Minggu, 27 April 2014

CSIS = Cina Senang, Israel Senang By nahimunkar.com on 25 April 2014 . Cina dan Israel mempunyai kepentingan yang sama, yaitu melemahkan dan menghancurkan golongan Islam di Indonesia. Cina dan Israel sudah menguasai ekonomi nasional Indonesia. Tinggal selangkah lagi, menguasai kedaulatan politik. … , melalui tokoh boneka seperti “Jokowi” sekarang ini, kelompok-kelompok Cina dan Zionis, menggunakan kekuatan lokal, mengendalikan Indonesia, supaya Indonesia tetap terjajah, sumber daya alamnya dikuasai, dan secara politik dikendalikan, sehingga tidak menjadi ancaman bagi : “Asing dan A Seng”. JAKARTA – CSIS itu identik dengan istilah “Cina Senang, Israel Senang”. Karena, CSIS itu berdiri dari kolaborasi antara tokoh dan aktifis Katolik (Ordo Jesuit) dengan jenderal “abangan”. Diantara, kalangan aktivis Katolik, seperti Pater Beek, Hary Tjan Silalahi, Sofjan Wanandi (Liem Bian Kie), Yusuf Wanandi (Liem Bian Koen), dan Markus Wanandi, Mari Elka Pangestu, Daud Yusuf, dan sejumlah tokoh lainnya. Para tokoh militernya, yang berkolaborasi dengan kalangan aktivis Katolik, seperti Jenderal Ali Moertopo, Soedjono Humardani, dan Beny Murdani. Mereka inilah yang menjadi ‘backbone’ (tulang punggung) Soeharto, selama berkuasa. Mereka berada di balik semua kebijakan yang menindas dan menghancurkan golongan Islam. CSIS menjadi ‘cover’ kepentingan Cina dan Zionis-Israel, yang ingin mengendalikan Indonesia. Maka, sepanjang kekuasaan Soeharto, selama lebih tiga dekade, CSIS memberikan arah kebijakan yang tujuan ‘menukangi’ Islam, dan memberikan keleluasaan kepada kelompok Cina, yang merambah ke semua sektor ekonomi Indonesia. Maka, selama tiga dekade, kelompok Cina, yang mula-mula ‘gembel’ dengan dukungan para jenderal ‘abangan’ yang memiliki akses langsung kepada kekuasaan Soeharto, mendapatkan berbagai privilege (keistimewaan), seperti mendapatkan lisensi (izin), modal, dan dukungan politik dari Soeharto. Hanya dalam waktu kurang dari satu-setengah dekade, kelompok yang menjadi pilar kekuasaan Soeharto itu, sudah berhasil menguasai ekonomi Indonesia. Kelompok Cina ini, mula-mula oleh Soeharto diberi lisensi ‘HPH’ (Hak Pengelolaan Hutan), yang membuat mereka menjadi ‘kaya raya’ alias menjadi ‘taipan-konglomerat’, seperti Liem Sieo Liong, Prayogo Pangestu, Eka Cipta, dan sejumlah konglomerat lainnya. Inilah cikal bakal lahirnya 200 konglomerat Indonesia, yang menguasai 80 persen ekonomi Indonesia. Masih ditambah diakhir krisis ekonomi Indonesia l998, Soeharto mengeluarkan kebijakan dana talangan (bailout) kepada sejumlah bank yang menjadi milik konglomerat Cina, dan mereka memarkup bailout, yang dikenal BLBI yang jumlahnya mencapai Rp 650 triliun. Diantara mereka ada yang melarikan hasil ‘rampokan’ mereka ke Singapura. Sementara itu, Jenderal Ali Moertopo, terus menyudutkan golongan Islam, melalui isu ‘Komando Jihad’, DOM di Aceh, Pembajakan Woyla, Tanjung Priok, Talangsari-Lampung, semuanya ini hanyalah tujuannya menghancurkan umat Islam. Bahkan, Ali Moertopo, di awal Orde Baru, melarang investor asing melakukan kerjasama dengan pengusaha Islam. Tujuan menghancurkan ekonomi kalangan Islam dan pribumi. Jadi, golongan Islam dibuat oleh jaringan Cina Katolik (Ordo Jesuit) menjadi ‘zero’ (nol) di dalam segala sektor kehidupan, sampai menjadi golongan yang paria (gembel). Sekarang, menjelang pemilu presiden 2014, masuk kelompok Cina Kristen, yang ingin mengulangi lagi, seperti sejarah awal Orde Baru, dan menggunakan tokoh ‘abal-abal’ Jokowi. Tujuannya sama : “Menghancurkan dan menindas golongan Islam”. Tokoh yang baru muncul sekarang itu, Jacob Soetojo. Dia dekat dengan James Riyadi, pendeta Evengalis, yang menjadi murid Pendeta Pat Robertson, yang sangat membenci Islam dan umat Islam di Amerika. Pat Robertson, terlalu sering mengeluarkan pernyataan yang sangat membenci terhadap Islam. Dengan kata-kata yang ‘super jorok’ menghina Islam dan Nabi Muhammad Shallahu’alaihi Wassalam. Sekarang, bagaimana Jacob Soetojo bisa menggalang dukungan dari Amerika, Inggris, Vatikan, dan sejumlah negara Barat lainnya, dan kemudian mereka bertemu dengan Mega, Jokowi dan Sabam Sirait di rumahnya. Sungguh luar biasa. CSIS ingin kembali menukangi “merekayasa” perubahan politik yang akan menguntungkan bagi : “Cina dan Israel”. Indonesia yang penduduknya 240 juta itu, 85 persen Muslim. Indonesia memiliki posisi yang sangat strategis, secara geopolitik dan ekonomi. Maka, CSIS yang menjadi ‘cover’ berbagai kepentingan itu, sudah bersumpah, harus “Jokowi” yang menjadi presiden Indonesia mendatang. Mengapa Zionis-Israel ikut bermain di Indonesia? Ini bisa dilihat intensitas kunjungan Dubes Israel di Singapura ke Jakarta, dan melakukan pertemuan dengan berbagai kelompok dan organisasi, dan ingin merekayasa perubahan politik di Indonesia, tetap menguntungkan bagi kepentingan Zionis-Israel. Cina dan Israel mempunyai kepentingan yang sama, yaitu melemahkan dan menghancurkan golongan Islam di Indonesia. Cina dan Israel sudah menguasai ekonomi nasional Indonesia. Tinggal selangkah lagi, menguasai kedaulatan politik. Bayangkan, 85 persen saham perbankan sudah milik asing. Freeport, New Mont, Bumi Resources (Batu Bara), gas dan sumber daya lainnya, termasuk hutan, kelapa sawit, sudah menjadi milik mereka. Sementara itu, Israel tidak ingin di Indonesia terjadi seperti di Timur Tengah, terjadi ‘Arab Spring’ (Musim Semi Arab), perubahan politik di dunia Arab, yang membahayakan kepentingan dan keamanan Israel. Maka, melalui tokoh boneka seperti “Jokowi” sekarang ini, kelompok-kelompok Cina dan Zionis, menggunakan kekuatan lokal, mengendalikan Indonesia, supaya Indonesia tetap terjajah, sumber daya alamnya dikuasai, dan secara politik dikendalikan, sehingga tidak menjadi ancaman bagi : “Asing dan A Seng”.(jj/db/voa-islam.com) Jum’at, 24 Jumadil Akhir 1435 H / 25 April 2014 08:35 wib (nahimunkar.com) - See more at: http://www.nahimunkar.com/csis-cina-senang-israel-senang/#sthash.eFCmgkIE.x586vOER.dpuf

Dibalik Dukungan Luhut Panjaitan Kepada Jokowi
 
Dukung mendukung capres-cawapres adalah soal biasa, termasuk jika datang dari ulama, pengusaha, tentara. Tapi yang agak luar biasa adalah dukungan terhadap Jokowi yang datang dari tentara, yang diketahui masih berafiliasi dengan lawan sang Gubernur. Luhut Panjaitan Cs, yang mendukung pencapresan Jokowi, adalah salah satu tulang punggung Golkar dan ARB.  Lalu bagaimana memaknai dukungan mereka? Saya melihatnya sebagai hal yang perlu dicermati secara kritis.
Pasangan Jokowi - Iriana dikaruniai 3 anak: Gibran Rakabuming (25 th), Kahiyang Ayu (22 th), dan Kaesang Pangarep (18 th). Apa yang dikemukakan Iriana soal bisnis mebeler yang dijalankan adik-adiknya Jokowi benar. Fakta terjadinya kebakaran di lokasi Rakabu Furniture dan beredarnya dokumen audit dari sucofindo menjawab itu semua. Namun, menyisakan pertanyaan besar pengurus perusahaan itu di tahun 2013 masih atas nama Joko Widodo. Di berbagai  media lalu muncul pendapat bahwa negara dan rakyat telah dikelabui Jokowi sejak tahun 2005 sampai 2013. Karena UU menyatakan Kepala daerah harus melepas kepengurusan baik di yayasan, perusahaan dll. Apakah kesalahan Administratif atau lupa?
Informasi lain di dunia maya juga menyebutkan soal bisnis anak tertua Jokowi yang masih berusia 25 tahun, Gibran Rakabuming. Dalam satu kesempatan disebutkan, Gibran mengaku memulai usaha dengan pinjaman dari bank sebesar Rp 1 miliar. Bidang usaha yang dilakoninya adalah bisnis katering. Luhut Panjaitan mengaku punya kepemilikan di PT Rakabu Sejahtera. Adalah sejak 2009, Luhut  menggandeng Gibran yang saat itu masih berusia 20 tahun untuk mendirikan Rakabu Sejahtera. Modal awal PT Rakabu sejahtera itu sebesar 16, 19 miliar yang berasal dari Gibran, dan sisanya dari Luhut atas nama Toba Sejahtra sebesar Rp 15,55 miliar.
Pertanyaannya alasan Luhut mau bekerjasama dengan anak muda yang masih berusia 20 tahun itu? Dan dari mana anak muda yang sedang bersekolah di Singapura itu memiliki uang lebih dari Rp 16 miliar? Jokowi sendiri, masih dalam informasi itu disebutkan, punya kekayaan sebesar Rp 10,7 miliar pada 2005, dan meningkat menjadi Rp 14 miliar pada tahun 2008. Kemudian pada tahun 2012 meningkat lagi menjadi 27,2 miliar. Kekayaaan ini naik karena Kenaikan nilai jual obyek pajak (NJOP) tanah dan bangunan.
Kenaikan juga bukan karena kemajuan bisnisnya, tidak sebanding pendapatan dari bisnis mebel nya. Pertanyaannya kemudian, Jika hampir semuanya kekayaannya berbentuk aset, dari mana uang setoran Gibran Rakabuming yang lebih dari 16 Milyar itu? Biarlah Jokowi menjawab ke publik..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar