan PDI Perjuangan
 
Ada dua blunder yang merugikan PDI Perjuangan dalam pertemuan Permata Hijau yang digelar Senin (14/4/2014) malam lalu. Tetapi yang paling fatal adalah terlibatnya Vatikan dalam pertemuan itu.
Kesalahan pertama adalah terlibatnya Amerika Serikat, melalui duta besarnya Robert O. Blake dalam pertemuan itu. Dalam pandangan saya, kalau pun PDI Perjuangan memandang faktor AS itu begitu signifikan, sikap ‘sumerah’ tersebut tidaklah harus dibuat setelanjang itu ke public. Menjadikannya hanya sebagai ‘rahasia dapur’ tentu saja lebih elok untuk nama besar PDIP yang biasa menampilkan retorika-retorika kemandirian dan anti-asing khas Bung Karno itu di mata public.
Bagi saya, sebagaimana ‘faktor militer’, ‘faktor AS’ hanyalah mitos yang entah mengapa tanpa reserve kita pertahankan. Seolah, tanpa dukungan AS, tak mungkin seseorang bisa menjadi presiden Indonesia.
Mungkin ada benarnya, mengingat fakta sejarah seputar penurunan Bung Karno, naiknya Soeharto dan seterusnya yang selalu melibatkan pembicaraan tentang ‘faktor AS’ itu. Bahkan tak kurang yang terbuka, seperti terungkap dalam biografi mantan Menteri Luar Negeri AS, Condoleeza Rice. Dalam ‘No Higher Honor: A Memoir of My Years in Washington’ itu Rice tanpa sungkan menilai para presiden Indonesia yang sempat dikenalnya. Misalnya, sebagai tanda persetujuannya atas kemenangan SBY dalam Pemilu 2014--Rice tak satu kata pun menyebut mitra SBY, Jusuf Kalla, Rice mengatakan SBY telah membawa era baru bagi Indonesia.
Tetapi sukar untuk menolak bahwa dalam politik Indonesia, ‘faktor AS’ pun tak lebih dari sekadar mitos. Sama halnya dengan ‘militer’ yang dianggap lebih kapabel, yang dalam banyak hal hanya merujuk Soeharto. Yang lain, maaf kata, justru membuktikan sebaliknya.
Sementara sebaliknya, yang faktual adalah bahwa kepemimpinan mana pun yang mengedepankan mitos, bukanlah kepemimpinan yang cocok untuk dinamis dan tak terprediksinya masa depan. Ia telah menjadi masa lalu yang seharusnya ditinggalkan. Sudah tidak masanya lagi melibatkan ‘wahyu keprabon’ atau mitos minum air kelapa pemberi nasib baik ala Sutawijaya dalam Babad


Tanah Jawi untuk urusan kepemimpinan saat ini.
Tetapi tentu saja, yang kedua, yakni melibatkan Vatikan ke dalam pertemuan itu jauh lebih fatal. Orang masih bisa memaklumi terlibatnya AS dengan ke dalam pertemuan, mengingat negara adidaya itu faktor penting dalam percaturan dunia saat ini. Apalagi kalau kita membuka data statistik tentang ketergantungan Indonesia, yang tak hanya melulu soal ekonomi, melainkan juga kebudayaan, sosial, hukum dan demokrasi.
Tetapi Vatikan? Nyaris bisa dikatakan, tak ada kepentingan strategis apa pun yang bisa dijadikan alasan pembenar hadirnya dubes Vatikan pada pertemuan itu. Sebaliknya, hadirnya Dubes Vatikan justru memberi ‘noda’ pada pertemuan.
Yang paling jelas, ia menjadi alasan pembenar (justifikasi) bagi banyak kalangan untuk mengorek rumors lama di sekitar pencalonan Jokowi. Isu yang muncul sejak ia mengincar kursi gubernur DKI Jakarta: isu sektarian keagamaan. Isu yang tak juga lekang di masa Pileg kemarin.
Bukankah kita pun tahu, dengan gampang kita bisa menemukan pamflet, selebaran, baik itu dalam bentuk cetakan maupun yang berseliweran di dunia maya lewat internet dan telepon seluler kita? Bukanlah kita tahu betapa repot Jokowi dan PDI Perjuangan menepis isu primordial yang mengembalikan kita ke tahun-tahun awal kemerdekaan, setidaknya era 1950-60-an itu?
Lalu untuk apa isu tidak cerdas yang membawa bangsa kepada sentimen sempit primordial itu justru dihadirkan kembali secara telanjang dengan terlibatnya Vatikan dalam pertemuan?
Unsur PDI Perjuangankah yang alpa memikirkan akibatnya, dan sengaja mengundang Vatikan ke dalam pertemuan? Jujur saja, saya ragu. Jokowi dan PDI Perjuangan tahu betapa kerasnya isu primordial itu menghantam mereka. Mereka juga tahu betapa sulitnya berkelit.
Tetapi begitu saja menunjuk inisiator pertemuan, Jacob Soetoyo, sebagai pengundang pihak Vatikan pun kurang memiliki alasan kuat. Bagaimana mungkin, Jacob, seorang yang sempat menjadi anggota Dewan Pengawas CSIS dan anggota lembaga terkemuka dunia, Trilateral Commision, semudah itu silap memperhitungkan dampak negatif keterlibatan Vatikan ?
Atau justru semua telah tertata dalam rencana?
 
Indikasi Jokowi mendapat Dukungan Israel
Sepak terjang Jokowi ternyata juga dipantau Israel. Laman Israel tak henti menyorot segala macam berita tentang Gubernu...r Jakarta itu. Laman //Israelforeignaffairs.com//, misalnya tak ketinggalan memotret perjalan Jokowi di peta perpolitikan nasional.
Laman Israel itu mengutip sepak terjang Jokowi dari sejumlah media asing dan media Indonesia. Ada sekitar 25 berita yang terkait soal Jokowi di laman Israel itu. Uniknya, berita soal Jokowi baru intensif jadi sorotan laman itu sejak bulan Maret, atau hampir bersamaan dengan waktu pencapresan Jokowi oleh PDI Perjuangan.
Jokowi pun diportet secara positif dalam berita yang dikutip oleh laman Israel itu. Beberapa berita Jokowi yang dikutip laman Israel itu di antaranya berjudul, "Pencapresan Gubernur Jokowi Riuhkan Politik Indonesia" dan "Jokowi: Penggemar Metal yang Diunggulkan Jadi Presiden Indonesia."
Tak hanya Jokowi yang mendapat sorotan dari media itu. Sejumlah berita terkait tokoh politik nasional pun tak luput dikutip oleh laman //Israelforeignaffairs.com//. Namun porsi sorotan pada Jokowi menyita perhatian terbanyak.
Bukan hanya sebatas media, perwakilan Israel pun intensif menjalin kontak dengan tokoh politik Indonesia. Salah satu tokoh yang pernah menjalin kontak dengan Israel adalah petinggi Partai Nasdem, Ferry Mursyidan Baldan. Kini Ferry bersama Partai Nasdem-nya menjalin koalisi untuk meloloskan Jokowi sebagai presiden Indonesia.
Sumber : Republika.co.id





JOKOWI banyak mengikuti ajaran KRISTUS....
Pembaca FK dimana saja berada,

Shallom,
Tanpa mau melebihkan perilaku JOKOWI yang memang telah sesuai terpilih dengan kalimat "Vox Populi Vox Dei" atau "Suara Rakyat Suara Tuhan",walaupun dihadang partai politik yang kuat, dihujat karena wakilnya adalah seorang Kristen (wakil yang di Solo yang jadi walikota sekarang juga seorang katolik) tetap saja ia menang, pada berita kali ini adalah ketika Jokowi mencium tangan mantan atasannya..
Mungkin tidak banyak orang yang dapat melakukan hal ini sekalipun ia seorang Kristen yang ajarannya penuh Kasih,apalagi bila ia terpilih menjadi pejabat penting semacam walikota, gubernur ataupun anggota Dewan yang tidak terhormat,coba kita simak berita dibawah ini, ternyata prilakunya sesuai dengan firman berikut:

Tetapi Aku berkata kepadamu: Janganlah kamu melawan orang yang berbuat jahat kepadamu, melainkan siapa pun yang menampar pipi kananmu, berilah juga kepadanya pipi kirimu.(Matius 5;39)

Kasih itu sabar; kasih itu murah hati; ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong. (1Korintus 13:4)


Marilah kita berdoa dan menunggu pekerjaan Tuhan yang penuh kasih akan terjadi pada warga Jakarta melalui Jokowi, diantaranya pemberian Kartu Jakarta Sehat yang membebaskan warga miskin dengan biaya medical yang tinggi, pembelaan kepada warga kurang beruntung dengan tidak menyetujui pembangunan Jalan Layang di DKI untuk kendaraan roda-4, rencana pembangunan rumah murah yang manusiawi bagi warga kurang beruntung, pengaturan managemen keterbukaan anti korupsi, melalui rapat Balaikota yang selalu dapat dimonitor melalui You-tube dll, dll Luar biasa kita tunggu saja

Tidak ada komentar:

Posting Komentar