Kamis, 19 Desember 2013

Episode kedua dalam menguasai Sumbar oleh oligarki.

Dalam Episode pertama menguasai Sumbar adalah penguasaan SBLG, Reklamasi pantai sebagai pusat bisnis, bekas2 tangsi tentara di Padang Panjang, dan Bukit Tinggi sebagai Superblok.

Episode kedua, adalah kuasai lahan2 strategis di Sumatera Barat. Cara menguasainya, methodenya sama dengan penguasaan tanah sepanjang toll Jakarta Cikampek, dan sepanjang Toll Jakarta Bogor, yang sudah terjadi. Tidak percaya, saksikan sendiri dengan mata kepala dunsanak.

Desakan membuat jalan Toll, Padang Bukit tinggi yg bakal di bangun oleh Jasa Marga, didukung oleh pemerintah daerah, sangat didukung oleh oligarki.

Urang Minang sudah tidak sabar lagi, macet ingin jalan toll dibangun cepat2.

Oligarki juga sudah siap untuk menguasai tanah2 sepanjang jalan, kiri kanan toll dibeli dengan murah.

Jangan kira, selesainya jalan toll, tanah kiri kanan toll akan menjadi mahal. Tanah2 sepanjang jalan toll, akan tetap atau turun harganya, karena tanah tsb terkurung, tidak punya akses ke jalan toll. Dengan kolusi dengan pejabat2, oligarki mengusahakan, jangan sampai pemda membikin frontage road. Anda mengerti frontage road? Frontage road, adalah jalan lokal yg dibangun di kiri kanan jalan toll, yg seharusnya jadi kewajiban pengembang jalan toll untuk membangunnya, bila disekitar jalan toll tidak ada jalan lokal.

Kewajiban membangun frontage road ini yg disyaratkan oleh UU, tidak pernah dilaksanakan. Tragedi kemanusiaan!!! Kenapa?

Yg terjadi adalah oligarki berkolusi dengan pemda, agar tanah2 disekitar jalan toll tetap terkurung, sehingga harganya tetap murah.

Jadi oligarki, akan membeli tanah2 yg terkurung sepangan jalan toll dalam puluhan ribu ha, di belinya pelan2 melalui pihak ketiga. Ada orang tua yg meninggal, bagi harta dibelinya. Ada yg mau naik haji dibelinya, ada yg perlu uang dibelinya. Tanah2 terkurung itu dibeli dengan harga murah. Setelah semuanya dibeli, puluhan ribu ha, berikutnya oligarki cincai dengan pejabat daerah. Disuruhnya bupati, walikota, membikin akses jalan dengan uang APBD/APBN.

Tanah yg sudah di kuasai ribuan ha tsb, kemudian dibangun pelan2 jadi pusat wisata, daerah industri, setelah bonekanya membangun akses road, dari APBD/APBN yg nota bene adalah uang rakyat.

Pada waktu itu orang Minang sudah miskin, tanah sudah dijual, jadi sudah siap jadi buruh pabrik dengan gaji murah. Jadi episode pertama menguasai sentral2 business, rumah sakit, sekolah, episode kedua, kuasai lahan, bangun industri, buruh sudah siap, karena sudah makin banyak urang Minang yg miskin seperti di Jawa.

Jadi pusat Finansial, di daerah reklamasi, pusat perdagangan sudah dikuasai, tanah2 sudah dikuasai.

Yang tersisa, bagi urang Minang di kampung sendiri adalah otot untuk jadi buruh pertanian modern, buruh di superblog, buruh di pusat2 industri.

Aduhai, pejabat2 yg menekan tombol dimulainya proyek Lippo, anda2 akan tercatat disepanjang sejarah Minang, sebagai orang2 yg memotori proses pemiskinan urang Minang, 20-30 tahun lagi, anda2 akan melihat cucu anda, jadi jongos dikampung sendiri. Kalau anda2 sakit, cucu2 anda tidak akan sanggup membiayai anda2 masuk rumah sakit, yang anda tekan tombol peresmiannya.

Gemas, melihat Minang, dipimpin oleh orang2 yg cakrawalanya pemikirannya tidak jauh kedepan. Amplop sesaat membahagiakan anda sejenak, memikiskan anak cucu se lama2nya, ber abad2 yang akan datang.

Batal Suka · · · Berhenti Mengikuti Kiriman · 4 jam yang lalu · Disunting
  • Anda, Julian Toni, Bakhtiar M Saidi, dan 17 orang lainnya menyukai ini.
  • Yandris Dris Ckckck..,Visioner bana..!jd apo nan bisa dipabuek utk menanggulanginyo tu pak..solusi utk jalan tol tetap dibangun tp akses masyarakat tetap tabuka..??
  • Bakhtiar M Saidi Sesuai dengan UU, Frontage road harus dibangun, dikiri kanan jalan, sebagai syarat bangun jalan toll. Rest Area didalam jalan tool hanya untuk tempat darurat. Tidak boleh bangun tempat istirahat, tempat makan2, pom bensin. Itu rejeki orang sekitar jalan toll, jadi orang harus keluar dulu dari jalan toll, kalau mau makan2, beli bensin, sekitar interchange. Interchangenya harus ada disetiap melewati kampung2. Jadi jalan toll tidak memiskinkan rakyat sekitarnya, tapi harus kebagian rejeki, tempat makan, belanja, tempat rekreasi, pompa bensin dllnya
  • Bakhtiar M Saidi Jadi setiap investasi dan pembangunan, harus mensejahterakan rakyat, bukan memiskinkan rakyat
  • Bakhtiar M Saidi Episode ketiga, lebih serem, bagaimana menguasai orang2 pintar, kelompok menengah, professor2 agar bekerja keras buat oligarki
  • Nelfianis Sajja suku Minang dari dulu telah dikenal dimana mana pintar dan cerdas, jadikanlah apa yang terjadi di daerah lain sebagai pelajaran,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,, PENTING..........!!!!!! SEGERA INFORMASIKAN KE MASYARAKAT DAN PEJABAT PEJABAT DI RANAH MINANG...... AGAR DI NEGERI INI TIDAK TERJADI SEPERTI ITU............................... INGATLAH KITA SEMUA PUNYA NENEK MOYANG YANG CERDAS DAN TIDAK GAMPANG DIBODOH BODOHI.............. dan seluruh orang Minang adalah Islam..... maka waspadalah terhadap keinginan orang orang kafir, mereka kapitalis yang akan menghisap ekonomi kita dengan segala cara
  • Bakhtiar M Saidi Nelfianis Sajja: Prosesnya secara pelan2, dalam puluh tahunan. Seperti penguasaan tanah di Jabotabek ini, secara pelan2 mulai tahun 1970'an.
  • Nelfianis Sajja kita tentu tidak akan menjadi orang yang menyerah..... mumpung masih ada waktu bagaimanakah solusinya menurut pak Bakhtiar M Saidi........?????? selagi kita bisa bergerak dan melakukan sesuatu tolong dicarikan solusi secara bersama...., agar dinegeri kita tidak terjadi seperti di jawa itu...............
  • Bakhtiar M Saidi Nelfianis Sajja, orang Minang yg tinggal di sekitar Jabotabek sangat paham dan samgat merasakan hal itu. Maka gerakan di Minang, menjadi perhatian perantau di Jakarta. Pejabat2 daerah juga paham hal itu. Tapi ada tapinya, Sumbar itu daerah dimana perdagangan, barang masuk dan barang keluar, tidak seimbang, Propinsi yg minus dalam perdagangan. Faktor kedua APBD Sumbar, sangat tergantung kepusat. Jadi tangan kita ada dibawah. Jadi tangan dibawah di dikte oleh tangan yg diatas.

    Agar kita jangan dimiskinkan oleh oligarki, kita harus duduk bersama, dalam menata kebijakan ekonomi kita. Misalnya, kalau dibangun jalan toll, harus dibangun frontage road. Kalau investor Jasa Marga tidak mau membangun frontage road, harus dibangun oleh pemerintahan propinsi. Gubernur, bupati, walikotanya, jangan orang2 yg hobbi amplop dari oligarki. Kalau pejabat2nya hobbi amplop dari oligarki, celakalah rakyatnya.

    Sama saja, dizaman penjajahan, dimana aparatnya di senangkan oleh penjajah, sehingga menjadi jongos penjajah, pejabat kolonial bengis terhadap rakyatnya.

    Sekarang kita dikuasai oleh londo2 coklat, yg lebih bengis dan lebih serakah dari londo putih.

    Londo putih, dari permulaan abad ke 20, membangun ribuan km jalan kereta api, dengan teknologi yg sederhana.

    Londo coklat, jangankan membangun jalan kereta api yg baru, merawatnya saja tidak becus, malah banyak jalur2 kereta api yg sudah mati, dan tidak beroperasi lagi.

    Londo2 coklat, dizaman reformasi ini, lebih bengis dan lebih serakah dalam menilap uang rakyat.

    Lebih gawat lagi londo2 coklat yg serakah ini, berkolusi dengan oligarki, jadilah rakyatnya tetap miskin.
  • Yandris Dris Ikolah yg namonyo alun takilek lah takalam...,maminteh sabalun anyuik..,malantai sabalun lapuak..indak sekedar pepatah sj doh..!tingga kini baa mamakaiannyo,mamasuakan dlm satiok rcn pembangunan pemerintah..!iko lah pr mamak2kito,dunsanak2kito yg py akses dlm pamerintahan di nagari kito..!
  • Radias Dilan Ya kita yang tinggal di Jabodetabek sangat mengerti hal ini, lihatlah rest area dibangun mall, swalayan, restoran, semuanya milik konglomerat, rakyat tak diberi akses untuk ekonomi mereka, jadi pembangunan ekonomi yang prinsip kapitalis, bukan ekonomi kerakyatan, lihatlah pada kemana larinya kaum pribumi entah kekaki gunung atau kemana, kaki gunungpun dikuasai konglomerat lewat perkebunan, manakah kebijaksanaan pemerintah dalam hal, atau para pejabat sudah langka yang berpihak pada rakyat


Tidak ada komentar:

Posting Komentar