Rabu, 18 Desember 2013

INILAH MUKA PENJAHAT SI KRISTEN AYONG SANG PEMBUNUH dan MEMBAKAR ISTRI & MERTUA
_Modusnya berpura-pura masuk Islam, menikahi muslimah, lalu berusaha memurtadkan_

Kasus pemurtadan melalui pernikahan sepertinya tidak pernah usai dari kehidupan umat Islam. Banyak korban pemurtadan yang bisa diselamatkan kembali ke jalan Islam, tidak sedikit pula yang tidak terselamatkan. Selama ini kebanyakan yang menjadi target pemurtadan adalah muslimah. Begitu juga kasus terbaru yang menimpa sejumlah muslimah di Cirebon, Jawa Barat.

Rini Fitriana (30) adalah salah seorang muslimah asal Cirebon yang menjadi korban upaya pemurtadan berkedok pernikahan. Kepada Suara Islam Rini berkisah saat pertama kali berjumpa Yung Indrajaya Kosasih alias Ayung adalah sosok yang baik dan menyenangkan. Hingga pada suatu kesempatan Ayung yang beragama Kristen itu menyampaikan keinginannya untuk melamar Rini.

Hati Rini sangat senang ketika lelaki yang ia cintainya itu mau diajak memeluk Islam sebelum diberlangsungkannya akad nikah. Ayahanda Rini, Yoyo Halim Mulyana saat Ayung melamar Rini memberi syarat agar Ayung memeluk Islam dulu.

“Bapak mau memberikan restu kepada kami berdua kalau Ayung mau masuk Islam dulu sebelum menikah,” kata Rini ketika dijumpai di At-Taqwa Islamic Center Cirebon, Jawa Barat akhir Nopember 2013.

Ayung menyanggupi permintaan ayahnya Rini. Pernikahan Ayung dan Rini pun berlangsung pada 4 Mei 2009. Pernikahan mereka tercatat di Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Cigugur, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat.

Indahnya menjadi pengantin baru mereka lalui bersama-sama. Beberapa saat setelah menikah, Rini membeli rumah di Cirebon dengan cara mencicil. Rumah itu ia beli dari hasil keringatnya sebagai tenaga penjual pada diler mobil Toyota di Cirebon. Sementara Ayung sendiri tidak memiliki pekerjaan tetap. Bahkan kebutuhan rumah tangga mereka, sebagaian besar Rini yang menanggung.

Petaka itu pun datang, ibarat air susu dibalas air tuba. Beberapa bulan setelah menikah, Ayung mulai menampakkan misinya. Ayung tidak mau diajak shalat dan belajar Islam. Pengakuan mengagetkan keluar dari mulut Ayung. “Ayung tiba-tiba bilang ke saya kalau dia sudah masuk Kristen lagi. Pengakuan Ayung ini membuat saya terpukul,” ucap Rini.

Rini menjelaskan jika hasil pernikahannya dengan Ayung melahirkan seorang anak lelaki yang diberi nama Jansen. Ayung selalu marah besar jika Rini mengajarkan Jansen tentang Islam. Kata Rini, “Saya memang selalu mengajari Jansen doa-doa Islam, atau mengucapkan salam, assalamu’alaikum. Ayung marah kalau saya melakukan itu. Bahkan ketika saya pakaikan Jansen kopiah dan baju koko, Ayung juga marah dan melarang saya.”

Tidak cukup sampai disitu. Ayung dengan arogannya, tanpa berbicara dengan Rini mengubah status agama Rini dengan agama Kristen pada KTP dan kartu keluarga. Pertengkara pun hampir terjadi setiap hari. Rini bersikukuh dengan keislamannya, sementara Ayung murtad. Merasa sudah tidak ada kecocokan Rini pun memutuskan pisah ranjang dengan Ayung selama 3 bulan. Ayung juga sempat menyampaikan niatannya bercerai dari Rini kepada Yoyo.

Selang beberapa bulan, Ayung berkunjung ke rumah orang tuanya Rini di Kuningan. Tanpa rasa malu Ayung meminta izin kepada Yoyo untuk dapat rujuk dengan Rini, tetapi setelah selesai akad nikah Ayung tetap memeluk agama Kristen. Ayung ingin melanjutkan berumah tangga dengan Rini dengan berbeda agama.

Yoyo menolak mentah-mentah permintaan Ayung ini. Menurut Rini, ayahnya takut berdosa jika merestui pernikahan mereka berdua, sementara Ayung tidak mau memeluk Islam.

Mendengar penolakan Yoyo, Ayung marah besar, tetapi ia simpan amarah itu menjadi dendam. Kepada Rini, Ayung mengirim pesan singkat (SMS) yang berbunyi, “Km lebih memilih bokap km, mau tau umurnya berapa lagi? Jgn harap nyari gue lg. Napa bokap km jemput2 sodara tni?? Mau bantai wni keturunan? Skrg udah rumah tangga. gue udah kerja, keluar rumah, tetap ga bs pertahankan rt. Biar km pikir lebih dalam agama ortu km atau rt km. Maka nya gue ngmg sm km kalau jodoh nanti jug abs bareng lg. Kita cerai aja dulu status pernikahan dan cara bokap km ikut camput dalam urusan Rt qt. Kalo memang hati km sudah terbuka dan memang jodoh, ya qt disatujan lg ya. Gue berdoa aja semoga Tuhan mau buka mata hati km, gue udah bnyk berkorban buat km, semoga qt msh bs disatukan lg demi janssen tp dlm cara yg berbeda.”

Kata Rini, meskipun ia sudah berpisah, tetapi Ayung sering berkunjung ke rumah Rini. “Alasannya sih kangen sama Jansen,” kata Rini.

Hingga pada 23 Mei 2013 Ayung main ke rumah Rini di tengah hujan gerimis. Ternyata saat itu Yoyo beserta istrinya juga sedang berkunjung ke rumah Rini. Kehadiran Yoyo dan istrinya ini karena permintaan Rini. “Waktu itu saya minta bapak dan ibu tinggal di rumah saya, karena Jansen tidak ada yang menjaga,” kisahnya.

Dendam Ayung

Kunjungan orang tua Rini ini rupanya menyulut dendam yang tersimpan dalam dada Ayung. Selepas menjemput Rini dari tempat kerjanya, Ayung bergegas pergi dengan mobil boks yang dikendarainya. Selang beberapa lama, Ayung kembali ke rumah Rini. Ia masuk ke rumah Rini tanpa permisi. Saat Yoyo menyapanya pun Ayung diam seribu bahasa.

Ayung kembali ke mobil boks-nya untuk mengambil satu botol bekas air mineral ukuran 1,5 liter. Botol bekas itu ternyata berisi bensin. Ayung mendekati Yoyo. Ayung lantas menyiram bensin tersebut ke tubuh ayah mertuanya.

Ayung kemudian menyalakan korek api dan melemparkan ke tubuh Yoyo. Seketika tubuh Yoyo terbakar. Merasa dirinya terancam, Yoyo lantas berlari keluar rumah berusah memadamkan api yang membakar tubuhnya dengan air hujan. Tetapi Ayung terus mengejar dengan terus menyiramkan sisa bensin ke tubuh Yoyo.

Rini berteriak histeris. Secara spontanitas Rini berlari mendekat Ayung, berusaha menghalangi Ayung agar menghentikan aksinya itu. Rini memeluk kasar Ayung. Karena terlalu dekat dengan sumber api, sebagian tubuh Rini ikut terbakar. Begitu juga Ayung yang juga ikut terbakar.

Warga berdatangan, barulah api bisa dipadamkan. Yoyo, Rini, termasuk Ayung mendapat perawatan di rumah sakit Sumber Kasih. Takdir berkehendak lain. Sepekan kemudian atau pada 31 Mei 2013 Yoyo menghembuskan nafas terakhir setelah dirawat.

Kasus SARA ini memicu amarah umat Islam Cirebon. Sejumlah ormas Islam lokal seperti Aliansi Masyarakat Amar Ma’ruf Nahi Munkar (Almanar) dan Gerakan Anti Pemurtadan dan Aliran Sesat (GAPAS) memperkarakan kasus ini ke pengadilan. Untuk mengawal kasus ini, dalam setiap persidangan, umat Islam selalu hadir ke Pengadilan Negeri (PN) Cirebon. Umat Islam menuntut agar Ayung yang merupakan warga keturunan Tionghoa ini dihukum mati.

Dedi, kakak kandung Rini, memaparkan sebelum diadukan ke Almanar dan GAPAS kasus ini sempat mandek. “Sebelumnya kami laporkan kasus ini ke pihak kepolisian. Tetapi hingga beberapa bulan tidak ada perkembangan penyidikan,” kata Dedi.

Keluarga besar Ayung, jelas Dedi, tidak ingin kasus ini dilaporkan ke pihak kepolisian, apalagi hingga diproses pengadilan. Saat ayahnya dirawat di rumah sakit, Dedi mengaku sempat didatangi utusan keluarga Ayung. Utusan itu meminta agar kasus ini diselesaikan secara kekeluargaan. “Bahkan kami dijanjikan sejumlah uang jika kami tidak memperpanjang kasus ini,” lanjutnya.

Kasus murtadin Ayung berakhir di pengadilan. Dalam sidang vonis yang dibacakan Abdul Rosyad, SH, Ketua Majelis Hakim PN Cirebon pada 25 Nopember 2013 silam diputuskan bahwa Ayung dihukum penjara seumur hidup.

Dipacari, Dihamili, dan Dimurtadkan

Selain itu, kasus lainnya menimpa Nurmala (33), muslimah asal Desa Situ Wetan Plered, Cirebon. Ia menjadi korban pemurtadan berkedok pernikahan. Bahkan Nurmala sempat dibaptis di sebuah gereja di Flores Nusa Tenggara Timur (NTT).

Nurmala berkisah, saat ia bekerja di Jakarta sekitar tahun 2000, ia berkenalan dengan Stevanus, lelaki asal Flores, NTT. Karena sering bertemu, Stevanus mengucapkan cinta kepada Nurmala. Mereka pun memutuskan menjalin tali asmara.

Namun, hubungan mereka terlampau jauh. Dengan jeratan bujuk rayunya, Stevanus sukses menghamili Nurmala. “Setelah mendengar saya hamil, bapak saya meminta saya pulang ke Cirebon dan menjauhi Stevanus,” kata Nurmala.

Namun, selang beberapa hari rupanya Stevanus menyusul Nurmala ke Cirebon. Stevanus meminta agar anak yang dalam rahim Nurmala setelah lahir bisa dibawa olehnya. Jika tidak menuruti kemauannya, Stevanus mengancam akan membelah perut Nurmala dengan pedang.

“Bapak saya sempat tertekan. Akhirnya bapak membuat pilihan kepada Stevanus. Stevanus silahkan menikahi saya, asalkan dia mau masuk Islam. Itu syarat yang bapak berikan kepada Stevanus,” paparnya.

Sepekan sebelum menikahi Nurmala, Stevanus mengucapkan dua kalimat syahadat. Agustus 2000 mereka pun menikah. Jam 14.00 akad nikah, malamnya Nurmala diboyong Stevanus ke Flores. Karena sudah menjadi tanggung jawab Stevanus, ayahnya Nurmala tidak keberatan.

Sesampainya di Flores, Stevanus menampakkan belangnya. Stevanus mengatakan bahwa ia telah kembali ke agama sebelumnya alias murtad. Tidak hanya itu, Nurmala diminta Stevanus bekerja sebagai tenaga tata usaha di SMA Katolik. Nurmala mengaku awal-awal bekerja sebagai tenaga tata usaha, ia diperlakukan baik oleh seluruh staf SMA tersebut.

Namun berjalanya waktu, Nurmala mulai mendapat doktrin, baik dari pihak sekolah maupun keluarga besar Stevanus. Oleh Stevanus ia diminta menikah ulang secara Katolik. Ia juga dipaksa untuk meninggalkan Islam.

Karena terus mendapat ancaman, Nurmala akhirnya dengan terpaksa mau dinikahkan secara Katolik pada 2 Agustus 2002. Pemberkatan mereka dilakukan di Gereja Katedral Flores, NTT. “Saya juga mendapat nama baptis. Nama baptis saya Theresia Nurmala,” kata Nurmala.

Meski telah dibaptis, tetapi Nurmala mengaku tetap menjalankan shalat lima waktu. Nurmala kerap mendapat intimidasi jika ia terlihat shalat lima waktu. Nurmala sempat berusaha kabur bersama anaknya. Pernah suatu ketika ia sudah sampai di pelabuhan, sudah bersiap kabur pulang ke Cirebon, tetapi ia tertangkap kembali oleh keluarga besar Stevanus.

“Saya sempat sampai pelabuhan, tetapi tertangkap lagi. Sejak itu saja selalu dikasih obat tidur oleh keluarga Stevanus. Penderitaan saya ini tidak saya sampaikan ke orang tua saya. Saya khawatir mereka panik, sementara mereka tidak bisa berbuat apa-apa. Karena orang tua saya orang tidak punya, Flores jauh sekali,” tutur Nurmala.

Nurmala berusaha sabar dan tetap tegar menghadapi ujian ini. Tahun 2009 Nurmala diboyong oleh Stevanus pindahan rumah ke Perumahan Grand Kahuripan Cileungsi, Jawa Barat. Di perumahan ini tinggal pula bertetangga kerabat dari Stevanus. Perumahan ini tidak dilalui transportasi umum.

Di Cileungsi Nurmala tetap mendapat intimidasi. Stevanus selalu mengancam dengan pedang jika Nurmala berani kabur darinya. Bahkan, kata Nurmala, saat ia tidur Stevanus selalu menempelkan pedang di dekat tubuh Nurmala. Stevanus tidak segan-segan membunuh Nurmala jika ia membangkang.

Dalam kepedihan yang dirasakan, Nurmala tetap berharap agar suatu hari nanti ia bisa melepaskan diri dari bayang-bayang keberingasan Stevanus. Hingga pada suatu ketika harus pulang pergi ke Flores dalam waktu yang cukup lama.

“Saat Stevanus sedang berdagang ke Flores, saya manfaatkan untuk kabur, dibantu oleh tetangga saya yang Muslim. Saya bawa barang-barang saya dan anak-anak saya ke Cirebon. Kerabat Stevanus yang asli Flores saat itu juga sedang tidak ada di rumah, jadi saya leluasa kaburnya,” katanya.

Andi Mulya, Ketua GAPAS Cirebon mengatakan selain Rini Fitriana dan Nurmala, saat ini juga ada beberapa pengaduan dari korban-korban pemurtadan berkedok pernikahan yang masuk ke GAPAS. “Korban yang mengadu ke GAPAS semuanya muslimah. Mereka ada yang perawat, ada juga yang berprofesi guru,” kata Andi.

Tidak menutup kemungkinan, jelas Andi, adanya korban-korban lain yang tidak terungkap. Andi tidak menampik jika pemurtadan berkedok pernikahan ini adalah fenomena gunung es. “Ya saya berharap umat Islam Cirebon tetap bersatu dan kompak untuk mengungkap kasus pemurtadan,” ucapnya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar